Wanita Besi dari Bali: Ida I Dewa Agung Istri Kanya, Pemimpin Perang Puputan Kusamba
Tak seterkenal Cut Nyak Dien atau Dewi Sartika, pahlawan wanita dari Bali ini juga layak untuk dikenal masyarakat luas. Ida I Dewa Agung Istri Kanya berperan penting dalam catatan sejarah sebagai Raja Klungkung dan pemimpin Perang Kusamba. Julukan "Wanita Besi dari Bali" bahkan disematkan Belanda kepada beliau setelah berhasil mengalahkan pasukan Belanda dan menewaskan Mayor Jenderal Andreas Victor Michiels, seorang perwira militer Belanda yang sukses dalam dua perang besar, yakni Perang Diponegoro dan Perang Padri.
Saat mendengar nama Indonesia hal apa yang pertama kali terbesit dibenak anda? Negeri yang memiliki seribu pulau? Negeri unik yang kaya akan adat dan tradisinya? atau bangsa yang gigih memperjuangkan tanah kelahirannya?
Di masa lalu, para pahlawan berjuang untuk mempertahankan tanah kelahiran mereka dan akhirnya meraih kemerdekaan yang dapat kita nikmati saat ini. Seiring berjalannya waktu, masyarakat semakin menyadari bahwa tidak hanya laki-laki yang dapat berkontribusi sebagai pahlawan dalam perjuangan Indonesia, tetapi perempuan juga memiliki peran penting dalam hal ini. Meskipun demikian, kisah-kisah mereka seringkali kurang mendapat perhatian yang seharusnya. Seperti yang dikutip dari pernyataan seorang penulis, Peter Burke “Perempuan nyaris ‘tidak tampak’ oleh sejarawan, dalam arti bahwa pentingnya pekerjaan mereka sehari-hari, pengaruh politik mereka (pada semua tingkatan politik), pada umumnya terabaikan sementara persoalan mobilitas sosial umumnya dibicarakan dari sudut kaum laki-laki saja.” Hingga tahun 2020, tercatat sebanyak 191 orang yang diakui sebagai pahlawan nasional Indonesia. Sayangnya, hanya sekitar 9 persen atau sebanyak 17 di antaranya merupakan perempuan.
Nama-nama perempuan seringkali dilupakan dalam sejarah terkait dengan budaya patrilinial yang mendarah daging di Bali. Salah satu kisah perjuangan pahlawan wanita yang tidak terlalu banyak dibicarakan adalah kisah perjuangan Ida I Dewa Agung Istri Kanya, Raja Klungkung sekaligus pemimpin Perang Kusamba. Mungkin, bagi masyarakat Klungkung nama ini sudah tidak asing lagi, namun masih sedikit catatan sejarah yang mendokumentasikan perjuangannya. Beliau dikenal dengan julukan “Wanita Besi dari Bali”. Julukan ini diberikan oleh Belanda dan tidak diperolehnya begitu saja. Beliau berhasil memukul mundur pasukan Belanda dan menewaskan Mayor Jenderal A. V. Michiels, seorang perwira militer Belanda yang berhasil memadamkan dua perang besar yakni perang Diponegoro dan perang Padri.
Patung Ida I Dewa Agung Istri Kanya Memegang Lontar (Sumber: Koleksi Pribadi)
Pulau Bali memiliki beberapa kerajaan di dalamnya, salah satu kerajaan di sebelah tenggara Bali adalah Kerajaan Klungkung. Sebagai keturunan raja secara langsung, Dewa Agung Istri Kanya dipersiapkan untuk menjadi raja Klungkung selanjutnya menggantikan ayahnya. Dewa Agung Istri Kanya merupakan putri dari pasangan Ida I Dewa Agung Putra yang dikenal juga dengan nama Ida I Dewa Agung Putra Kusamba (karena berkeraton di Kusamba) dengan I Gusti Ayu Karang (I Gusti Ayu Pelung) dari Puri Karangasem. Semasa kecil Ida I Dewa Agung Istri Kanya bernama Ida I Dewa Istri Muter. Ida I Dewa Agung Istri Kanya juga diberi nama Ida I Dewa Agung Istri Balemas karena beliau tinggal di Balemas. Semenjak diangkat sebagai raja, nama Ida I Dewa Agung Istri Kanya secara resmi dipergunakan sebagai nama kebesaran. Seiring pertumbuhannya ia mendapatkan pendidikan bela negara, budi pekerti dan juga tata cara pemerintahan.
Sementara itu pada abad ke-18, di Bali sedang dilaksanakan Hukum Tawan Karang. Hukum Tawan Karang mengatur mengenai hak istimewa yang dimiliki oleh raja-raja di Bali. Hukum Tawan Karang telah menjadi bagian dari tradisi maritim Bali dan Lombok selama berabad-abad. Aturan ini memberikan hak kepada setiap kerajaan di Bali dan warga yang tinggal di pesisir pantai untuk memiliki kapal beserta seluruh isinya yang terdampar di wilayahnya. Sementara itu, penumpang-penumpangnya dapat diperbudak atau dijadikan tawanan. Namun pihak Belanda menganggap hal ini mengancam kepentingannya. Oleh karena itu dibuatlah perjanjian penghapusan Hukum Tawan Karang.
Ilustrasi Sebuah Kapal (Sumber: Koleksi Pribadi)
Pada kenyataannya perjanjian ini tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh oleh raja-raja di Bali. Hal ini membuka kesempatan bagi Belanda untuk melancarkan serangannya ke Bali. Belanda memulainya dengan menyerang wilayah Kerajaan Buleleng pada tahun 1846. Penyerangan pertama dan kedua tidak memberikan hasil yang memuaskan. Sehingga pada tahun 1848 meletuslah penyerangan ketiga (Perang Jagaraga) yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Andreas Victor Michiels. Mendengar hal tersebut, Ida I Dewa Agung Istri Kanya sebagai raja Klungkung ke-7 memutuskan untuk membantu Kerajaan Buleleng dengan mengutus tentara Kerajaan Klungkung. Namun, karena sikap dari Kerajaan Klungkung tersebut membuat pihak Belanda berbalik menyerang wilayah Klungkung. Pertempuran pun tak terelakkan. Belanda berhasil memukul mundur pasukan Klungkung dan merebut wilayah Kusanegara atau yang saat ini bernama Kusamba.
Belanda memutuskan menggunakan Puri Kusamba sebagai tempat peristirahatan. Jatuhnya Kusamba membuat geram Dewa Agung Istri Kanya. Dalam satu malam strategi disusun olehnya untuk merebut kembali wilayah Kusamba. Penyerangan pun dilancarkan pada tanggal 24 Mei 1849. Kedatangan pasukan Klungkung yang menyergap secara tiba-tiba membuat tentara Belanda kalang kabut. Karena Belanda tidak menguasai lingkungan atau wilayah Puri Kusamba, keadaan pun berpihak pada pasukan klungkung. Dalam keadaaan kacau balau itu, Jenderal Michiels berdiri di depan puri sembari memberi perintah kepada pasukannya untuk menembakkan peluru cahaya ke udara. Keadaan pun menjadi terang benderang. Justru keadaan ini dimanfaatkan laskar pemating Klungkung untuk mendekati Jenderal Michiels. Saat itu juga Dewa Agung Istri Kanya dengan membawa sebilah keris mendekati Jenderal Michiels. Ia juga memerintahkan untuk mengarahkan sebuah meriam pusaka milik Klungkung yang bernama "I Seliksik" ke arah Jenderal Michiels. Konon meriam pusaka ini bisa mencari sasarannya sendiri. Saat ditembakkan, meriam ini langsung mengenai kaki kanan Michiels. Sang jenderal pun terjungkal. Kondisi ini memaksa tentara Belanda mundur ke Padangbai. Jenderal Michiels sendiri yang sempat hendak diamputasi kakinya akhirnya meninggal dunia.
Berkat aksi heroik dan taktik perang dari Dewa Agung Istri Kanya, wilayah Kusamba dapat direbut kembali. Untuk mengenang perjuangan beliau, masyarakat Klungkung mendirikan sebuah patung di persimpangan Jalan Bypass Ida Bagus Mantra - Kusamba, Dawan Klungkung. Dewa Agung Istri Kanya dikenal menjalani pilihan melajang sepanjang hidupnya. Karena pilihan itu pula beliau diberi nama Istri Kanya (kanya berarti melajang atau tidak menikah).
Patung Ida I Dewa Agung Istri Kanya (Sumber: Koleksi Pribadi)
Beliau tidak hanya dikenal sebagai seorang raja yang tegas dan pemberani, tetapi juga memiliki pengaruh yang signifikan dalam bidang seni sastra. Dewa Agung Istri Kanya tersohor sebagai salah seorang ratu yang sangat mencintai sastra. Pada masanya, seni makekawin atau mebebasan berkembang pesat. Dewa Agung Istri Kanya bukan semata seorang penikmat karya sastra, dia juga seorang pengarang besar (pengawi) pada zamannya. Karenanya, Dewa Agung Istri Kanya kerap dijuluki sebagai raja kawi (rakawi). Beliau telah menciptakan banyak karya sastra yang menggambarkan peristiwa-peristiwa penting, seperti peristiwa gugurnya ayahanda dan upacara besar yang mengiringi roh leluhur ke alam suci. Beberapa karya sastra terkenal yang diciptakan olehnya termasuk Pralambang Bhasa Wewatekan dan Kidung Padem Warak. Selain itu, beliau juga menghasilkan beberapa tembang wirama yang meliputi karya-karya seperti Wirat Jagatnatha, Sragdhara, Sarddhula, Bhasanta, Asualalita, Merddhu Komala, Pratitala, Sronca, Wairat, Cikarini, Reng Lalita, dan Tebusol. Karya-karya sastra ini tanpa diragukan memberikan dampak dan manfaat yang besar bagi generasi saat ini dan yang akan datang.
Menjadi seorang wanita adalah sebuah anugerah yang sangat berharga. Secara faktual, wanita memiliki potensi untuk mencapai apa pun dan dapat menggeluti berbagai profesi. Wanita juga memiliki kemampuan untuk berperan aktif di ranah publik. Keterlibatan Ida I Dewa Agung Istri Kanya dalam Perang Kusamba menjadi bukti nyata, menunjukkan bahwa sejarah Bali juga mencakup peran perempuan dalam konflik bersenjata. Sayangnya, pengetahuan tentang Ida I Dewa Agung Istri Kanya dan prestasinya seringkali terlupakan, terutama oleh generasi muda. Meskipun begitu, kontribusi Ida I Dewa Agung Istri Kanya dalam bidang sastra dan penulisan telah memberikan dampak yang signifikan pada sejarah dan peradaban Bali di masa-masa berikutnya. Saat ini, pemerintah Kabupaten Klungkung sedang berusaha untuk mengusulkan nama Ida I Dewa Agung Istri Kanya sebagai salah satu pahlawan nasional. Namun, hingga saat ini, pemerintah kabupaten masih menghadapi kesulitan dalam mengumpulkan bukti-bukti otentik yang diperlukan, seperti foto, gambar, atau ilustrasi asli yang dapat mendukung pengusulan tersebut. Selain itu, mereka juga sedang berupaya mengumpulkan bukti-bukti pendukung lainnya, seperti lontar, dan bukti otentik lainnya.