Museum Saka: Menyemai Warisan Budaya Bali ke Pentas Dunia Melalui Inovasi dan Kolaborasi
Museum Saka, yang terletak di AYANA Bali, merupakan simbol pelestarian budaya Bali, menghubungkan tradisi yang kaya dengan pengunjung dari seluruh dunia. Mengusung nama dari kalender Saka, museum ini menawarkan pengalaman budaya yang mendalam melalui berbagai eksibisi yang menampilkan sejarah, ajaran spiritual, dan seni Bali yang autentik. Dengan fokus pada pendidikan dan pelestarian budaya, Museum Saka mengundang setiap pengunjung untuk merasakan nilai-nilai budaya Bali yang harmonis dan seimbang.
Museum Saka dibangun berdasarkan filosofi Tri Hita Karana, yang berarti harmoni antara Tuhan, alam, dan manusia. Prinsip ini tidak hanya menjadi landasan masyarakat Bali, tetapi juga hadir di setiap sudut museum, mengajak pengunjung untuk mengalami bagaimana nilai-nilai harmoni dan keseimbangan ini diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Filosofi ini tertuang dalam cara masyarakat Bali hidup, berkarya, dan merayakan kehidupannya. Melalui berbagai pameran dan program edukasi, museum ini mengajak setiap pengunjung untuk memahami keindahan hidup yang seimbang dan damai.
Layar Proyeksi Interaktif (Sumber Foto: Koleksi Penulis)
Museum Saka menawarkan eksibisi khusus yang menyelami Hari Raya Nyepi, hari penuh keheningan yang dirayakan oleh umat Hindu di Bali. Pada Nyepi, seluruh aktivitas di Bali berhenti total, menciptakan keheningan yang sakral. Jalan-jalan kosong, bandara pun ditutup, memberikan waktu bagi masyarakat Bali untuk melakukan introspeksi dan menyelaraskan diri dengan alam. Di Museum Saka, pengunjung dapat memahami makna mendalam di balik keheningan ini melalui instalasi visual yang menggambarkan ritual seperti Melasti, prosesi penyucian diri ke laut, serta Pengerupukan, parade yang menampilkan ogoh-ogoh—patung-patung raksasa yang mewakili roh-roh jahat yang harus diusir sebelum Nyepi.
Amuk Rahwana lan Wilmana (Sumber Foto: Koleksi Penulis)
Museum ini menampilkan koleksi ogoh-ogoh yang mengagumkan, termasuk ogoh-ogoh besar berjudul Amuk Rahwana lan Wilmana yang menggambarkan tokoh epik Rahwana. Ogoh-ogoh menggambarkan kisah Raja Rahwana, antagonis utama dalam epik Ramayana. Sebagai raja iblis yang kuat dan cerdas, Rahwana dikenal karena suaranya yang dahsyat dan pengabdiannya kepada Dewa Siwa. Kereta terbangnya, Wilmana, merupakan senjata ampuh yang digunakannya dalam pertarungan melawan Pangeran Rama. Meskipun memiliki banyak kekuatan dan sumber daya, Raja Rahwana pada akhirnya dikalahkan oleh Pangeran Rama, yang melambangkan kebaikan dan keadilan. Kisah ini mengingatkan kita bahwa kebaikan akan selalu menang atas kejahatan, bahkan di masa-masa tersuram sekalipun.
Bhoma Narakasura (Sumber Foto: Koleksi Penulis)
Selanjutnya terdapapat ogoh-ogoh yang tak kalah besarnya, yakni Bhoma Narakasura. Bhoma Narakasura adalah figur dalam mitologi Hindu yang sering dihubungkan dengan kekuatan destruktif dan kehadiran yang mengganggu. Dalam konteks budaya Bali, Bhoma Narakasura dikenal sebagai simbol dari keseimbangan antara penciptaan dan penghancuran. Ia sering digambarkan sebagai makhluk raksasa dengan temperamen yang mengamuk, merepresentasikan kemarahan Dewa Siwa. Cerita mengenai Bhoma Narakasura menyoroti pentingnya keseimbangan di alam semesta, di mana kehadirannya mengingatkan kita akan konsekuensi dari tindakan yang tidak seimbang antara yang baik dan yang buruk. Dalam tradisi ogoh-ogoh Bali, Bhoma Narakasura biasanya diwakili sebagai salah satu karakter yang ditampilkan dalam parade menjelang Hari Nyepi, di mana patung-patung ini diarak untuk diusir sebagai simbol pembersihan dan pengusiran energi negatif dari lingkungan.
Dewi Saraswati (Sumber Foto: Koleksi Penulis)
Dewi Saraswati dalam kosmologi Hindu melambangkan kekuatan feminin yang melengkapi kekuatan maskulin, tergabung dalam Tridevi: Saraswati, Lakshmi, dan Parwati. Saraswati melambangkan kebijaksanaan, pengetahuan, dan kreativitas, menjembatani antara kebijaksanaan surgawi dengan keindahan duniawi, serta memberikan suara bagi ide-ide dalam cakrawala kosmik. Setiap ogoh-ogoh menampilkan ekspresi dan estetika yang mengesankan, memberikan pesan tentang perjuangan antara kebaikan dan kebatilan. Eksibisi ini menggambarkan betapa perayaan Nyepi lebih dari sekadar ritual tahunan, melainkan bagian integral dari nilai-nilai kehidupan Bali yang mengajarkan keseimbangan dan keharmonisan.
Salah Satu Koleksi Lontar (Sumber Foto: Koleksi Penulis)
Selain perayaan Nyepi, Museum Saka menampilkan warisan lontar Bali, yaitu naskah-naskah kuno yang ditulis pada daun lontar. Lontar tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi dan dokumentasi, tetapi juga menyimpan pengetahuan sakral yang diwariskan turun-temurun. Setiap lontar diukir menggunakan pengrupak, sejenis pena besi khusus, dan berisi beragam ajaran yang mencakup ilmu spiritual, pengobatan tradisional, dan sastra klasik. Museum Saka menyajikan koleksi lontar dengan tata artistik yang menarik, sehingga setiap pengunjung bisa melihat keindahan kaligrafi serta mengapresiasi kedalaman isinya.
Pusat Studi Saka (Sumber Foto: Koleksi Penulis)
Museum ini juga memiliki pusat pengetahuan yang disebut SAKA Knowledge Center, dengan koleksi lebih dari 490 naskah lontar dan karya sastra. Dalam eksibisi “Threads of Bali”, pengunjung disuguhkan dengan narasi budaya Bali yang sarat akan ajaran filosofis dan nilai-nilai luhur. Dengan eksibisi ini, museum berusaha menggambarkan bagaimana masyarakat Bali tetap mempertahankan identitas budaya mereka di tengah modernisasi.
Palelintangan (Sumber Foto: Koleksi Penulis)
Museum Saka juga mengangkat kearifan kalender tradisional Bali atau Palelintangan, sebuah kalender yang menggabungkan pekan tujuh hari (Saptawara) dengan pekan lima hari (Pancawara). Kalender ini digunakan oleh masyarakat Bali untuk menentukan hari-hari baik yang mengarahkan aktivitas kehidupan sehari-hari, mulai dari kegiatan adat hingga pertanian. Palelintangan merupakan bukti bahwa konsep waktu di Bali tidak hanya linear, tetapi terikat erat dengan siklus kehidupan alam semesta. Melalui kalender Saka, museum ini memperlihatkan kepada pengunjung bagaimana konsep waktu dalam budaya Bali berfungsi sebagai pedoman spiritual. Eksibisi ini mendorong setiap orang untuk lebih memahami bagaimana masyarakat Bali menghargai waktu sebagai wujud harmoni dengan alam. Museum juga mengadakan program diskusi dan seminar untuk mengajarkan pentingnya harmoni dengan alam dan spiritualitas.
Reading Space (Sumber Foto: Koleksi Penulis)
Di Saka Knowledge Center, koleksi lontar dan buku-buku yang mengesankan tidak hanya menjadi daya tarik utama. Tersedia juga area nyaman untuk menikmati dan menginspirasi, dengan banyak tempat duduk yang dikelilingi suasana hangat, menciptakan lingkungan ideal untuk membaca. Tempat ini memberikan pengalaman belajar yang tak terlupakan, menjadikan setiap momen bersama tulisan menjadi lebih berarti dan berkesan.
Museum Saka dikelola oleh tim yang kompeten dan berpengalaman, dengan Dr. Judith E. Bosnak sebagai direktur, Marlowe Bandem sebagai Penasihat Eksekutif, dan Prof. I Made Bandem di Dewan Penasihat. Dengan pemahaman mendalam tentang budaya Bali, mereka berkomitmen menjadikan Museum Saka sebagai pusat pengetahuan yang diakui dunia. Kepemimpinan mereka telah berhasil menyajikan berbagai eksibisi yang inovatif dan informatif, memperkenalkan Bali kepada dunia dengan cara yang menarik sekaligus edukatif.
Teknologi modern yang digunakan di Museum Saka menambah pengalaman interaktif, memungkinkan pengunjung untuk lebih terhubung dengan budaya Bali secara mendalam. Fasilitas teknologi ini tidak hanya memperkaya pemahaman pengunjung, tetapi juga memberikan pengalaman yang unik dan membekas dalam setiap kunjungan.
Museum Saka hadir bukan hanya sebagai museum, melainkan sebagai sebuah perayaan budaya yang mengajak pengunjung untuk merasakan esensi kehidupan Bali. Melalui eksibisi yang mendalam dan presentasi visual yang modern, museum ini menjadi tempat di mana warisan budaya Bali disemai dan diperkenalkan kepada dunia. Setiap sudut museum ini memancarkan kekayaan budaya yang terinspirasi dari filosofi Tri Hita Karana, menjadikannya lebih dari sekadar objek wisata, tetapi sebagai pengalaman yang memikat dan menginspirasi.
Museum ini tidak hanya menyimpan artefak dan naskah kuno, tetapi juga menghidupkan nilai-nilai budaya yang tersemat di dalamnya. Pengunjung dapat merasakan langsung keindahan seni dan kedalaman ajaran spiritual yang ada dalam tradisi Bali. Museum Saka adalah tempat di mana setiap pengunjung diundang untuk mengenal dan merasakan kehidupan dari perspektif budaya yang menjunjung tinggi keharmonisan.
Dengan visi yang berani dan inovasi yang berkelanjutan, Museum Saka terus menorehkan prestasi sebagai destinasi budaya yang memperkaya pemahaman kita akan Bali. Melalui pengalaman yang unik ini, museum tersebut memberikan ruang bagi setiap orang untuk merenungi nilai-nilai kehidupan yang seimbang, harmonis, dan damai, menjadikan kunjungan ini lebih dari sekadar perjalanan wisata, tetapi juga sebuah pengalaman yang mendalam dan inspiratif.
Museum Saka buka setiap hari dari pukul 10.00 - 18.00, dengan biaya tiket masuk senilai Rp120.000 untuk dewasa dan Rp60.000 untuk anak-anak. Untuk informasi lebih lanjut, anda dapat langsung mengunjungi laman website SAKA Museum melalui tautan berikut sakamuseum.org.