Pura Dalem Kloping: Tempat Suci Leluhur Keluarga Arya Kloping

Pura Dalem Keloping, terletak di Klungkung, Bali, merupakan tempat pemujaan yang penting bagi masyarakat setempat. Dibangun oleh pengungsi sebagai ungkapan bhakti kepada Ida Sanghyang Widi dan leluhur mereka, pura ini melambangkan warisan budaya dan sejarah yang kaya. Bangunan utamanya dihiasi dengan ukiran khas Bali dan simbol keseimbangan, seperti kain poleng. Pura ini juga berfungsi sebagai lokasi strategis untuk upacara keagamaan dan tradisi masyarakat.

Dec 24, 2024 - 00:00
Nov 15, 2024 - 23:12
Pura Dalem Kloping: Tempat Suci Leluhur Keluarga Arya Kloping
Papan Nama Pura Dalem Keloping (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)

Pada masa pemerintahan Raja Gelgel Dalem Waturenggong, terjadi banyak intrik dalam pemerintahan. Terdapat keyakinan di kalangan keturunan Arya Kepakisan bahwa mereka, sebagai keturunan Ksatria, memiliki hak lebih besar untuk memerintah dibandingkan keturunan Sri Aji Kresna Kepakisan, seorang raja yang berasal dari keturunan Brahmana. Perasaan-perasaan tersebut mungkin muncul saat situasi ibu kota kerajaan mengalami degradasi, kemelut politik, dan skandal-skandal hubungan percintaan.

Apabila para Raja Gelgel kurang memikirkan kesejahteraan rakyat dan terlibat dalam skandal yang bertentangan dengan norma-norma kehidupan seorang Ksatria, maka muncul ajakan dalam batin para ahli waris Arya Kepakisan untuk bangkit dan memimpin pergolakan demi mempertahankan harga diri. Keinginan I Dewa Anggungan untuk berkuasa, dipadukan dengan kepentingan I Gusti Agung Batan Jeruk, mengakibatkan terjadinya pabalik atau perlawanan terhadap Raja.

Pintu Masuk Pura Dalem Keloping (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)

Setelah perlawanan I Gusti Batan Jeruk dapat ditumpas oleh pasukan setia kepada Dalem, sanak saudara Kiyai Keloping melarikan diri ke arah yang tidak pasti. Sebagian mengungsi ke Karangasem, sementara yang lainnya bersembunyi di sekitar kaki bukit sebelah barat desa Dawan, sebelah timur desa Gunaksa, dan sebelah timur desa Pesinggahan, Kabupaten Klungkung. Di antara mereka yang mengungsi adalah sanak saudara Kiyai Petandakan, Kiyai Pelangan, Kiyai Keloping, Kiyai Cacaran, dan Kiyai Anggan.

Selama lebih dari 20 tahun mengungsi di sekitar kaki bukit tersebut, mereka tidak melupakan Ida Sanghyang Widi dan Leluhur Yang Telah Suci. Sebagai ungkapan rasa bhakti, mereka membangun Pura Dalem Keloping.

Pura Dalem Keloping terletak di Jl. Raya Babung, Gunaksa, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung, Bali. Pura ini merupakan salah satu pura penting bagi masyarakat Bali, khususnya di kawasan Klungkung, dan berfungsi sebagai tempat pemujaan leluhur keluarga Keloping. Lokasinya yang strategis di tepi jalan raya Babung memudahkan akses bagi umat Hindu yang ingin melaksanakan persembahyangan atau upacara adat di tempat ini.

Tugu Pajenengan di Pura Dalem Keloping (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)

Tugu Pajenengan utama pura didominasi oleh warna bata merah dan dihiasi dengan ukiran khas Bali yang detail dan penuh seni. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat utama untuk persembahyangan dan pemujaan di Pura Dalem Keloping. Menuju ke bangunan utama, terdapat tangga yang dihiasi ukiran berbentuk naga atau makhluk mistis, yang dipercaya sebagai simbol perlindungan dan kekuatan. Ukiran naga ini diperkaya dengan detail berwarna emas, menunjukkan kemegahan dan keterampilan seniman lokal Bali.

Salah satu patung atau pilar di samping tangga dililitkan kain poleng (kain kotak-kotak hitam-putih), sebagai simbol keseimbangan antara dua kekuatan berlawanan seperti baik dan buruk, sekaligus melambangkan harmoni dalam kehidupan. Kain poleng ini sering digunakan di pura sebagai simbol perlindungan spiritual. Selain itu, terdapat lampu berdiri yang mungkin digunakan sebagai penerangan saat upacara malam hari, menambahkan unsur modern dalam kompleks pura ini. Ornamen pada atap dan pilar bangunan utama juga menunjukkan keindahan arsitektur tradisional Bali yang rumit dan kaya akan simbolisme.

Pura Dalem Keloping merupakan simbol penting bagi masyarakat Bali, terutama di kawasan Klungkung, yang tidak hanya berfungsi sebagai tempat pemujaan, tetapi juga mencerminkan warisan sejarah dan budaya yang kaya. Membangun pura ini adalah ungkapan rasa bhakti dan penghormatan para pengungsi kepada Ida Sanghyang Widi dan Leluhur mereka setelah mengalami pergolakan dalam sejarah pemerintahan.