Pura Segara Rupek: Jejak Sejarah Terpisahnya Pulau Bali dan Jawa
Tersembunyi di dalam keheningan Taman Nasional Bali Barat, tepatnya di Desa Sumberklampok, tersembunyi sebuah tempat suci yang menyimpan kisah tak terlupakan. Pura Segara Rupek yang terletak di paling ujung barat Pulau Bali bukan hanya sebuah situs bersejarah semata, tetapi juga saksi bisu dari peristiwa besar yang memisahkan pulau Bali dan Jawa. Namun sayangnya, pesonanya masih tersembunyi jarang diperhatikan oleh mata dunia.
Pura Segara Rupek adalah salah satu tempat suci yang terletak di kawasan Taman Nasional Bali Barat, tepatnya di Desa Sumberklampok, Kecamatan Grokgak, Kabupaten Buleleng, Bali. Dari Kota Denpasar bisa ditempuh menggunakan kendaraan sejauh 143 km dengan lama perjalanan diperkirakan sekitar 4 jam 20 menit.
Pura ini memiliki makna sejarah yang mendalam, di mana tempat ini menjadi saksi bisu dari peristiwa terbelahnya daratan antara Pulau Bali dan Pulau Jawa. Namun sayangnya kondisi sarana, prasarana, dan infrastruktur di sekitar pura ini belum memadai sehingga jarang mendapat perhatian semestinya dari masyarakat maupun pemimpin di Bali.
Pura ini terletak di paling ujung barat Pulau Bali, menjadikannya sebagai daratan yang paling mendekati Pulau Jawa. Namun untuk mencapai pura ini, pengunjung harus melewati perjalanan sekitar 12 kilometer menelusuri hutan lindung Taman Nasional Bali Barat (TNBB) dengan rintangan tambahan berupa jalanan tanah dan bebatuan yang harus dilalui. Kondisi ini menjadikan Pura Segara Rupek sebagai tempat yang jarang dikunjungi oleh masyarakat umum.
Pura Segara Rupek baru ditemukan pada tanggal 08 April 2001 oleh sebuah rombongan napak tilas yang terdiri dari 21 orang. Mereka melakukan upaya penelusuran untuk mengungkap keberadaan Segara Rupek yang asli. Ekspedisi ini dipandu oleh tuntunan sastra lontar, perhitungan geografis, dan kebijaksanaan spiritual dengan bimbingan dari penasehat dan penglisir pemangku pura gua Besakih, yaitu I Gusti Mangku Kubayan Manik Arjawa.
Sejarah berdirinya Pura Segara Rupek bersumber pada babad atau lontar yang berjudul “Indik Segara Rupek”. Babad tersebut menceritakan persahabatan antara Mpu Siddhimantra dari Jawa Timur dengan Sang Naga Basuki di Bali. Diceritakan Mpu Siddhimantra sering mengunjungi sahabatnya itu setiap bulan purnama. Mpu siddhimantra sering membawakan makanan untuk sang Naga dan sebagai balasannya sang Naga Basuki akan memberikan perhiasan berharga kepada Mpu Siddhimantra.
Patung Mpu Siddhimantra di areal Pura Segara Rupek (Sumber: Koleksi Pribadi)
Namun, kisah ini mengambil latar ketika Manik Angkeran putra dari Mpu Siddhimantra yang gemar berjudi mencuri genta milik ayahnya. Dia pergi ke Besakih untuk meminta harta dan emas pada Naga Basuki. Permintaan tersebut langsung dikabulkan oleh Ida Sang Naga Raja Basuki. Namun, karena ketamakannya Manik Angkeran memotong ekor Naga Basuki yang terbuat dari permata. Akibat perbuatannya, Naga Basuki murka dan membunuh Manik Angkeran.
Mpu Siddhimantra yang telah mengetahui hal tersebut bergegas pergi ke Besakih untuk meminta pengampunan atas kesalahan anaknya dan meminta Sang Naga Basuki untuk menghidupkan anaknya kembali. Sang Naga Basuki mengabulkan permintaan tersebut. Namun, Mpu Siddhimantra khawatir anaknya akan mengulangi perbuatan buruknya.
Setelah bersemedi, Mpu Siddhimantra mendapat titah untuk menggores tanah dengan tongkatnya sebanyak tiga kali tepatnya di daerah ceking getting atau sekarang selat bali. Tanah pun bergoncang dan membelah daratan, memisahkan Pulau Bali dan Jawa. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan peristiwa Segara Rupek yang artinya lautan yang sempit. Tak lama didirikanlah sebuah pelinggih yang nantinya dikenal dengan nama Pura Segara Rupek. Pura ini menjadi saksi bisu dari peristiwa luar biasa yang memisahkan daratan Pulau Bali dan Jawa. Keberadaannya menjadi lambang keagungan alam dan kebesaran Sang Pencipta.
Ketika hendak melakukan persembahyangan di Pura Segara Rupek, terdapat alur yang harus diikuti. Pertama-tama pemedek akan mendatangi Pura Beji Segara Rupek, tempat dimana mereka akan disucikan terlebih dahulu sebelum melanjutkan persembahyangan. Di tempat ini terdapat pilinggih Penglurah Agung dan pelinggih Gedong Betel, serta pemandangan langsung ke Pulau Jawa yang bisa dinikmati dengan jelas di seberang pantai.
Pura Payogan Ida Mpu Siddhimantra (Sumber: Koleksi Pribadi)
Selanjutnya adalah menuju Pura Payogan Ida Mpu Siddhimantra yang terletak di sebelah timur dari Pura Segara Rupek. Pura ini memiliki beberapa pelinggih utama, tetapi terdapat satu pelinggih yang diperuntukkan khusus untuk memuja Ida Mpu Siddhimantra secara langsung.
Barulah setelah itu, pemedek akan memasuki Pura Kahyangan Jagat Segara Rupek yang terletak di utamaning mandala. Struktur pura ini terdiri atas Nista Mandala (Jaba Sisi) yaitu bagian terluar dari arsitektur pura. Dan Utama Mandala (jeroan) yaitu bagian terdalam dan tersuci dari sebuah pura sekaligus tempat pelinggih - pelinggih utama pura.
Arsitektur bangunan dan pelinggih di pura ini menampilkan nuansa kuno yang mempesona menghadirkan aura keagungan zaman dulu dan memperkaya pengalaman spiritual pemedek dalam bersembahyang. Meskipun ketiga pura ini terletak terpisah, mereka tetap berada dalam satu kawasan Pura Segara Rupek, saling melengkapi satu sama lain dalam kesakralannya.
Piodalan di Pura Segara Rupek ini jatuh pada Purnama Jyestha atau purnama kesebelas Wraspati Kliwon Wuku Klawu dalam kalender bali. Saat itulah seluruh kompleks pura dipenuhi dengan semangat kesakralan, dihiasi dengan rangkaian upacara dan persembahan yang menggambarkan pengabdian dan penghormatan terhadap kehadiran Sang Pencipta.
Untuk mengunjungi Pura Segara Rupek pengunjung dapat memperoleh tiket masuk dengan harga yang terjangkau. Untuk pengunjung dikenakan Rp 5.000 hingga Rp 15.000 per orangnya. Sedangkan bagi umat Hindu yang ingin tangkil ke pura ini bisa memasuki tempat tanpa dipungut biaya sepeserpun. Namun, perlu diingat bahwa pengunjung harus berhati-hati karena pura ini masih berada di kawasan Taman Nasional Bali Barat. Banyak hewan-hewan liar seperti monyet, menjangan/rusa, babi hutan, landak, dan lain sebagainya yang dapat ditemui selama perjalanan.
Dengan segala kekayaan sejarah, alam, dan nilai spiritual yang dimilikinya Pura Segara Rupek tidak hanya menjadi tempat bersejarah, tetapi juga merupakan warisan budaya dan alam yang harus dijaga dan dilestarikan untuk generasi-generasi mendatang. Dengan upaya bersama Pura Segara Rupek dapat terus memancarkan keindahan dan makna yang terkandung di dalamnya.