Keagungan Pura Pusering Jagat dalam Pusaran Spiritual Bali

“Pulau seribu pura”, begitulah julukan yang lekat menandai sebuah pulau kecil bernama Bali. Bagaimana tidak, Pulau Bali yang terkenal akan keindahan alamnya yang mempesona memiliki lebih dari sekadar hamparan pantai yang menakjubkan serta kecantikan alamnya yang luar biasa, pulau ini juga menjadi rumah dari berbagai situs-situs tempat suci yang menakjubkan dan kental akan keyakinan serta makna yang mendalam. Salah satu situs tempat suci memukau di Bali yang eksistensinya masih tetap terjaga hingga saat ini adalah Pura Pusering Jagat, yang secara harfiah memiliki arti “Pusat Semesta”.

Jan 1, 2024 - 00:05
Dec 27, 2023 - 21:35
Keagungan Pura Pusering Jagat dalam Pusaran Spiritual Bali
Pura Pusering Jagat (Sumber foto: Koleksi Pribadi)

Terletak di Desa Pejeng, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Pura Pusering Jagat adalah salah satu situs keagamaan yang keberadaannya sangat penting di Bali. Keunikan dan keindahan Pura Pusering Jagat menciptakan pengalaman yang tak terlupakan bagi siapa pun yang memasukinya. Hanya membutuhkan waktu sekitar satu jam dari jantung kota Denpasar, lelah kita akan terbayarkan lunas dengan menyaksikan keagungan bangunan pura yang merupakan bagian dari Pura Sad Kahyangan di Bali yang letaknya berada di pusat atau tengah. Tidak hanya menyimpan nilai-nilai sejarah pendirian, peninggalan-peninggalan kuno, serta keelokan arsitekturnya, Pura Pusering Jagat juga memiliki keindahan panorama yang tak kalah memanjakan mata kita. Lantas bagaimana sejatinya sejarah dari keberadaan Pura Pusering Jagat ini?

 

 

Sejarah pasti terkait pembangunan pura ini mungkin sulit untuk ditemukan karena kurangnya catatan tertulis pada masa itu. Namun, seperti banyak pura lainnya di Bali, Pura Pusering Jagat juga diyakini memiliki akar yang menancap kuat dalam sistem kepercayaan Hindu. Pura ini diperkirakan sudah ada sejak abad ke-10, ketika agama Hindu mulai masuk ke pulau Bali dari wilayah Jawa. Berkaitan dengan letak pura yang berada di Desa Pejeng, dimana pada masa lalu Desa Pejeng ini dianggap sebagai pusatnya Kerajaan Bali Kuno, tempat bagi para raja untuk mencurahkan segenap perlindungan dan rasa welas asih mereka kepada rakyatnya, bagaikan sebuah payung pelindung yang menjaga siapapun dibawahnya. Pura yang secara etimologis, memiliki nama “Pusering Jagat” ini mampu mengungkapkan maknanya dengan indah. Kata Puser yang mengandung makna pusat dan ing yang merujuk pada tempat, berpadu dengan kata Jagatyang berarti dunia atau bumi, melahirkan istilah dengan membawa arti magis sebagai tempat pusatnya seluruh dunia. Namun kendati demikian di dalam naskah kuno, Pura Pusering Jagat juga memiliki sebutan lain yang dikenal dengan nama Pura Pusering Tasik, yang berarti “pusat lautan”. Nama tersebut mengingatkan masyarakat Hindu akan kisah epik pada Adi Parwa, dimana para dewa, detya, dan rakshasa menghadapi perjuangan yang keras untuk mencari “Tirtha Amertha” atau air kehidupan di tengah lautan bernama Ksirarnawa melalui pemutaran gunung Mandaragiri.

 

 

Terlepas dari penggalan kisah tersebut Pura Pusering Jagat yang kekal akan eksistensinya sebagai tempat suci bagi umat Hindu khususnya di Bali meyakini bahwa pura ini sebagai tempat berstana dan dipujanya Dewa Siwa sebagai manifestasi Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki peran kunci dalam kosmologi Hindu. Pura Pusering Jagat berfungsi sebagai tempat untuk berbagai upacara keagamaan dan perayaan seperti “Piodalan” yakni upacara tahunan pura dan juga upacara Melasti atau upacara penyucian. Dalam Lontar Kusuma Dewa, Pura Pusering Jagat juga dijelaskan sebagai tempat suci di mana Batara Amangkurat dipuja. Hal ini berarti bahwa di Pura Pusering Jagat, Tuhan dihormati sebagai panduan bagi mereka yang memegang jabatan dalam mengatur kehidupan rakyat. Pemimpin akan melayani dengan penuh dedikasi kepada yang dipimpinnya, terutama jika mereka yang memegang kekuasaan juga memiliki keyakinan agama yang kuat. Sebab tanpa spiritualitas yang kokoh, penguasa dapat dengan bebas menyalahgunakan kekuasaannya terhadap rakyat yang mereka pimpin. Begitulah keyakinan yang tercipta dan berkembang hangat di tengah-tengah masyarakat.

 

Pelinggih Ratu Pande di areal Nista Mandala pura (Sumber foto: Koleksi Pribadi)

 

Berbicara mengenai pura, masyarakat Hindu di Bali memiliki tatanan konsep khusus mengenai pembagian areal pura yang dikenal dengan istilah “Tri Mandala” yang berarti tiga tempat atau area untuk melaksanakan kegiatan upacara di sebuah pura mencakup Nista Mandala, Madya Mandala, dan Utama Mandala. Hal ini berlaku pula di pura pusatnya dunia, Pura Pusering Jagat yang dimana ketika kita sampai bagian area pertama yang akan kita jumpai adalah area Nista Mandala atau jaba sisi. Begitu sampai kita akan berhadapan langsung dengan “Pemedal” atau pintu masuk pura yang paling pertama dengan menaiki beberapa anak tangga. Tempat berkumpulnya para “pamedak” atau masyarakat umat hindu baik itu untuk melaksanakan “parum” dan kegiatan bersifat kemasyarakatan lainnya bernama “Wantilan” akan menyambut kita begitu tiba di halaman Jaba pura letaknya tepat di sebelah kanan kita berdiri bangunan luas tempat pertemuan para anggota masyarakat tua hingga muda yang menjadi saksi eratnya tali persaudaraan dan ikatan kebersamaan. Kemudian disisi kiri kita akan melihat sebuah bangunan pelinggih suci yang identik dengan kain merah bernama Ratu Pande. Tidak berhenti disitu saja, jika kita melihat lebih dekat terdapat sebuah tempat berupa gelangang atau menyerupai arena pertunjukan berada tepat dibelakang pelinggih Ratu Pande lengkap dengan anak tangga menurun menuju titik tengah yang berada di dasar area.

 

Pelinggih Arca di areal Madya Mandala Pura Pusering Jagat (Sumber foto: Koleksi Pribadi)

 

Pandangan seolah terpaku dan tertuju pada bangunan megah yang berdiri tegak bersama anak tangga dan sepasang patung menyerupai gajah berukuran besar tepat di bagian tengah Pemedal atau pintu masuk menuju areal tengah pura. Bagaikan penjaga yang sigap mengawasi disisi kanan dan kiri ketika kaki hendak beranjak menaiki anak tangga tersebut. Nista Mandala atau Jaba tengah, begitulah istilah yang digunakan untuk menandai areal tengah pura. Pada areal ini kita akan disambut dengan sebuah bangunan “pelinggih arca” tepat di tengah-tengah halaman Nista mandala yang sejajar dengan pemedal bagian tengah. Terdapat pula dua bangunan balai memanjang berjauhan di sisi kiri dan kanan halaman. Suasana ketenangan mulai terasa saat kita berjalan dan meladeni pandangan kita untuk meilirik dan mengamati area sekitar dari jaba tengah Pura Pusering Jagat.

 

 Utama Mandala Pura Pusering Jagat (Sumber foto: Koleksi Pribadi)

 

Langkah kaki yang menuntun melewati pemedal kecil dari jaba tengah terhenti dan kedua mata kita bagaikan tersihir akan keindahan bangunan-bangunan suci pelinggih yang mengelilingi berbagai sudut dengan keasrian arsitektur yang manis dikelilingi bunga-bunga pertamanan. Sungguh bagaikan surga yang tiada duanya, inilah titik puncak dari Pura Pusering Jagat, Utama Mandala. Disinilah pertanyaan-pertanyaan dan jawaban berjegolak tak tersaingi dari dalam hati kita tentang nuansa dan atmosphere sakral peninggalan sejarah serta ketakjuban kita akan mahakarya para pendahulu, sebagai berkat dari Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewa Dewi yang dipuja dan diagungkan di Pura Pusering Jagat ini. Utama mandala yang dalam tradisi umat Hindu areal ini difungsikan sebagai tempat berlangsungnya upacara utama dari kegiatan keagamaan untuk menyembah serta wujud bhakti kehadapan Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberkahi dan memberkati umatnya. Pelinggih-pelinggih di areal Utama mandala sangatlah tertata rapi dengan arsitektur kuno yang tetap ajeg lestari berpadu dengan tatanan modernisasi oleh masyarakat menjadi saksi terjalinya hubungan yang harmonis antara manusia dengan sang penciptanya.

 

Peninggalan-peninggalan Arca di Pura Pusering Jagat (Sumber foto: Koleksi Pribadi)

 

“Arca Lingga Yoni” sebagai simbol “Purusa Pradana” dalam ajaran agama Hindu tertata pada sebuah pelinggih bernama pelinggih gedong purusa di utama mandala pura. Arca Lingga Yoni diwujudkan dengan simbolisme yang sangat eksplisit, yaitu menggambarkan kelamin laki-laki dan perempuan. Keberadaan Arca Lingga Yoni di lokasi ini memiliki makna mendalam sebagai penghormatan kepada Purusa dan Pradana dengan harapan agar keduanya bersatu. Hal ini dianggap sebagai simbol kesuburan dan sumber kehidupan bagi semua makhluk yang mendiami bumi. 

Salah satu keunikan lain dari Pura Pusering Jagat adalah konsep pluralisme yang tercermin dalam berbagai macam arca yang menjadi simbol dari masing-masing sekte di pura tersebut. Hal ini merupakan contoh konkret dari bagaimana leluhur dan para guru suci pada masa lalu mampu mengakomodir berbagai kepercayaan lokal serta sekte-sekte yang berkembang di Kerajaan Bali Kuna. Harmonisasi dalam keberagaman kepercayaan dipersatukan berdampingan di area pura.

 

 

Beranjak pada sisi timur utama mandala terdapat sebuah telaga tanpa air yang disebut dengan “Telaga Maya”. Jika dilihat dengan kasat mata Telaga Maya memang hanyalah sebuah telaga biasa yang kering tidak seperti telaga pada umumnya. Namun siapa sangka bahwa telaga ini menyimpan kisah sakral nan magis yang konon apabila upacara dilaksanakan dengan menghaturkan “Pakelem” yakni sejajen sebagai wujud bhakti kepada sang pencipta penguasa lautan di Telaga Maya ini, maka pakelem akan tembus di perairan Nusa Penida seakan menjadi tanda bahwa Pura Pusering Jagat sedang melaksanakan  piodalan. Sungguh keajaiban yang tak disangka bukan? Tak hanya demikian, kisah lainnya turut terjadi adalah ketika itik dilepas pada Telaga Maya setelah diupacarai sebagai persembahan piodalan. Itik-itik tersebut terlihat berenang dan mengepakkan sayapnya bagaikan berada di air, padahal sebenarnya telaga tersebut tidak berisi air bahkan kering. Inilah yang menjadi keyakinan dalam masyarakat bahwa Telaga Maya memanglah benar-benar sebuah telaga yang penuh dengan air.  

 

Telaga Maya (Sumber foto: Koleksi Pribadi)

 

Pura Pusering Jagat bagaikan permata budaya dan alam yang memukau. Keunikan arsitektur, lokasi yang strategis, kedamaian, serta keanggunannya menjadikan pura ini sebagai tempat yang penuh inspirasi dan refleksi. Selain itu, perannya dalam budaya dan tradisi Bali membuatnya menjadi tempat yang penuh kehidupan dan sarat akan makna bagi penduduk setempat ataupun pengunjung sehingga harus dijaga kesucian dan kelestariannya untuk para generasi mendatang.