Menelisik Sejarah Pura Desa dan Puseh Desa Adat Bresela sebagai Pilar Spiritualitas Masyarakat Desa Bresela
Keberadaan Pura Khayangan Tiga pada suatu desa adat merupakan salah satu elemen penting dalam struktur keagamaan dan spiritualitas masyarakat Bali. Pura Desa dan Puseh Desa Adat Bresela merupakan salah satu wujud nyata keberadaan Pura Khayangan Tiga yang tidak hanya menjadi pusat kegiatan keagamaan dan spiritual masyarakat setempat tetapi juga sebagai pusat aktivitas sosial dan budaya yang mempererat solidaritas masyarakat Adat Desa Bresela.

Pura Desa dan Pura Puseh merupakan bagian dari Pura Khayangan Tiga. Pura Desa atau yang sering disebut dengan Bale Agung difungsikan sebagai tempat pemujaan Tuhan dalam manifestasi-Nya sebagai Brahma, Sang Pencipta (Utpeti). Sementara itu, Pura Puseh difungsikan sebagai tempat pemujaan Tuhan dalam manifestasinya sebagai Wisnu, Sang Pemelihara (Shtiti). Pada umumnya, lokasi Pura Desa dan Pura Puseh terpisah. Namun tidak jarang lokasi kedua Pura ini berada dalam satu kawasan dan hanya dipisahkan oleh candi atau dinding pembatas. Salah satu contoh Pura Desa dan Pura Puseh yang lokasinya berada dalam satu kawasan adalah Pura Desa dan Puseh di Desa Adat Bresela.
Bagian Jaba Sisi Pura Desa dan Puseh Desa Adat Bresela (Sumber Photo: Koleksi Pribadi)
Menurut penuturan Bapak Ida Bagus Putu Astawa, selaku Bendesa Adat Desa Bresela, Pura Desa dan Pura Puseh di Desa Adat Bresela berada di dalam satu kawasan yang bernama kawasan Pura Agung Gunung Mas Merenteng. Pura Puseh di Desa Bresela merupakan bagian yang menyatu dengan Pura Agung Gunung Mas Merenteng. Selain itu berdasarkan penuturan Bapak Wayan Adi, selaku salah satu Prajuru Desa Adat Bresela, kemungkinan besar nama Pura Gunung Mas Merenteng terkait dengan kehidupan masyarakat pada zaman dahulu yang mencari kesejahteraan di wilayah tersebut. Emas, sebagai simbol kesejahteraan, mencerminkan harapan agar kemakmuran masyarakat tidak terputus. Dari dulu, Pura Desa dan Pura Puseh di Desa Adat Bresela memang sudah berada di dalam satu kawasan.
Salah Satu Bale di Pura Desa (Sumber Photo: Koleksi Pribadi)
Di Pura Desa terdapat beberapa bangunan pelinggih yang memiliki fungsinya masing-masing. Pertama terdapat pelinggih Padmasana yang difungsikan untuk memuliakan Tuhan dalam wujud sebagai Ardanareswari. Kemudian terdapat Pengaruman sebagai tempat melinggih atau berstananya Ida Bhatara ketika diadakan odalan di Pura Desa. Terdapat juga Bale Agung yang oleh masyarakat zaman dulu digunakan sebagai tempat melakukan sangkep atau samua yang dalam bahasa Indonesia bisa diartikan dengan rapat, membicarakan tentang adat dan juga piodalan Pura yang ada di seluruh Desa Bresela. Selain itu, terdapat juga Bale Pegat sebagai penghubung antara Pura Desa dan Pura Puseh serta terdapat Pelinggih Ida Bhatara Ratu Gede.
Meru Pura Puseh (Sumber Photo: Koleksi Pribadi)
Di Pura Puseh juga terdapat beberapa bangunan pelinggih. Uniknya, terdapat dua bangunan Meru di Pura Puseh, yaitu Meru Pura Puseh dan Meru Agung Gunung Mas Merenteng. Kemudian, terdapat Pengaruman sebagai tempat berstananya Pralingga atau Tapakan Ida Bhatara ketika diadakan odalan di Pura Puseh dan Pura Agung Gunung Mas Merenteng. Selain itu ada pula pelinggih-pelinggih lainnya seperti pelinggih Bale Ongkara, Limas, Taksu, Lepitan, dan lain-lain. Ketika kita memasuki Pura, suasana spiritual terasa sangat kuat. Perasaan tenang menyelimuti hati. Arsitektur pelinggih yang terdapat di dalam Pura mencerminkan nilai-nilai filosofi, estetika, dan spiritual yang menjadi dasar kehidupan masyarakat Bali. Setiap elemen pelinggih dirancang dengan simbolisme yang mendalam, mencerminkan hubungan harmonis antara manusia, alam, dan Tuhan sesuai dengan konsep Tri Hita Karana.
Meru Agung Gunung Mas Merenteng (Sumber Photo: Koleksi Pribadi)
Penduduk Desa Adat Bresela ada dua macam yaitu Penduduk Desa Pengarep dan Pengempian. Penduduk Desa Pengarep atau yang di sana juga disebut Desa Gede merupakan masyarakat yang mendapatkan pembagian karang (tanah pekarangan) dari Desa Adat Bresela. Penduduk Desa Pengarep inilah yang menjadi pengempon atau pengurus Pura Desa dan Puseh di Desa Bresela. Tetapi jika dalam konteks kebersamaan, keseluruhan penduduk desa tentunya dilibatkan pada prosesi persiapan piodalan di Pura ini, namun sebagai pengempon utamanya tetap Penduduk Desa Pengarep.
Di Pura Desa hari piodalannya jatuh pada Buddha Kliwon Dunggulan dan penyelenggaraan piodalan bisa berlangsung sehari hingga dua hari, sedangkan hari piodalan di Pura Puseh dan Pura Agung Gunung Mas Merenteng jatuh pada Buddha Kliwon Ugu dan penyelenggaraan piodalan bisa berlangsung hingga tiga hari. Lama penyelenggaraan dan persiapan piodalan sangat bergantung dengan tingkatan odalan yang akan diadakan. Jika piodalan yang akan diselenggarakan tidak terlalu besar maka piodalan hanya akan diselenggarakan selama dua sampai tiga hari. Jika piodalannya tingkat menengah atau besar maka lama piodalannya bisa lebih dari tiga hari.