Kerajaan Mengwi: Perjalanan Mengwi Menjadi Kerajaan Besar di Bali
Kerajaan Mengwi, yang didirikan pada abad ke-17 di Bali, dikenal karena kekuatan militer dan pengaruh regionalnya. Di bawah penguasa awalnya, Mengwi memperluas jangkauannya, bahkan memperluas kekuasaannya hingga ke Blambangan di Jawa Timur. Dominasinya dalam urusan perdagangan dan militer menjadikannya sebagai kekuatan penting dalam sejarah Bali, yang berkontribusi pada warisan budaya dan politik di pulau ini.

Awal mula kisahnya adalah ketika I Gusti Agung Putu tidak cakap menjalankan pemerintahan menggantikan ayahnya I Gusti Agung Anom yang telah wafat. Sayangnya I Gusti Agung Putu tidak cakap menjalankan pemerintahan. Selain keras kepala ia juga tidak bijaksana dan tidak peduli kepada rakyatnya, rakyat pun kecewa dan marah. I Gusti Ngurah Batu Tumpeng dari Kekrasan bahkan melakukan pemberontakan. Orang-orang yang masih setia kepada I Gusti Agung Putu tidak mampu mengatasi serangan pemberontak. Semuanya tewas, hanya I Gusti Agung Putu yang bisa bertahan karena ia kebal. Karena ia seorang diri dan dikeroyok banyak orang, akhirnya ia roboh juga. Tetapi begitu semua pemberontak pergi ia siuman. Berita bahwa I Gusti Agung Putu masih hidup segera sampai ke telinga I Gusti Ngurah Batu Tumpeng. Maka I Gusti Agung Putu segera diculik dan dibawa ke Puri Tabanan untuk ditawan di sana.
Pada suatu hari I Gusti Bebalang dari Marga menghadap I Gusti Ngurah Tabanan. Karena ia merasa iba melihat keadaan I Gusti Agung Putu dalam tahanan maka ia mohon kepada penguasa Tabanan agar diijinkan membawa I Gusti Agung Putu ke Marga. Karena I Gusti Ngurah Tabanan sangat percaya kepada I Gusti Bebalang maka permohonan itu dikabulkan dan sejak saat itu I Gusti Agung Putu tinggal di Marga. Beberapa lama setelah tinggal di Marga perilaku I Gusti Agung Putu berubah. Ia menjadi orang yang sangat ramah, bijaksana, dan memiliki perhatian kepada rakyat. I Gusti Bebalang senang sekali melihat perubahan itu, apalagi I Gusti Agung Putu memperlakukan I Gusti Celuk seperti saudaranya sendiri. Suatu saat timbul niat I Gusti Agung Putu untuk membangun kembali kerajaannya yang telah diruntuhkan oleh I Gusti Ngurah Batu Tumpeng. Untuk mewujudkan ambisinya itu Ia lalu pergi ke Bukit Mungsu untuk melakukan yoga semadi. Saat tenggelam dalam keheningan semadi, ia mendapat wahyu berupa penampakan tentang daerah yang akan menjadi wilayah kekuasaan kerajaannya. Saat ia memandang ke arah timur, ia melihat setengah terang dan setengah gelap. Di arah selatan ia melihat terang sampai ke lautan Hindia. Sementara di barat kelihatan gelap, hanya lautan yang tampak terang. Dan di sebelah utara semua terang-benderang. Yang kelihatan terang itulah yang akan menjadi wilayah kekuasaannya kelak.
Atas ijin I Gusti Bebalang, I Gusti Agung Putu kemudian merabas hutan di sebelah selatan Marga dibantu I Gusti Celuk dan 200 orang terpilih yang diberikan oleh I Gusti Bebalang. Di sana ia lalu mendirikan Puri dan tempat itu diberi nama Belayu. Keberadaan I Gusti Agung Putu di Belayu segera didengar oleh I Gusti Tangeb, sepupunya dari pihak perempuan. I Gusti Ngurah Batu Tumpeng segera menghadap ke Belayu dan menyatakan diri ikut bergabung. Terkait dengan rencana mendapatkan kembali kekuasaannya, I Gusti Agung Putu selalu bermusyawarah dengan I Gusti Bebalang. Ia memutuskan untuk menyerang semua anglurah yang tidak mau takluk. Karena takut diserang, Anglurah Mengwi, Anglurah Pupuan, Anglurah Beringkit, Anglurah Penarungan dan lain-lainnya pada menghadap ke Belayu dan menyatakan takluk. Tetapi I Gusti Ngurah Batu Tumpeng tidak mau takluk begitu saja. Karena itu I Gusti Agung Putu bersama I Gusti Celuk mengerahkan laskarnya untuk menyerang I Gusti Ngurah Batu Tumpeng. Maka terjadilah pertempuran yang dahsyat. I Gusti Ngurah Batu Tumpeng tewas bersama sebagian besar prajuritnya dalam peperangan itu. Sisanya melarikan diri ke Kerambitan. Seusai perang, I Gusti Agung Putu pindah ke Bekak. Di sana ia lalu membangun istana yang disebut Puri Kaleran dan kerajaannya diberi nama Kawiapura alias Mengwi sedangkan purinya di Belayu diserahkan kepada I Gusti Celuk.
Pertempuran antara I Gusti Agung Putu dan I Gusti Ngurah Batu Tumpeng
Pada suatu hari I Gusti Agung Putu mengundang Ki Pasek Badak ke purinya secara baik-baik. Ki Pasek Badak datang bersama keluarga dan sebagian rakyatnya. Sesampainya di Puri Kaleran Pasek Badak dan yang menyertainya dijamu dengan makanan enak. Sesudah selesai makan I Gusti Agung Putu menantang Ki Pasek Badak untuk melakukan perang tanding di depan rakyat untuk menentukan siapa yang patut menjadi junjungan. Ki Pasek Badak menerima tantangan itu dan terjadilah perang tanding di antara mereka berdua. Pertarungan berjalan seimbang dan alot karena keduanya sama-sama kebal. Setelah pertarungan berlangsung lama dan tidak ada yang kalah, Ki Pasek Badak akhirnya mengalah karena ia tahu I Gusti Agung Putu memang sudah ditakdirkan untuk menjadi raja besar. Ki Pasek Badak mau menyerahkan nyawanya dengan syarat, setelah kematiannya ia harus disembah oleh keturunan I Gusti Agung Putu. Untuk itu akan didirikan sebuah tempat pemujaan berupa meru bertingkat satu untuk Ki Pasek Badak. Ki Pasek Badak setuju dan memberitahu I Gusti Agung Putu mengenai rahasia kematiannya. Ia minta agar dibunuh dengan senjata lain. Kebetulan pada waktu itu I Gusti Agung Putu baru selesai membuat sebuah pedang yang bersarungkan kayu dapdap. Dengan senjata itulah kemudian Ki Pasek Badak dibunuh dan tewas seketika.
Pertempuran antara I Gusti Agung Putu dengan Ki Pasek Badak
Setelah tunduknya Ki Pasek Badak oleh I Gusti Agung Putu yang kemudian meminta agar disembah oleh Sentana atau (Keturunan) langsung dari I Gusti Agung Putu, maka I Gusti Agung Putu menolak dan diutuslah Widiadara Pineras atau anak angkat dari Raja yang berjumlah 40 orang yang terdiri atas Kasta Brahmana, Ksatria, Wesia, dan Sudra. Kemudian negosiasi itu disetujui oleh Ki Pasek Badak yang akhirnya para kesatria ini diberi nama Bala Putra Dika Bata Batu dan kemudian dijadikan teruna atau pemuda pahlawan perang oleh Kerajaan Mengwi. Sementara itu Raja Tabanan sedang berselisih dengan saudaranya yang memerintah di Penebel. Perang pun tidak dapat dihindarkan. Setelah perang berlangsung sampai satu bulan, Raja Tabanan minta bantuan kepada Mengwi. I Gusti Agung Putu mau memberikan bantuan dengan perjanjian, bahwa apabila Penebel berhasil dikalahkan, ia minta wilayah Marga sebagai upahnya sebab ia ingin membalas budi kepada I Gusti Bebalang yang telah berjasa membantunya mendapatkan kembali kedudukannya sebagai raja. Setelah I Gusti Ngurah Penebel berhasil dikalahkan, Raja Tabanan menepati janjinya. Ia serahkan wilayah Marga kepada Mengwi bersama 40 batang tombak, sebuah bedil bernama Ki Batantanjung dan dua buah kulkul atau kentongan dari kayu masing-masing bernama Ki Jengkal dan Ki Macan. I Gusti Agung Putu lalu memerintah Mengwi dibantu oleh I Gusti Bebalang sebagai menteri sementara I Gusti Celuk tetap di Belayu. Itulah sejarahnya mengapa Marga menjadi milik Mengwi. Kerajaan Mengwi semakin termasyhur setelah I Gusti Agung Putu mendirikan pura di pinggir Danau Beratan yaitu sebuah tempat suci untuk menghormati Hyang Parwata di Gunung Mangu tempat ia dulu mendapatkan wahyu. Rakyat lalu memberinya gelar I Gusti Agung Sakti.
Pada suatu ketika terjadilah peperangan antara Mengwi dengan Buleleng yang diakibatkan oleh anak dari I Gusti Ngurah Panji Sakti yaitu I Gusti Panji Wayahan yang sewenang-wenang merabas atau mengambil hutan jajahan Mengwi. Kemudian diutuslah I Gusti Celuk untuk menuju medan perang, saat itu pasukan perang Buleleng yaitu Taruna Goak yang dipimpin oleh Ki Macan Gading sempat membuat I Gusti Celuk kewalahan karena pasukan ini telah berpengalaman dalam perang Blambangan. Mendengar kabar bahwa pasukan Mengwi kewalahan, I Gusti Agung Sakti pun datang bersama pasukan Bala Putra Batu dan setelah terjadi pertempuran sengit akhirnya pasukan Buleleng berhasil dipukul mundur sampai ke kota. Raja Buleleng I Gusti Panji Sakti lalu mempersembahkan putrinya yang bernama Ni Gusti Ayu Panji kepada I Gusti Agung Sakti sebagai tanda tunduk. Setelah pernikahan tersebut Mengwi semakin berkuasa dan berhasil menguasai wilayah Blambangan yang berada di seberang laut.