Tari Baris Keraras: Simbolisme dalam Ritual Aci Tulak Tunggul Desa Mengwi

Bali memukau dengan pesona alamnya dan keberagaman budayanya. Dalam konteks Agama Hindu, upacara yadnya disertai seni pertunjukan seperti Tari Baris Gede, mencerminkan bhakti kepada Tuhan. Tari Baris Keraras dari Mengwi unik dengan vokal, penari tunggal, dan atribut makanan, menggambarkan kehidupan agraris dan hubungan dengan alam. Atribut tarian mengandung simbolisme mendalam terkait kehidupan petani dan kelestarian lingkungan. Upacara Aci Tulak Tunggul di Pura Taman Ayun menjadi panggung bagi tarian ini, diyakini membawa berkah bagi tanggul, air, dan pertanian. Masyarakat yakin pelaksanaan tarian ini menjaga kesuburan tanah dan melindungi sawah dari hama. Fungsi tarian ini tidak hanya mempertahankan adat, tapi juga membangun kebersamaan dan solidaritas di Desa Adat Mengwi. Hubungan simbolis Tari Baris Keraras dengan telaga dan sawah mencerminkan sikap cinta lingkungan, sejalan dengan konsep Tri Hita Karana.

Feb 28, 2024 - 00:27
Feb 27, 2024 - 23:18
Tari Baris Keraras: Simbolisme dalam Ritual Aci Tulak Tunggul Desa Mengwi
Tari Baris Keraras (Sumber Photo: Koleksi Penulis)

Bali memukau dengan keindahan alamnya yang tak terbandingkan oleh destinasi lain di dunia. Keunikan pulau ini tidak hanya tercermin dalam panorama alam yang menakjubkan, tetapi juga dalam keberagaman budaya dan kekayaan adat istiadat yang berbeda di setiap desa. Semua ini menjadikan Bali sebuah destinasi yang tak hanya indah secara alamiah, tetapi juga kaya secara kultural dan unik.

Dalam Agama Hindu di Bali, tidak terlepas dari yadnya atau korban suci yang diiringi dengan perayaan yang penuh warna, suara merdu, dan tarian. Dalam lima jenis yadnya, yaitu Dewa Yadnya, Pitra Yadnya, Manusa Yadnya, Rsi Yadnya, dan Bhuta Yadnya, masyarakat Bali selalu menciptakan sentuhan seni dan kreativitas sebagai bentuk persembahan tulus kepada Tuhan. Meskipun setiap yadnya memiliki sarana yang berbeda, esensi utamanya tetap terletak pada ketulusan hati. Langkah mendasar dalam melibatkan diri dalam upacara yadnya adalah berkomunikasi atau berkontak bathin dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan manifestasinya. Penting untuk diingat bahwa menyatakan pengabdian bukanlah sekadar tentang pengeluaran uang yang besar, melainkan memahami sepenuhnya makna dan wujud dari yadnya tersebut.

Selain dalam bentuk upakara, persembahan kepada Tuhan juga dilakukan dalam bentuk seni pertunjukkan. Salah satu bentuk seni pertunjukan di Bali yang mencolok adalah tari wali, sebuah jenis tarian sakral yang dihadirkan secara eksklusif sebagai bentuk penghormatan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Tarian ini bukan hanya sekadar pertunjukan, melainkan merupakan ungkapan tulus cinta dan bhakti yang mendalam kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Beragam jenis tari wali hadir sebagai elemen penting dalam penyelenggaraan upacara yadnya. Salah satunya adalah Tari Baris, yang memperkuat kesakralan dalam setiap pelaksanaan upacara yadnya. Setiap kali upacara ini diadakan, Tari Baris menjadi simbol dari widyadara dan apsara, sebagai contoh yang diilustrasikan dalam Tari Baris Gede. Dalam intinya, Tari Baris memvisualkan ketangkasan sebuah pasukan. Sesuai dengan namanya, tarian ini menghadirkan penampilan keteraturan barisan prajurit yang menonjolkan kecakapan mereka secara luar biasa.

Tari Baris Keraras merupakan salah satu jenis Tari Baris yang khas berasal dari Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali. Tarian ini mencuri perhatian dengan keunikannya, terutama pada iringan yang tidak mengandalkan gambelan, melainkan hanya menggunakan vokal yang dinyanyikan langsung oleh penari sambil menari, sementara atribut atau pepayasan yang digunakan terbuat dari bahan makanan. Daya tarik tambahan dari Tari Baris Keraras bahwa tarian ini dipentaskan oleh satu penari saja, yang mewakili satu garis keturunan.

Atribut dalam Tari Baris Keraras mengandung makna mendalam, seperti gelungan yang terbuat dari daging babi yang menjadi lambang bunga dan buah, mewakili kesuburan tanah pertanian. Kalung urutan dan gelang kana merupakan simbol ular, dipercayai sebagai pengusir hama seperti tikus di sawah, sehingga padi dapat tumbuh tanpa terganggu. Lambang Keraras menggambarkan hutan, menandakan bahwa kehidupan petani terkait erat dengan hutan sebagai sumber mata air yang mengairi sawah dan memberikan kesuburan pada lahan pertanian. Keris dari adonan sate melambangkan unsur purusha atau laki-laki, menggambarkan laki-laki sebagai tulang punggung keluarga yang memberikan kesejahteraan bagi semua anggota keluarganya. Beberapa atribut Tari Baris Keraras terbuat dari makanan, menjadi persembahan kepada para gamang atau wong samar di tanggul, untuk memberikan kesuburan pada tanah pertanian di Subak Bukti Batan Badung.

Simbol gerak yang tersirat dalam Tari Keraras adalah ajakan dan himbauan kepada masyarakat untuk menjaga kelestarian alam semesta serta menjauhkan diri dari pengaruh negatif luar. Gerakan dalam Tari Keraras memukau dengan keindahan yang melambangkan kecantikan dan kesucian. Tari Baris ini menampilkan gerakan yang disesuaikan dengan pakem oleh penari. Uniknya, gerakan tarian ini berbeda dengan Tari Baris konvensional. Tari Baris Keraras dimulai dengan gerakan malpal menuju tempat yang aman untuk menari, dengan angsel kanan dan kiri serta meleok-leok lembut, menjadi kontrast dengan tari Baris tunggal yang menunjukkan karakter kepahlawanan yang gagah perwira.

Di Mengwi, Tari Baris Keraras termasuk tarian sakral yang ditampilkan hanya dalam upacara dan bukan sebagai hiburan semata. Pertunjukan tarian ini umumnya dilakukan di wilayah terdalam suatu pura, yang dikenal sebagai jeroan atau uttama mandala. Tarian Baris Keraras merupakan jenis tari wali yang dipentaskan dalam upacara Aci Tulak Tunggul yang diadakan di Pura Taman Ayun.

Telaga Pura Taman Ayun Mengwi (Sumber Photo: Koleksi Penulis)

Aci Tulak Tunggul merupakan sebuah upacara mulang pakelem yang bertujuan untuk menghaturkan hasil panen berupa padi dan buah-buahan guna untuk menjaga keseimbangan alam dan mempersembah kan rasa syukur masyarakat atas keselamatan panen Krama Subak Bukti Batan Badung yang mendapat aliran air dari kolam Taman Ayun. Upacara ini jatuh pada Anggara Kasih Medangsia atau setiap 210 hari, yang setara dengan enam bulan sekali. Dengan selesainya upacara mapakelem maka selesailah prosesi pementasan Tari Baris Keraras.

Masyarakat meyakini bahwa penyelenggaraan Upacara Aci Tulak Tunggul dan pementasan Tari Baris Keraras dengan baik akan membawa berbagai manfaat. Tanggul diharapkan akan menjadi kokoh, air mengalir dengan lancar, dan sawah yang mendapat aliran air dari telaga akan menjadi subur serta terlindungi dari serangan hama. Sebaliknya, jika upacara dan tarian tersebut tidak diadakan, masyarakat setempat percaya bahwa risiko orang tenggelam di Telaga Taman Ayun akan meningkat. Sawah yang bergantung pada aliran air dari telaga ini juga dapat mengalami gagal panen atau terkena serangan hama.

Tari Baris Keraras memiliki beberapa fungsi, antara lain fungsi religi yang hingga saat ini dijaga kelestariannya oleh masyarakat Desa Adat Mengwi. Masyarakat percaya pada segala kekuatan atau vibrasi yang diberikan melalui pementasan Tari Baris Keraras. Selain itu, tarian ini juga memiliki fungsi sosial, karena mampu menumbuhkan rasa kebersamaan dan solidaritas tinggi di antara masyarakat Desa Adat Mengwi. Fungsi pendidikan agama juga turut diemban oleh Tari Baris Keraras, karena keberadaannya memiliki peran penting dalam pendidikan agama, membantu menanamkan dan membentuk umat yang beriman serta bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Di samping keeksotisan tarian sakral ini, fenomena ekologi dan daya dukung alam juga menjadi perhatian utama di Mengwi. Pura Taman Ayun merupakan representasi dari konsep Tri Hita Karana, selain memiliki tugas utama sebagai tempat pemujaan, air kolamnya juga menjadi sumber air irigasi bagi masyarakat Mengwi. Secara lebih luas, Pura Taman Ayun bersama dengan telaganya menjadi sumber Danu Kertih, menciptakan kelestarian sumber air yang sangat berarti. Para tetua memberikan penuturan bahwa Tari Baris Keraras memiliki keterkaitan yang erat dengan telaga dan sawah. Secara simbolik, tarian ini menjadi representasi sikap cinta terhadap lingkungan, sebuah nilai yang sangat dibutuhkan dalam pendidikan generasi muda saat ini.