Rejang Renteng : Tarian Sakral Pengantar Upacara Dewa Yadnya Saren
Bali dikenal sebagai pulau dengan kekayaan seni dan budaya yang mendalam, termasuk berbagai tarian tradisional yang sarat makna spiritual. Tarian-tarian ini sering kali menjadi bagian tak terpisahkan dari ritual keagamaan, menghubungkan manusia dengan alam dan para dewa. Salah satu tarian yang menonjol adalah Tari Rejang Renteng, sebuah tarian sakral dari Banjar Saren, Nusa Penida, yang menggambarkan keindahan sekaligus kesederhanaan tradisi Bali.
Tari Rejang Renteng merupakan salah satu warisan seni budaya yang berasal dari Banjar Saren, Nusa Penida. Tari Rejang Renteng merupakan hasil rekonstruksi dari versi asli Tari Renteng yang menjadi pengantar Upacara Dewa Yadnya oleh masyarakat di Banjar Adat Saren. Kata "renteng" dalam konteks ini memiliki makna "dalam untaian" atau "dalam deretan," mencerminkan filosofi tarian ini sebagai rangkaian atau penyambung ritual sebelumnya dengan ritual selanjutnya dalam upacara keagamaan. Jero Mangku Gede Ngurah selaku pemangku di Merajan Saren Kawitan Keniten, mengartikan istilah Renteng tersebut “Renteng dapat dikatakan sebagai rentetan, pengertiannya adalah tarian ini menjadi satu kesatuan atau bagian upacara piodalan yang dilaksanakan” (wawancara, 5 Februari 2020). Istilah Renteng yang disampaikan oleh Jero Mangku Gede Ngurah merupakan istilah yang diberikan oleh masyarakat setempat terdahulu pada tarian ini, karena tarian ini menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan Upacara Dewa Yadnya di Banjar Adat Saren.
Sebagai sebuah tarian ritual, Rejang Renteng memiliki beberapa elemen khas yang menjadikannya unik. Tarian ini dibawakan secara berkelompok oleh para wanita dewasa yang sudah menikah, dengan jumlah penari yang harus ganjil, seperti tiga, lima, atau tujuh orang. Sebelum menari, para penari melakukan prosesi pembersihan diri yang disebut melukat sebagai simbol penyucian lahir dan batin. Tarian ini juga dipentaskan dalam konteks khusus seperti upacara piodalan dan ritual panen jagung (jagung meladung), yang dipercayai membawa berkah dan mencegah wabah jika dilaksanakan dengan benar.
Gerakan Tari Renteng
Gambar Penari Renteng dari Dekat ( Sumber : Koleksi Pribadi )
Gerakan dalam Tari Rejang Renteng sangat sederhana namun bermakna mendalam. Tarian ini terdiri dari tiga gerak utama yang dilakukan secara repetitif, yaitu ngelikas (gerakan menyilang dengan ayunan tangan), nguler (gerakan badan bergoyang dengan pola melingkar), dan mentang (gerakan tangan yang dijulurkan ke samping). Struktur pertunjukannya pun sederhana, terdiri dari tiga bagian yang saling menyambung tanpa adanya perubahan ritme atau dinamika musik pengiring.
Busana dan riasan para penari Rejang Renteng juga mencerminkan kesederhanaan dan kesucian. Mereka mengenakan pakaian adat berupa kebaya putih, kamen, dan selendang, serta riasan natural tanpa hiasan berlebihan. Musik pengiringnya, yang dikenal dengan istilah rerentengan, menggunakan alat-alat tradisional seperti kendang, ceng-ceng kopyak, trompong, reyong, dan kempur. Irama musik ini menyatu dengan gerakan para penari, menambah kesan sakral pada tarian.
Sejarah Singkat Tari Renteng
Gambar Para Penari Renteng Beriringan ( Sumber : Koleksi Pribadi )
Sejarah Tari Rejang Renteng menarik untuk ditelusuri. Tarian ini mendapatkan perhatian luas setelah dipopulerkan kembali oleh Ida Ayu Made Diastini dan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali pada tahun 1999, yang menciptakan versi kreasi baru. Namun, versi asli Tari Renteng dari Dusun Saren 1 tetap dijaga keasliannya oleh masyarakat setempat sebagai warisan budaya yang sakral. Hingga saat ini, Tari Renteng tidak mengalami perubahan signifikan sejak pertama kali diperkenalkan di Dusun Saren I.
Dengan segala elemen uniknya, Tari Rejang Renteng mencerminkan kekayaan budaya Bali yang sarat akan nilai-nilai spiritual. Sebagai tarian sakral, ia menjadi simbol penghormatan kepada leluhur dan manifestasi hubungan manusia dengan alam serta kekuatan supranatural. Tarian ini juga menunjukkan bagaimana seni tradisi tetap hidup dan dihormati di tengah perubahan zaman, menjaga identitas budaya masyarakat Dusun Saren I.