Jaje Abug : Jajanan Tradisional Khas Bangli Dari Warisan Leluhur

Jaje abug merupakan camilan tradisional khas Bangli, Bali yang terbuat dari ketan, kelapa, dan gula Bali, diwariskan secara turun-temurun sebagai bagian dari budaya lokal. Proses pembuatannya melibatkan pengukusan, pencampuran, pencetakan, dan penjemuran, menghasilkan rasa manis yang unik. Jajanan ini umumnya disajikan dengan tape saat perayaan adat seperti Galungan dan Kuningan yang melengkapi kedamaian, kebersamaan, serta meneruskan warisan resep turun-temurun.

Apr 7, 2025 - 06:00
Apr 7, 2025 - 09:22
Jaje Abug : Jajanan Tradisional Khas Bangli Dari Warisan Leluhur

Jaje abug adalah salah satu jajanan tradisional yang tidak hanya mengundang kenikmatan pada setiap gigitannya, tetapi juga menyimpan nilai budaya dan sejarah yang mendalam. Di Bali, khususnya di Bangli, jaje abug diwariskan secara turun-temurun sebagai sajian khas yang dibuat dengan penuh ketelatenan. Menggunakan bahan-bahan alami, yakni ketan, kelapa, dan gula Bali, jaje abug hadir dengan cita rasa yang sederhana namun sarat akan kenikmatan dan kekayaan rasa lokal. Dalam berbagai upacara adat seperti Galungan dan Kuningan, kehadiran jaje abug menjadi simbol kebersamaan dan kebahagiaan, menguatkan ikatan antaranggota keluarga yang berkumpul dalam nuansa khidmat dan kebersamaan.

Campuran Ketan Kelapa dan Gula Bali (Sumber Gambar : Koleksi Pribadi)

Jaje abug dibuat dari bahan utama yang relatif sederhana namun kaya akan rasa dan manfaat. Ketan sebagai bahan dasar memberikan tekstur lembut yang berpadu dengan gurihnya parutan kelapa, serta manis khas dari gula Bali. Tidak seperti makanan modern yang mengandalkan bahan tambahan atau perisa buatan, jaje abug mengandalkan kemurnian rasa dari bahan-bahan alam. Gula Bali yang diolah menjadi sirup pekat berwarna cokelat keemasan turut memberikan aroma khas yang membangkitkan selera, menambah keistimewaan pada setiap gigitan. Kombinasi rasa manis dari gula Bali dan gurih dari kelapa memberikan kelezatan yang sederhana namun menenangkan, mencerminkan kesederhanaan hidup masyarakat Bali.

Setiap tahapan dalam pembuatan jaje abug mencerminkan kesabaran dan dedikasi, menjadikannya lebih dari sekadar sajian, melainkan suatu karya seni yang mencerminkan budaya lokal. Diawali dengan mencampur ketan dengan parutan kelapa, kemudian dikukus hingga menghasilkan tekstur yang lembut dan harum. Di sisi lain, gula Bali dipanaskan hingga menjadi sirup kental, yang kemudian dicampurkan ke dalam ketan kelapa yang telah dikukus, menciptakan perpaduan rasa yang harmonis. Campuran ini lalu dicetak menggunakan cetakan lingkaran dan ditekan agar padat, sebelum diiris tipis untuk tahap berikutnya.

Proses Penjemuran Jaje Abug (Sumber Gambar : Koleksi Pribadi)

Pada tahap penjemuran, irisan jaje abug dijemur di bawah sinar matahari untuk mendapatkan tekstur yang sempurna, lembut di dalam namun sedikit keras di luar. Tahap ini juga berfungsi untuk menjaga ketahanan jaje abug agar tetap enak meskipun disimpan dalam waktu yang cukup lama. Setelah kering, irisan-irisan jaje abug ini digulung hingga membentuk lingkaran kecil yang rapi. Setiap gulungan ini menggambarkan keindahan kerajinan tangan tradisional yang telah dijaga dan diwariskan dari generasi ke generasi.

Dalam penyajiannya, jaje abug sering disantap bersama tape, sebuah fermentasi ketan yang menambah sensasi rasa segar di mulut. Kombinasi ini menciptakan perpaduan rasa manis, gurih, dan sedikit asam yang menyatu sempurna di lidah. Tape memberikan sentuhan keasaman yang menyeimbangkan manisnya jaje abug, menciptakan harmoni rasa yang khas. Kehadiran jaje abug dalam perayaan seperti Galungan dan Kuningan lebih dari sekadar sajian pelengkap. Jaje abug menjadi simbol kebersamaan keluarga. Melalui tradisi ini, nilai-nilai kekeluargaan dan gotong royong terasa sangat kuat, di mana anggota keluarga bekerja sama dalam menyiapkan bahan, memasak, hingga menyajikan jaje abug di tengah keluarga besar.

Jaje Abug (Sumber Gambar : Koleksi Pribadi)

Lebih dari sekadar makanan, jaje abug merupakan bentuk penghormatan terhadap warisan leluhur dan identitas budaya Bangli yang kaya. Di tengah arus modernisasi dan perubahan zaman, keberadaan jaje abug tetap dilestarikan oleh masyarakat Bangli sebagai bagian dari identitas mereka. Upaya untuk menjaga tradisi ini tidak hanya sebatas pada proses pembuatan, tetapi juga dalam hal pelestarian nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, seperti gotong royong, kebersamaan, dan rasa syukur.

Melalui jaje abug, kita tidak hanya merasakan kenikmatan kuliner tradisional, tetapi juga disuguhkan dengan cerita sejarah dan budaya yang terbungkus rapi dalam setiap gigitannya. Tradisi ini merupakan bentuk penghormatan kepada para leluhur dan cara untuk terus menjaga identitas budaya Bangli dan Bali secara keseluruhan. Di setiap sajian jaje abug yang tersaji di tengah keluarga, terdapat pesan tentang pentingnya kebersamaan, kerukunan, dan ketenangan yang menjadi inti dari kehidupan masyarakat.