Puncak Ngusabha Desa dan Mapahayu Nini: Peristiwa Sakral Setengah Abad, dalam Perjalanan Sejarah desa Adat Mengwitani
Puncak Ngusabha Desa dan Mapahayu Nini menggambarkan perayaan tradisi desa adat Mengwitani yang berlangsung pada 8 Oktober 2024, menandai puncak kedua Karya Agung setelah Ngenteg Linggih. Upacara Ngusabha Desa, yang dipusatkan di Bale Agung, melibatkan 648 Ida Bhatara Guru dan dipimpin oleh lima Sulinggih, menandai momen bersejarah bagi desa. Selain itu, Karya Mapahayu Nini berlangsung di berbagai pura, dimulai sejak 27 September, dengan ritual penting yang berkaitan dengan kesuburan dan perlindungan.
Desa Adat Mengwitani pada tanggal 8 Oktober 2024 telah melewati puncak kedua Karya Agung yaitu Ngusabha Desa dan Mapahyu Nini, setelah puncak pertama Ngenteg Linggih yang jatuh pada tanggal 5 Oktober 2024. Tidak ada yang tahu kapan tepatnya karya ngusabha seperti ini terakhir dilakukan, namun dapat dipastikan hampir mendekati setengah abad yang lalu atau sekitar tahun 1975-an. Ada tutur yang berkembang di masyarakat sebelum 1975-an, peristiwa serupa juga terjadi sekitar tahun 1931.
Pusat pelaksanaan Upacara Ngusabha Desa adalah di Bale Agung, Pura Desa Mengwitani, menghadirkan 648 Ida Bhatara Guru seluruh masyarakat Mengwitani, baik dari Merajan Wayah maupun Carang dari masing-masing keluarga. Menghadapi jumlah Ida Bhatara Guru yang begitu banyak, untuk mempermudah pelaksanaan di lapangan, keseluruhan Bhatara Guru dibagi ke dalam 30 sarad berdasarkan wewidangan 15 banjar.
Semua Ida Bhatara Guru sudah hadir di Bale Agung sejak 28 September 2024, bersamaan dengan Ida Petapakan, Ida Bhatara Pepeletan, dan Kahyangan Tiga. Jadi semua Ida Bhatara Guru mengikuti setiap tahapan prosesi pelaksanaan upacara dari awal.
Iringan Ida Bhatara Guru Murwa Daksina mengitari Bale Agung
Prosesi Ngusabha Desa diawali dengan Nganteb upacara Antaran Kambing pada tanggal 8 Oktober, pukul 07.00, yang dipimpin oleh Ida Mpu Dukuh Samiaga dari Griya Samiaga Penatih. Antaran adalah sarana alas Ida Bhatara untuk munggah ke Bale Agung. Setelah Nganteb Antaran ini selesai, dilanjutkan dengan prosesi Ida Bhatara Guru Murwa Daksina, di mana Ida Bhatara Guru turun dan mengelilingi Bale Agung sebanyak tiga kali. Pada putaran ketiga, Ida Bhatara Kahyangan Tiga, sebagai otoritas spiritual tertinggi di Desa Adat, turun (tedun) beriringan menuju Bale Agung dengan menginjak Antaran Kambing tersebut, kemudian diikuti oleh Ida Bhatara Guru setiap sarad, baru kemudian naik (munggah) ke Bale Agung. Setelah prosesi ini selesai dan Ida Bhatara Kahyangan Tiga serta Ida Bhatara Guru semua telah berstana (melinggih) di Bale Agung, barulah upacara Ngusabha Desa dimulai.
Dari Kanan ke kiri: Ida Pedanda Gede Buruan dari Griya Darmasabha, Ida Bhagawan Geniten dari Griya Taman Abiansemal, Ida Rsi Hari Dantam dari Griya Tumbak Bayuh
Dari kiri ke kanan: Ida Mpu Dukuh Samiaga dari Griya Samiaga Penatih, Ida Pandita Mpu Sastra Wedangga dari Griya Sembung
Upacara Ngusabha Desa dimulai sekitar pukul 09.00, dipimpin oleh lima Sulinggih, yaitu: Ida Pedanda Gede Buruan dari Griya Darmasabha, Ida Pandita Mpu Sastra Wedangga dari Griya Sembung, Ida Bhagawan Geniten dari Griya Taman Abiansemal, Ida Rsi Hari Dantam dari Griya Tumbak Bayuh, dan Ida Mpu Dukuh Samiaga dari Griya Samiaga Penatih. Ini dapat dianggap sebagai momen bersejarah bagi Desa Adat Mengwitani, di mana Karya Agung dipuput oleh para Sulinggih dari kalangan "Sarwa Sadhaka", yang mungkin belum pernah terjadi sebelumnya.
Upacara Ngusabha Desa selesai sekitar pukul 11.00, yang ditandai dengan kembalinya Ida Bhatara Kahyangan Tiga dari Bale Agung menuju tempat melinggih semula yaitu di Pura Desa.
Karya Mapahayu Nini diselenggarakan mulai sore sekitar pukul 13.00. Upacara ini berlangsung di berbagai tempat suci atau pura, dengan Pura Puseh Mengwitani sebagai pusatnya. Titik-titik pelaksanaan upacara Mapahayu Nini antara lain: Pura Puseh Mengwitani, yang dipimpin oleh Ida Mpu Dukuh Celagi Dhaksa Dharma Kerti dari Griya Dukuh Celagi. Kemudian, di Pura Ulun Swi (Pengulu) yang dipimpin oleh Ida Pedanda Gede Ketut Putra Timbul dari Griya Gede Kawi Purna Timbul, serta di Pura Dugul Semanisan dan Temuku Aya yang dipimpin oleh Ida Pedanda Gede Putra Manuaba dari Griya Gede Sangeh. Di Pengutangan Toya Carik, upacara ini dipimpin oleh Ida Pandita Mpu Putra Maha Agung Paramanirbana Biru Daksa dari Griya Agung Andika Sari. Selain di tempat-tempat suci tersebut, upacara juga dilaksanakan di beberapa dugul-dugul munduk kecil seperti Buruan, Dugul Sangdatwa, Dugul Dusun, Dugul Uma Loda, Dugul Delod Bantas, Dugul Babadan, hingga masing-masing sawah (carik) milik masyarakat.
Ida Mpu Dukuh Celagi Dhaksa Dharma Kerti dari Griya Dukuh Celagi
Sebenarnya, rangkaian Mapahayu Nini sudah dimulai sejak tanggal 27 September 2024, yaitu dengan prosesi ritual Ngadegan Perwujudan Dewa Nini menggunakan sarana Padi yang dilakukan di Pura Puseh Mengwitani. Selain itu, juga dilaksanakan ngadegan Dewa Nini di masing-masing rumah masyarakat yang memiliki Dewa Nini, yang biasanya distanakan di lumbung, pulu, atau tempat lainnya yang disiapkan khusus untuk memuja Dewa Nini. Ngadegan Dewa Nini di masing-masing rumah ini diselenggarakan pada tanggal 28 September 2024.
Pada acara Puncak Mapahayu Nini, juga dilakukan ritual ngemedalan (mengeluarkan) Keris Petapakan Ida Ratu Nyoman Pura Desa Puseh, yang merupakan pica dari Pura Pucak Mangu. Ritual ini dilakukan oleh Sulinggih, kemudian oleh Topeng Sidakarya keris ini di-tari-kan sambil murwa daksina mengelilingi pura sebanyak tiga kali, dan diakhiri dengan pembuatan tirta (wangsuh) dari keris tersebut. Wangsuh ini kemudian dibagikan kepada masyarakat Mengwitani. Keris ini diyakini memiliki kekuatan yang berkaitan dengan kesuburan pertanian dan sebagai perlindungan dari bencana.
Topeng Sidakarya Nyolahan Keris Ratu Nyoman
Upacara diakhiri dengan persembahyangan bersama, menciptakan suasana sakral yang mendalam bagi seluruh masyarakat Mengwitani. Sebagai penutup upacara, dilakukan persembahyangan bersama yang dipimpin langsung oleh Ida Mpu Dukuh Celagi. Suasana hening dan sakral sangat terasa selama persembahyangan, terutama ketika Ida Mpu menguncaran puja Siwa Bodha Wisnu, sebuah puja yang mengagungkan Kekuatan Suci Tuhan dalam manifestasi Sanghyang Siwa, Sanghyang Bodha, dan Sanghyang Wisnu.