Pura Ponjok Batu : Sejarah Pura dengan Jejak peninggalan Perahu Batu Di Kabupaten Buleleng
Pulau Bali dikenal sebagai Pulau Dewata. Tidak mengherankan bahwa di pulau ini banyak bangunan suci Pura, hampir di setiap sudut wilayah dapat ditemukan tempat persembahyangan umat Hindu tersebut. Salah satu Pura dengan nilai sejarah tinggi yang sering ditemui di Pulau Bali adalah Pura Ponjok Batu. Pura Ponjok Batu terletak di Kabupaten Buleleng. Pura ini adalah salah satu Pura Dang Khayangan atau penyusungan jagat yang terkait dengan kedatangan Pendeta Siwa Sidanta Dang Hyang Nirarta (Ida Pedanda Sakti Wawu Rauh) pada abad ke-15 Masehi.
Pulau Bali dikenal sebagai Pulau Dewata. Tidak mengherankan bahwa di pulau ini banyak bangunan suci Pura, hampir di setiap sudut wilayah dapat ditemukan tempat persembahyangan umat Hindu tersebut. Salah satu Pura dengan nilai sejarah tinggi yang sering ditemui di Pulau Bali adalah Pura Ponjok Batu. Pura Ponjok Batu terletak di Kabupaten Buleleng. Pura ini adalah salah satu Pura Dang Khayangan atau penyusungan jagat yang terkait dengan kedatangan Pendeta Siwa Sidanta Dang Hyang Nirarta (Ida Pedanda Sakti Wawu Rauh) pada abad ke-15 Masehi.
Pura Ponjok Batu Buleleng memiliki catatan sejarah yang panjang dan unik. Penduduk Bali juga meyakini bahwa pura ini telah ada jauh sebelum abad ke-15 Masehi. Keyakinan ini diperkuat oleh bukti berupa sarkofagus, yaitu wadah pemakaman yang terbuat dari batu cadas. Praktik pemakaman semacam ini telah digunakan oleh masyarakat Bali sejak sekitar 2500 hingga 3000 SM. Penempatan jenazah dalam sarkofagus merupakan bentuk penghormatan kepada roh leluhur.
Pura Ponjok Batu mendapatkan namanya dari fakta bahwa tempatnya berada di semenanjung dan menjorok ke laut. Pura ini memiliki sejarah misterius, dan sedikit bukti sejarah yang ada, seperti Lontar Dwijendra Tattawa, mencatat tentang keberadaannya di Buleleng.
Kisah kedatangan Pendeta Siwa Sidanta, yang juga dikenal sebagai Danghyang Nirartha, selama masa pemerintahan Dalem Waturenggong menceritakan perjalanan spiritualnya ke berbagai pura, dimulai dengan Pura Pulaki. Selama perjalanan ini, beliau juga mengunjungi Pura Ponjok Batu dan melakukan meditasi di sana.
Ketika Danghyang Nirartha tiba di Pura Ponjok Batu Buleleng, ada cerita bahwa beliau memberikan pertolongan kepada sekelompok orang dan awak kapal yang datang dari Lombok. Menurut cerita tersebut, awak kapal melihat sebuah batu yang bersinar di tengah laut, dan saat mereka mencoba mendekatinya, kapal mereka tiba-tiba mengalami kerusakan dan tidak dapat melanjutkan perjalanan.
Setelah itu, Danghyang Nirartha memberikan bantuan kepada awak perahu sehingga mereka bisa melanjutkan perjalanan mereka kembali ke Pulau Lombok. Beliau kemudian ikut bersama mereka dalam perjalanan ke Lombok. Kabarnya, nilai spiritual dari Pura Ponjok Batu terus berkembang, yang ditandai dengan sinar yang terus-menerus bersinar dari lokasi tersebut.
Pura Ponjok Batu Buleleng tidak hanya memiliki nilai spritual tersendiri bagi umat Hindu Bali. Keberadaannya juga disertai dengan fenomena unik berupa perahu batu yang berada di tengah laut. Perahu ini terlihat berdiri di atas sebuah batu karang dan begitu disucikan oleh masyarakat setempat. Katanya, batu ini telah ada sejak zaman purba, dan memiliki energi yang sangat kuat, cemerlang, serta memancarkan daya tarik yang unik. Batu tersebut kemudian dikenal sebagai Batu Pajenengan. Struktur tempat suci ini juga didirikan sebagai bentuk penghormatan terhadap kebesaran dan kemampuan spiritual Danghyang Nirartha yang membantu para pendeta pada masa itu. Selain itu, juga mencerminkan simbol keberadaan sumber air suci atau petirtaan di pantai tersebut.
Pura Ponjok Batu (Sumber Photo : Koleksi Pribadi)
Setelah kedatangan Danghyang Nirartha, nilai spiritual di tempat suci ini pulih kembali. Pura Ponjok Batu terus memancarkan sinar, bahkan setelah Danghyang Nirartha pergi meninggalkan tempat itu menuju Lombok, seperti yang diceritakan dalam Lontar Dwijendra Tattwa.
Menurut cerita rakyat, Pura Ponjok Batu berasal dari legenda tentang Ida Batara di Bali yang melakukan penimbangan terhadap berat Bali Utara dengan menggunakan Pura Penimbangan di Desa Panji. Hasilnya, Bali Utara bagian timur terbukti lebih ringan. Oleh karena itu, Ida Batara menambah tumpukan batu di wilayah timur Bali Utara agar timbangan tersebut menjadi seimbang.
Pura Ponjok Batu telah mengalami beberapa kali restorasi. Restorasi terbaru dimulai pada tahun 1994 dan mencapai puncaknya dengan upacara Ngenteg Linggih pada Saniscara Wayang Karo, 8 Agustus 1998. Pura ini terbuat dari batu hitam yang dirancang dengan cermat untuk memastikan kekuatannya tetap terjaga.
Setelah kedatangan Danghyang Nirartha, nilai spiritual di tempat suci ini pulih kembali. Pura Ponjok Batu terus memancarkan sinar, bahkan setelah Danghyang Nirartha pergi meninggalkan tempat itu menuju Lombok, seperti yang diceritakan dalam Lontar Dwijendra Tattwa.
Menurut cerita rakyat, Pura Ponjok Batu berasal dari legenda tentang Ida Batara di Bali yang melakukan penimbangan terhadap berat Bali Utara dengan menggunakan Pura Penimbangan di Desa Panji. Hasilnya, Bali Utara bagian timur terbukti lebih ringan. Oleh karena itu, Ida Batara menambah tumpukan batu di wilayah timur Bali Utara agar timbangan tersebut menjadi seimbang.
Pura Ponjok Batu telah mengalami beberapa kali restorasi. Restorasi terbaru dimulai pada tahun 1994 dan mencapai puncaknya dengan upacara Ngenteg Linggih pada Saniscara Wayang Karo, 8 Agustus 1998. Pura ini terbuat dari batu hitam yang dirancang dengan cermat untuk memastikan kekuatannya tetap terjaga.
Pura Ponjok Batu (Sumber Photo : Koleksi Pribadi)
Pura Ponjok Batu merayakan piodalan dua kali setahun, yaitu saat Purnama Desta dan Sasih Kasa Purnama Kasa. Saat piodalan Purnama Desta, penduduk Desa Adat Bangkah, Tejakula, berperan sebagai pelaksana upacara di pura ini. Sementara pada piodalan Sasih Kasa, warga dari seluruh Kecamatan Tejakula turut berpartisipasi. Pada saat odalan atau Purnama Tilem, banyak warga termasuk pejabat, mengunjungi pura ini. Selama perayaan tersebut, banyak yang datang untuk melakukan berbagai upacara seperti tamba, melukat, dan memohon keselamatan.
Ada tradisi yang masih berlangsung hingga saat ini di Pura Ponjok Batu yang dikenal sebagai "Nyegara Gunung." Pura ini memiliki keterkaitan dengan Pura Bukit Sinunggal di Desa Tajun, Kubutambahan. Saat ada Upacara Melasti Ida Batara di Pura Bukit Sinunggal dan beberapa pura lainnya di Tajun, upacara pemelastian selalu diadakan di Pura Ponjok Batu. Ini karena di tempat ini terdapat sumber air tawar yang dianggap suci, dianggap sebagai titik pertemuan antara air darat dan laut.
Keterkaitan antara Pura Ponjok Batu dan Pura Bukit Sinunggal sangat erat. Pura Ponjok Batu dianggap sebagai titik puncak bawah (zenit bawah), sementara Pura Bukit Sinunggal di Tajun dianggap sebagai titik puncak atas (zenit atas). Hal ini mencerminkan harmoni yang abadi antara laut dan gunung. Bali memiliki nilai spiritual yang tinggi karena pantai-pantai di Bali Utara berdekatan dengan pegunungan, sehingga tingkat kesucian di pesisir laut setara dengan tingkat kesucian di daerah pegunungan. Oleh karena itu, pelaksanaan Upacara Nyegara Gunung dalam Upacara Pitra Yadnya menjadi sangat penting.