Desa Gunaksa: Sejarah, Warisan Budaya, dan Kearifan Lokal
Desa Gunaksa, dengan sejarah dan kearifan lokalnya, terungkap melalui prasasti Tutuan di Pura Bukit Buluh. Dari diaspora pengikut Ki Mantri Tutuan hingga pendirian pemukiman di Banjar Belimbing, desa ini menarik inspirasi dari pohon beringin. Dalam prosesnya, pelinggih Hindu dan Pura Pewalang Tamah, atau Guna Ksaya, mencerminkan pusat ilmu hitam dan pengetahuan. Guna Ksaya dipilih sebagai nama desa, menciptakan Desa Gunaksa yang menggambarkan sejarah, kearifan lokal, dan inspirasi yang memukau.
Desa Gunaksa merupakan suatu desa yang terletak di Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali, memiliki keistimewaan sebagai salah satu desa adat yang kaya akan sejarah dan warisan budaya. Dengan luas wilayah mencapai 683 Ha, Desa Gunaksa terdiri dari satu Desa Dinas dan satu Desa Adat/Pakraman Gunaksa, didukung oleh tujuh dusun/banjar yang membentuk kehidupan masyarakat desa. Diantaranya adalah Banjar Patus (Banjar Belimbing), Banjar Bandung, Banjar Nyamping, Banjar Kebon, Banjar Tengah, Banjar Babung, dan Banjar Buayang.
Pemandangan Desa Gunaksa Dari Atas Bukit Belong (Sumber : Koleksi Pribadi)
Nama suatu desa seringkali mencerminkan kejadian-kejadian bersejarah dan peristiwa yang tercatat dalam Babad dan prasasti, serta diwariskan melalui cerita dari generasi sebelumnya. Hal ini juga berlaku untuk Desa Gunaksa. Desa ini memiliki prasasti Tutuan yang unik, terletak di Pura Bukti Buluh. Prasasti ini mengungkap kisah Kerajaan Keling dari Jawa Timur yang datang ke Bali, mendirikan pemukiman di Desa Gunaksa dan membentuk Pura Bukit Buluh, yang hingga kini tetap dihormati oleh masyarakat setempat.
Wawancara Dengan Pekak Awik Desa Gunaksa (Sumber : Koleksi Pribadi)
Menurut Pekak Awik Desa Gunaksa, prasasti Ki Mantri Tutuan masih tersimpan dengan baik di Pura Bukit Buluh. Prasasti ini mengisahkan tentang kehidupan Ki Mantri Tutuan dan pemukiman Kerajaan Keling di Desa Gunaksa. Gelar Ki Mantri Tutuan kemudian diwariskan dari Dalem Mangori kepada putranya, Satrya Wangsa, yang merupakan anak pertama dari pasangan Ida Dalem Mangori dan I Berit Kuning. Sejarah ini turun-temurun hingga keturunan Rare Angon.
Pura Bukit Buluh Desa Gunaksa (Sumber : Koleksi Pribadi)
Sejarah Desa Gunaksa menurut prasasti Tutuan Bukit Buluh mencatat bahwa pendiri desa berasal dari Kerajaan Tutuan di Jawa, yang datang ke Bali dan mendirikan pemukiman di dataran bebukitan. Para leluhur ini akhirnya menetap di suatu wilayah yang kemudian diberi nama Banjar Belimbing, sekarang dikenal sebagai Banjar Patus atau wilayah lain yang disebut Dauh Bingin. Nama Banjar Belimbing diambil karena di bagian timur wilayah tersebut terdapat pohon beringin yang berada di komplek SD no.3 Gunaksa. Pohon beringin ini tumbang pada tahun 1952 saat pembangunan sekolah rakyat yang terdampak oleh letusan Gunung Agung pada tahun 1963.
Dalam proses pendirian pemukiman di Banjar Belimbing, para leluhur Desa Gunaksa membangun pelinggih sesuai dengan ajaran Hindu. Pelinggih ini tidak hanya sebagai tanda taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, tetapi juga sebagai batas wilayah yang dikenal dengan nama palemahan. Guna memenuhi persyaratan tersebut, didirikanlah sebuah tempat ibadah yang dinamai Pura Pewalang Tamah atau Guna Ksaya. Pura ini menjadi pusat perkembangan ilmu hitam di kalangan penduduk, dan dari sinilah berkembangnya banyak ilmu pengetahuan. Akhirnya, untuk memberi nama desa atau wilayah pemukiman, dipilihlah nama Guna Ksaya yang kemudian berkembang menjadi nama Desa Gunaksa, menggambarkan kelahiran desa yang kaya akan kearifan lokal dan sejarah yang menginspirasi.