Salya Parwa: Pertarungan Terakhir Sang Raja Madra
Kisah ini menceritakan perjalanan heroik Raja Salya di tengah Perang Bharatayudha. Sebagai panglima Korawa, ia terjebak dalam dilema antara kesetiaan dan kehormatan. Dalam duel dramatis melawan Yudhishthira, Salya menunjukkan keberanian luar biasa, menjadikan pertarungan ini sebagai simbol pengorbanan dan konflik moral. Kisah ini menggambarkan pertarungan antara kebaikan dan kejahatan, menjadikannya bagian tak terlupakan dari epik Mahabharata.
Salyaparwa merupakan kitab kesembilan dari seluruh naskah wiracarita Mahabharata yang terdiri atas 18 parwa. Bagian ini bercerita tentang klimaks perang besar antara keluarga Pandawa melawan Korawa yang terjadi di Padang Kurukshetra. Perang ini dalam pewayangan terkenal dengan sebutan Baratayuda.
Setelah kematian Karna, Duryodhana terpaksa mengangkat Raja Salya, raja Madra yang gagah berani, sebagai panglima terakhir pasukan Kurawa. Pertempuran di hari-hari terakhir ini sangat menentukan bagi kedua belah pihak, dan Salya, sebagai panglima memainkan peran penting dalam mempertahankan kehormatan berperang di pihak Kurawa. Salya memutuskan untuk tetap bertarung dengan kehormatan, meskipun dalam posisi yang berlawanan dengan keinginannya. Perang Baratayuda mencapai puncaknya di Padang Kurukshetra. Salya memimpin pasukan Kurawa dengan keberanian luar biasa, meski ia tahu pasukan mereka sudah lemah. Pertempuran di hari-hari terakhir ini sangat menentukan bagi kedua belah pihak, dan Salya, sebagai panglima memainkan peran penting dalam mempertahankan kehormatan Kurawa.
Gambar Menghasut Salya (Sumber: Koleksi Pribadi)
Puncak pertempuran terjadi saat Salya berhadapan dengan Yudhistira. Dengan runtuhnya semangat tempur mereka, kemenangan Pandawa di medan perang semakin dekat dan melawan Salya demi menuntaskan perang ini. Pertarungan mereka berlangsung sengit, di mana kedua raja bertempur dengan kemampuan dan strategi yang tinggi. Namun, akhirnya Yudhistira menemukan celah dalam pertahanan Salya dan berhasil mengakhiri hidup sang raja Madra. Kematian Salya menjadi pukulan telak bagi pasukan Kurawa. Kehilangan pemimpin terakhir mereka menandai awal kehancuran total pihak Kurawa. Dengan runtuhnya semangat tempur mereka, kemenangan Pandawa di medan perang semakin dekat.
Gambar Peperangan (Sumber: Koleksi Pribadi)
Setelah berhasil membunuh Salya, Yudhistira diliputi perasaan sedih yang mendalam. Sebagai hukuman atas kejahatan tersebut, Krishna mengutuk Ashwatthama untuk hidup abadi dalam penderitaan, mengembara di bumi sebagai orang buangan agar ia menyadari bahwa tindakannya adalah bagian dari tanggung jawabnya dalam perang ini. Pertempuran berakhir dengan Bhima menepati sumpahnya untuk menghancurkan Duryodhana, yang menandakan jatuhnya seluruh dinasti Korawa. Namun, dendam tidak berhenti di situ. Ashwatthama, sahabat setia Duryodhana, melakukan pembalasan brutal dengan membunuh anak-anak Pandawa yang tak bersalah.
Gambar Ashwatthama Balas Dendam (Sumber: Koleksi Pribadi)
Dengan berakhirnya pertempuran antara Yudhistira dan Salya, yang berujung pada kematian Salya, perang besar Baratayuda mencapai titik puncaknya. Meskipun Salya bertempur dengan gagah berani, kehancuran pasukan Kurawa tidak bisa terelakkan. Kematian Salya menandai awal dari akhir bagi Korawa, yang semakin lemah tanpa pemimpin terakhir mereka. Dengan berakhirnya hidup Duryodhana di tangan Bhima dan pembalasan dendam Ashwatthama yang kejam, bab terakhir dari konflik panjang antara Pandawa dan Korawa ditutup dengan tragis, meninggalkan kehancuran besar di kedua belah pihak.