Pura Luhur Candi Narma Tanah Kilap : Keberadaan Pura dengan Sejarah yang Panjang dan Unik

Pura Luhur Candi Narmada Tanah Kilap merupakan salah satu pura Dang Kahyangan yang terletak di Desa Pemogan, Denpasar tepatnya di muara Tukad Badung. Pura ini dipercayai sebagai tempat memohon anugrah khususnya bagi para pedagang dan nelayan. Pura dengan sejarah dan kisah yang menarik serta indahnya Pura Luhur Candi Narmada membuat pura ini banyak dikunjungi masyarakat.

Apr 10, 2025 - 06:00
Apr 8, 2025 - 18:32
Pura Luhur Candi Narma Tanah Kilap : Keberadaan Pura dengan Sejarah yang Panjang dan Unik
Pura Luhur Candi Narmada Tanah Kilap (Sumber foto : Koleksi pribadi)

Istilah "Pura" yang saat ini digunakan sebagai nama tempat suci dalam agama Hindu berasal dari bahasa Sanskerta, tepatnya dari akar kata "pur" yang mengandung arti kota, benteng, atau kota yang dikelilingi oleh tembok. Penggunaan kata "Pura" sebagai istilah untuk menyebut tempat suci mungkin muncul belakangan. Sebelum istilah "Pura" digunakan, umat Hindu menggunakan kata-kata seperti "Hyang," "Kahyangan," atau "Parhyangan" untuk merujuk kepada tempat-tempat suci mereka.

Pura Luhur Candi Narmada Tanah Kilap berlokasi di perbatasan Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Tepatnya di Muara Tukad Badung di Jalan Bypass I Gusti Ngurah Rai Denpasar.  Keberadaan pura ini memiliki sejarah yang terbilang cukup panjang dan unik.

Dipercayai yang berstana di pura ini adalah Ida Ratu Bhatari Nihang Sakti, sebagai Dewi Kemakmuran. Sebelum berdiri megah seperti saat ini Pura Luhur Tanah Kilap ini sudah ada, meskipun pada awalnya hanya berupa gundukan batu. Sejarah pura ini mencakup periode pemerintahan Kerajaan Bandana Raja, dimana di pesisir bagian selatan Pulau Bali hidup seorang Bendega (nelayan) bernama Pan Santeng, yang sehari-harinya hidup dari aktivitasnya sebagai nelayan di muara sungai yang menghadap ke laut Selatan Bali. Pada suatu hari, ketika sedang melaut, Pan Santeng tidak mendapat ikan sama sekali , kejadian tersebut berlangsung selama tiga hari berturut-turut.

Pada hari ketiga, Pan Santeng akhirnya mengucapkan janji masesangi (kaul), jika dia berhasil menangkap ikan, maka dia akan menghaturkan pekelem dan doanya pun dikabulkan. Sehingga Pan Santeng membangun palinggih di atas batu karang dan dengan tekunnya setiap hari, sang bendega menghaturkan Bhakti di pelinggih tersebut. Hingga pada suatu hari, Pan Santeng mendapat sabda jika pelinggih tersebut adalah tempat stana Ida Brahma Putri dari Patni Keniten yang bernama Ida Ayu Ngurah Saraswati Swabhawa. Pada tahun 1958, seorang ibu dari Kuta kemudian mendapat petunjuk untuk membangun sanggar agung di kawasan pelinggih Ratu Nihang Sakti.

Akhirnya, sanggar agung dibangun dan seiring waktu, pelinggih tersebut semakin banyak dikunjungi oleh masyarakat dari seluruh Kota Denpasar maupun dari luar Denpasar. Terutama, para pedagang dan nelayan menjadikan pura ini sebagai tempat untuk memohon anugrah. Seiring dengan perkembangan zaman, secara bertahap, pembangunan pura Luhur Tanah Kilap semakin berkembang dengan penambahan beberapa gedong dan bangunan lainnya mulai dari Bale Kulkul, Palinggih Ratu Gede Bendega, Gelung kuri dan Peletasan, Pelinggih Padmasana, Pelinggih Meru dan Negara Segara, Pelinggih Berada Rambut Sedana, Pelinggih Penglurah, Pelinggih Bhatara Wisnu, Pelinggih Ratu Bagus, Pelinggih Jineng, Pelinggih Bhatari Nihang Sakti, Gedong Simpen dan Telaga Waja serta Bale Peselang.Kesemua pelinggih tersebut berada di wilayah inti Mandala Pura Luhur Tanah Kilap.

Sementara itu, di areal palemahan, terdapat dua pelinggih lain yakni Pelinggih Persimpangan Bhatara Dalem Ped yang terletak di sebelah timur dan Pura Taman dan Tapa Gni yang terletak di sebelah Barat. Pelinggih dan pura-pura yang ada membentuk suatu kesatuan di Pura Luhur Candi Narmada Tanah Kilap.