Paibon Ki Mantri Tutuan, Pura Leluhur Keluarga Besar Desa Gunaksa

Pemujaan kepada leluhur, atau Tarmalupeng Pitra Puja, merupakan aspek penting dalam tradisi keagamaan Ramayana. Dalam Desa Gunaksa, keluarga besar mendirikan Paibon Ki Mantri Tutuan pada tahun 2009 sebagai tempat pusat pemujaan leluhur dan pertemuan anggota keluarga dari berbagai daerah. Paibon tersebut didirikan dengan konsep Tri Mandala, memiliki berbagai pelinggih yang mewakili nilai-nilai spiritual dan keseimbangan antara dunia materi dan spiritual. Setiap tahun, keluarga besar ini menjalankan upacara piodalan pada Purnama Kapat sebagai ungkapan penghormatan kepada leluhur dan menjaga keseimbangan spiritual dalam budaya Bali. Ritual ini tidak hanya menguatkan ikatan keluarga, tetapi juga melestarikan nilai-nilai warisan budaya dari generasi ke generasi.

Feb 28, 2024 - 00:37
Feb 27, 2024 - 23:20
Paibon Ki Mantri Tutuan, Pura Leluhur Keluarga Besar Desa Gunaksa
Apit Surang Paibon Ki Mantri Tutuan (Sumber Photo : Koleksi Penulis)

Pemujaan kepada leluhur, yang dikenal sebagai Tarmalupeng Pitra Puja, adalah salah satu aspek penting dalam tradisi keagamaan Ramayana. Dalam teks-teks suci seperti Iti Prakerti, Siwa Gama, Putusan Bhagawan Manohari, dan Jajar Kemiri, diterangkan tahap-tahap yang harus dilalui dalam rangka menghormati leluhur. Inti dari isi lontar tersebut adalah kewajiban bagi setiap kepala keluarga (KK) dalam suatu pekarangan rumah untuk membangun Perihyangan yang disebut Sangar Kabuyutan. Perihyangan ini merupakan tempat suci yang memancarkan Kemulan Taksu, energi spiritual yang penting. Menurut Lontar Siwa Gama, jika terdapat 10 keluarga atau lebih dalam satu pekarangan yang berasal dari beberapa KK, mereka harus membentuk ikatan kekerabatan berdasarkan satu keturunan. Hal ini dikenal sebagai Sanggah Gede atau Merajan Agung, yang juga sering disebut Merajan Pertiwi. Apabila kepala keluarga berkembang dan terdapat beberapa keluarga yang tersebar di berbagai lokasi, maka Sanggah Gede atau Merajan Agung harus didirikan lebih dari satu. Inilah yang disebut dengan wenang ngwangun Paibon. Dengan kata lain, Paibon adalah ekspansi dari Sanggah Gede untuk mengakomodasi pertumbuhan keluarga yang lebih besar dan tersebar. Penting untuk dipahami bahwa ini bukan sekadar peraturan ritual, tetapi juga mencerminkan komitmen dalam menjaga integritas moral dan spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Prabu Dasarata dalam Kekawin Ramayana adalah contoh yang baik dalam mengikuti prinsip Tarmalupeng Pitra Puja, yang menunjukkan penghargaan mendalam terhadap leluhur dan nilai-nilai moral yang kuat.

  

Utama Mandala Paibon Ki Mantri Tutuan (Sumber Photo : Koleksi Penulis)

 

Di Desa Gunaksa, sebuah keluarga besar mendirikan sebuah Paibon Ki Mantri Tutuan. Dalam upaya untuk menjaga dan merayakan hubungan mereka dengan kerabat di berbagai daerah, salah satu kepala keluarga tersebut memutuskan untuk mendirikan Paibon Ki Mantri Tutuan pada tahun 2009 atas dasar penikaan atau permintaan dari leluhur melalui media orang suci yaitu Pedanda . Keluarga ini memiliki ikatan yang kuat dengan berbagai kerabat di berbagai daerah yang mencerminkan peranan penting keluarga tersebut dalam menjaga tradisi keagamaan dan kekerabatan. Salah satu keluarga besar di Desa Gunaksa memiliki akar keturunan yang sangat dalam merentang ke berbagai penjuru daerah di Indonesia seperti di Jawa, Sulawesi, dan Sumatera.

 

Paibon Ki Mantri Tutuan ini didirikan sebagai pusat pemujaan dan penghormatan kepada leluhur keluarga serta sebagai tempat untuk berkumpulnya anggota keluarga dari berbagai daerah yang masih memiliki satu akar keturunan yang sama. Paibon tersebut terletak di Banjar Patus, Desa Gunaksa.  Paibon tersebut tidak lepas dari konsep Tri Mandala, Tri Mandala berasal dari kata tri dan kata mandala. Tri artinya tiga dan mandala artinya tempat. Jadi, Tri Mandala artinya tiga tempat untuk melakukan kegiatan pada saat pelaksanaan upacara di sebuah pura. Pada Paibon Ki Mantri Tutuan, bagian Nista Mandala atau bagian terluar dari paibon sebagai tempat untuk mempersiapkan Yadnya, lalu Madya Mandala yang merupakan bagian tengah sebagai tempat balai gong, balai kulkul, dan Apit Surang yang berfungsi sebagai pelindung dan penghalang terhadap energi negatif serta untuk menghapus pikiran-pikiran kotor sebelum memasuki area suci Utama Mandala yaitu tempat yang paling utama untuk melakukan pemujaan terhadap Ista Dewata manifestasi Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa serta tempat pelinggih-pelinggih yang memiliki fungsinya masing-masing. Bale Piasan, sebagai ruang untuk menghias dan merangkai simbol-simbol suci seperti daksina pelinggih dan arca, menjadi tempat utama dalam upacara piodalan sebagai bentuk bhakti kepada leluhur. Pelinggih Penglurah, dengan struktur bebaturan dan letaknya di sebelah kiri paibon, mengingatkan akan unsur Bayu/Angin sebagai penggerak kehidupan menurut konsep Panca Maha Bhuta. Sapta Patala, sebagai pelinggih Ida Sang Hyang Antaboga, menjadi titik fokus untuk pemujaan terhadap dunia dan simbol keterhubungan dengan dimensi spiritual. Pelinggih Bhatara Hyang Ibu menjadi tempat bagi leluhur yang telah menjadi Dewa Hyang setelah di linggihkan dalam upacara Karya Gede Ngenteg Linggih. Pelinggih Gedong Tumpang Dua, sebagai linggih atau tempat berstana dari Bhatara Kawitan Tutuan, menyimbolkan hubungan yang erat dengan leluhur. Pelinggih Sanggaran, sebagai pelinggih sentral, menjadi tempat utama untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi, merepresentasikan makrokosmos dan alam semesta. Gedong Sari dan Limascari Catu, masing-masing menjadi tempat pemujaan Sang Hyang Sri Sedana dan Ida betara tohlangkir atau Gunung Agung, menambahkan dimensi spiritual yang kaya. Gedong Sakaluan berfungsi sebagai tempat pengayatan kepada Mpu Kuturan. Puncaknya, Sapta Tenggeng, memancarkan aura suci sebagai Taksu dari Paibon Ki Mantri Tutuan. Pelinggih terakhir, bale pengaruman, memiliki fungsi penting dalam upacara atau piodalan, menjadi tempat ngeligihan arca (simbol Sang Hyang Widhi) untuk memohon keselamatan alam semesta dan isinya.Dalam budaya Bali yang sarat dengan spiritualitas dan keberagaman, pelinggih-pelinggih ini memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan antara dunia materi dan spiritual. Pelinggih mencerminkan keyakinan dan nilai-nilai yang kuat, yang menjadi landasan dalam menjalani kehidupan sehari-hari dan menjaga hubungan yang erat dengan entitas spiritual yang membimbing mereka sepanjang perjalanan kehidupan.

 

Bale Pengaruman Paibon Ki Mantri Tutuan (Sumber Photo : Koleksi Penulis)

 

Setelah melakukan upacara Ngenteg Linggih pada November 2022 tepatnya pada saat Purnama Kapat akhirnya Paibon Ki Mantri Tutuan melakukan upacara piodalan untuk menyembah leluhur setiap tahun pada Purnama Kapat yang akan datang setiap tahunnya, keluarga besar di Desa Gunaksa menjalankan ritual yang khusus dan sakral. Upacara piodalan ini menjadi momen penting yang ditentukan oleh upakara yadnya, yang merupakan puncak dari serangkaian karya keagamaan. Saat Purnama Kapat, yang jatuh pada tanggal tertentu setiap tahunnya, menjadi hari yang sangat dihormati mereka. Ritual ini adalah ungkapan penghormatan dan rasa terima kasih kepada leluhur, yang memiliki peran penting dalam melindungi dan membimbing keluarga besar sepanjang perjalanan kehidupan mereka.

 

Piodalan tidak hanya merupakan wujud penghormatan kepada leluhur, tetapi juga sarana untuk menjaga keseimbangan spiritual dalam budaya Bali. Ini adalah saat di mana keluarga berkumpul di Paibon Ki Mantri Tutuan untuk melakukan persembahan kepada para dewa, roh leluhur, dan mengisi diri dengan energi positif. Selain itu, upacara ini juga menjadi wadah untuk menjaga dan merayakan tradisi dan warisan budaya. Saat menjalani upacara piodalan, keluarga besar Tutuan Desa Gunaksa merasakan bahwa mereka menjalankan prinsip-prinsip Tarmalupeng Pitra Puja dengan sungguh-sungguh, menjaga integritas moral dan spiritual dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dengan cara ini, mereka tidak hanya memperkuat ikatan kekerabatan di antara keluarga yang tersebar di berbagai lokasi, tetapi juga melestarikan nilai-nilai yang diwariskan dari generasi ke generasi. Upacara piodalan pada saat Purnama Kapat adalah momen yang kaya akan makna dan spiritualitas dalam menjalani kehidupan mereka.