Prapen, Situs Peninggalan Nenek Moyang Pande Di Desa Tihingan

Prapen merupakan nama dari sebuah situs peninggalan yang terdapat di Desa Adat Tihingan, Kabupaten Klungkung. Situs ini ditemukan di tahun 2004 ketika pihak desa bersama dengan ABRI melakukan pemerataan tanah di areal Jaba Pura Dalem Silaparang. Karena kondisi situs perapian atau Prapen ini ditemukan di dekat sungai maka orang-orang di Desa Adat Tihingan percaya bahwa situs ini adalah peninggalan nenek moyang orang-orang Pande di Desa Adat Tihingan. Ini juga melatarbelakangi Desa Adat Tihingan menjadi surganya profesi Pande yang mahir dalam menciptakan alat musik tradisional.

Mar 11, 2025 - 09:31
Mar 11, 2025 - 09:39
Prapen, Situs Peninggalan Nenek Moyang Pande Di Desa Tihingan
Jaba Pura Dalem Silaparang (Sumber: Koleksi Pribadi)

Sejak zaman dulu, masyarakat pribumi Bali telah mengembangkan sistem penggolongan kelas yang mengidentifikasi individu berdasarkan pekerjaan yang mereka geluti. Salah satu contoh sistem ini adalah pemberian nama depan “Pande” bagi mereka yang mengabdikan diri pada seni pengrajin logam atau pandai besi.

Pandai besi, atau yang dikenal sebagai orang Pande, diakui luas atas keahlian mereka dalam mengolah logam menjadi barang-barang jadi yang sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun banyak individu yang mampu menjalankan tugas ini, keyakinan yang mengakar dalam masyarakat Bali adalah bahwa hasil terbaik dan paling bermakna lahir dari tangan-tangan para Pande. Karya-karya istimewa yang melambangkan keahlian tinggi mereka sering kali berasal dari Desa Adat Tihingan, sebuah tempat yang dikenal sebagai lumbung inspirasi bagi seniman logam di Bali.

Desa Adat Tihingan merupakan sebuah desa yang dapat kita disebut sebagai “Surganya Pande”. Banyak orang Pande tinggal di Desa Adat ini. Di era modern ini, Desa Adat Tihingan dinobatkan sebagai sentral produksi alat musik gamelan di Bali. Mengapa demikian? Karena sebagian besar penduduk Desa Adat Tihingan adalah pribumi Bali yang berasal dari golongan Pande, serta kebanyakan dari mereka menggeluti profesi sebagai seorang pengrajin alat musik tradisional Bali.

Orang-orang dari golongan Pande, diyakini sudah tinggal dan menetap sejak zaman Kerajaan Gelgel di Bali. Hal tersebut dapat dibuktikan dari adanya sebuah situs kuno yang dipercaya sebagai peninggalan nenek moyang orang-orang di Desa Adat Tihingan. Situs tersebut adalah sebuah perapian berbentuk lingkaran yang umum digunakan untuk melakukan peleburan logam, situs itu diberi nama “Prapen”. Penyebutan kata “Prapen” berdasarkan pada kata “perapian” yang berasal dari bahasa Indonesia dan “perapen” yang berasal dari bahasa Bali.

Perapian Pada Situs Prapen (Sumber: Koleksi Pribadi)

Perapian Pada Situs Prapen (Sumber: Koleksi Pribadi)

Situs Prapen ini terletak di area Jaba Pura Dalem Silaparang. “Kalau tidak salah, situs ini ditemukan pada tahun 2004,” ujar Bendesa Adat Desa Adat Tihingan, I Gede Pandiyasa. Beliau menuturkan, penemuan situs ini terjadi secara tidak sengaja saat pihak desa manunggal (atau lebih bisa disebut bekerja sama) dengan kelompok ABRI. Kala itu, pihak desa dan ABRI sedang melakukan perataan tanah di area Jaba Pura Dalem Silaparang. Di saat itu, ditemukanlah sebuah perapian berbentuk bulat yang terbuat dari batu bata merah dan terlihat sudah tua.

Orang-orang dari Desa Adat Tihingan pun meyakini bahwa situs ini merupakan peninggalan dari nenek moyang mereka yang merupakan para pandai besi dari golongan Pande. Keyakinan warga ini diperkuat lagi karena lokasi perapian tersebut berletak di Jaba Pura Dalem Silaparang yang di mana Pura Dalem Silaparang sendiri terletak tepat di dekat sebuah sungai. Para pandai besi zaman dahulu umumnya akan membangun bengkel tempat kerja mereka di dekat sumber air, yang di sini merupakan sebuah sungai. Selain itu, sebuah perapian modern sangat jarang dibangun di dekat sumber air karena teknologi yang ada. Orang-orang desa pun sangat meyakini bahwa situs tersebut benar-benar peninggalan dari nenek moyang Desa Adat Tihingan.

Desa Adat Tihingan adalah Desa Adat Anyar atau desa adat yang bisa dibilang sebagai desa adat baru. Dari hasil wawancara bersama Bapak Pande I Gede Suadiyasa yang merupakan pemilik bengkel pembuatan alat musik tradisional terbesar di Desa Adat Tihingan, Gong Tari, beliau mengatakan, “Dahulu kami membuat peralatan seperti keris, namun karena adanya keperluan adat kami beralih ke pembuatan gamelan.” Dari penuturan beliau, penulis memiliki asumsi kuat bahwa memang benar sejak dulu orang-orang Pande sudah mendiami Desa Adat Tihingan. Pembuatan senjata, seperti keris, tentunya bukan tanpa alasan mereka membuat senjata. Bisa saja (kemungkinan) orang-orang desa dimintai melakukan pembuatan senjata karena kondisi sedang perang kala itu. Beliau juga mengatakan kalau mereka beralih ke pembuatan alat musik, kemungkinan itu terjadi setelah gejolak perang di Pulau Bali.

Tempat Persembahan Pada Situs Prapen (Sumber: Koleksi Pribadi)

Tempat Persembahan Pada Situs Prapen (Sumber: Koleksi Pribadi)

Karena bukti yang kuat akan keberadaan situs Prapen sebagai peninggalan nenek moyang Desa Adat Tihingan, situs ini lantas disucikan dan dibuatkan sebuah tempat untuk persembahan. Orang-orang Desa Adat Tihingan akan melakukan upacara piodalan di setiap hari-hari tertentu, salah satunya Tumpek Landep, di situs Prapen. Selain itu, karena kepercayaan dan tradisi yang sangat kuat dan khas di Desa Adat Tihingan, warga-warga di sana akan menarikan sebuah Tarian Sakral di hari-hari dan upacara-upacara tertentu yang bernama Tari Rejang Pande Suci Wedana.

Pada hakikatnya, praktik penyucian tempat-tempat dan benda-benda di Bali bukanlah upaya untuk memujanya, melainkan merupakan ungkapan rasa terima kasih. Sebagai contoh, situs Prapen di Desa Adat Tihingan menjadi tidak hanya sekadar tempat bersejarah, melainkan simbol penghargaan dan ucapan terima kasih yang mendalam kepada nenek moyang. Melalui ritual piodalan dan upacara-upacara lainnya, masyarakat Desa Adat Tihingan tidak hanya menjaga warisan sejarah, tetapi juga merayakan keberlanjutan dan keberkahan yang mereka percayai berasal dari tangan-tangan terampil nenek moyang mereka.

Pandangan terhadap pengrajin logam, khususnya golongan Pande di masyarakat Bali, merupakan sebuah apresiasi yang mendalam terhadap keahlian dan kontribusi mereka dalam mengolah logam. Profesi sebagai pandai besi dianggap sebagai warisan budaya yang tak ternilai, mengingatkan masyarakat akan kehadiran nenek moyang mereka. Orang-orang Pande dihormati atas kemampuan mereka dalam menciptakan karya seni logam yang memiliki nilai estetika tinggi dan kegunaan praktis dalam kehidupan sehari-hari. Pengakuan ini tercermin dalam pemberian nama depan "Pande" yang menjadi identitas bagi mereka yang menjalankan profesi ini. Meskipun banyak individu mampu menjalankan tugas pengolahan logam, keyakinan masyarakat Bali adalah bahwa hasil terbaik dan paling bermakna lahir dari tangan-tangan para Pande. Sebagai pengrajin logam, mereka tidak hanya dianggap sebagai pembuat barang, tetapi juga sebagai penjaga kearifan lokal, nilai-nilai tradisional, dan warisan budaya yang hidup dalam setiap rincian karya seni yang mereka ciptakan.

Di tengah arus modernisasi yang terus berkembang, orang-orang Desa Adat Tihingan memiliki harapan agar tradisi pandai besi tetap dapat bertahan dan berkembang. Mereka menginginkan agar keahlian dalam mengolah logam, seperti yang ditunjukkan oleh golongan Pande, tidak hanya lestari namun juga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.

Harapan tersebut tidak hanya mencakup aspek teknis pembuatan, tetapi juga melibatkan semangat kebersamaan dan keberdampingan di antara komunitas pandai besi. Masyarakat Desa Adat Tihingan berharap agar nilai-nilai kearifan lokal dan semangat gotong-royong tetap menjadi inti dari tradisi pandai besi mereka. Dengan adanya dukungan dari pemerintah dan masyarakat luas, mereka berambisi untuk melestarikan keunikan dan kekayaan budaya yang terkandung dalam seni pandai besi, menjadikannya tidak hanya sebagai warisan berharga bagi mereka sendiri, tetapi juga sebagai aset budaya yang dapat dinikmati oleh generasi mendatang.

KadekIndra Seorang mahasiswa yang menggemari multimedia dan berkendara.