Pura Hyang Api sebagai Tempat Pelaksanaan Aci Keburan yang Kaya Makna
Pura Hyang Api memiliki makna mendalam bagi masyarakat Hindu. Selain sebagai tempat ibadah, pura ini juga digunakan untuk memohon keberkahan bagi pertanian dan peternakan. Tradisi Aci Keburan yang unik karena bukan bentuk perjudian melainkan persembahan kepada Dewa Agni, masih dilestarikan dengan antusias oleh umat Hindu di Bali. Artikel ini mengungkapkan nilai-nilai budaya, spiritual, dan gotong royong yang terkandung dalam tradisi Pura Hyang Api, menawarkan wawasan menarik bagi pembaca.
Siapa yang tidak kenal dengan Bali? Bali akrab dikaitkan dengan sebutan Pulau Seribu Pura, yang mana sungguh mencerminkan keadaan dari Bali itu sendiri. Nyaris setiap rumah memiliki tempat untuk sembahyang, begitu pula masing-masing banjar, desa, hingga lokasi seperti sekolah dan perkantoran. Keberadaan dari pura tersebut lantas menjadi aspek penting yang mewakili bagaimana rakyat Bali menjalani kehidupannya sebagai umat Hindu.
Salah satu pura yang memiliki makna dan sejarah yang mendalam di Bali ialah Pura Hyang Api, bertempat di Desa Kelusa, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, yang telah dibangun sejak abad ke-8 masehi dan menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakatnya.
Dilihat dari struktur fisik, bentuk ritual dan fungsi dari bangunan suci (pelinggih), serta bentuk media pemujaan, maka Pura Hyang Api dapat digolongkan ke dalam Pura Kahyangan Jagat, seperti Pura Besakih di Kabupaten Karangasem. Hal tersebut menunjukkan bahwa Pura Hyang Api merupakan tempat pemujaan umum untuk seluruh umat Hindu dan bukan pemujaan leluhur dari catur warga ataupun catur wangsa.
Pura Hyang Api (Sumber: Kanal Youtube Pujangga Nagari Nusantara)
Pura Hyang Api memiliki kaitan dengan perjalanan Rsi Markandhya dalam upaya untuk mengembangkan konsep ajaran agama Siwa (Tripaksashakti) di Bali pada masanya. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana Pura Hyang Api berlokasi di kawasan Munduk Gunung Lebah, yang dahulu menjadi rute perjalanan suci dharma yatra dan tirta yatra Rsi Markandhya beserta pengikutnya yang dikenal sebagai Wong Aga. Pada kawasan tersebut juga terdapat Pura Luhuring Akasa sebagai sthana Dewa Siwa dan Pura Gunung Gempal sebagai sthana Dewa Wisnu yang berlokasi di Desa Adat Yeh Tengah.
Patung di Pura Hyang Api (Sumber: Kanal Youtube Pujangga Nagari Nusantara)
Selain sebagai tempat pemujaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, khususnya dalam sthana Dewa Brahma, Pura Hyang Api juga sering digunakan sebagai sarana oleh umatnya (pemedek) untuk memohon kewarasan dan keberkahan hewan ternak dan peliharaan (satwa sato, satwa wawalungan, satwa paksi, satwa wina, dan lain sebagainya) dan penopang aktivitas masyarakat agraris bagi umat Hindu dari seluruh Bali.
Salah satu keunikan lain dari Pura Hyang Api ini adalah pelaksanaan Aci Keburan dengan mengadu atau melagakan ayam jantan sebagai persembahan punagi atas kesembuhan dan keberhasilan ternaknya. Tradisi Aci Keburan di Pura Hyang Api dimulai sejak Hari Raya Kuningan selama 42 hari, dan berakhir pada hari Sabtu Kliwon Krukut (Tumpek Krukut), yang mana tradisi ini diadakan secara lima hari sekali dalam kurun waktu tersebut. Penggelaran Aci Keburan ini bisa mencapai 200 pasang aduan selama 5-6 jam, dari pagi hingga pukul 10.00. Arena penyelenggaraannya menempati Madya Mandala di Jaba Tengah.
Lokasi Pelaksanaan Aci Keburan (Sumber: Kanal Youtube Pujangga Nagari Nusantara)
Aci Keburan berbeda dengan permainan adu ayam (tajen) pada umumnya karena tidak disertakan taruhan (metoh) dan memiliki peraturan yang berbeda dengan peraturan tajen. Daripada menaruh taruhan, Aci Keburan ditunjukkan sebagai persembahan dan pemujaan untuk membayar kaul (naur, punagi, sesaudan, sesangi) di Pura Hyang Api. Aci Keburan adalah persembahan kepada Dewa Agni yang bertempat di Pura Hyang Api, bukan sebagai perjudian atau pun persembahan kepada Bhuta Kala.
Para pelaku Aci Keburan adalah pasangan suami istri yang datang memuja (pemedek) dan mempersembahkan persembahan kaul kepada Dewa Agni, Brahma di Pura Hyang Api. Suami akan membawa dua ekor ayam atau lebih untuk diadu. Setelah itu, pelaksanaan pemujaan diakhiri dengan persembahyangan di depan pelinggih Apit Surang disertai persembahan upakara banten. Pada saat suami mempersembahkan Aci Keburan, istri akan mempersembahkan upakara banten suwinih disertai dengan hewan peliharaan yang sudah dimasak.
Ada berbagai makna yang terkandung dalam pelaksanaan tradisi Aci Keburan di Pura Hyang Api ini kepada seluruh umat Hindu di Bali. Tradisi Aci Keburan hanya dilakukan di Pura Hyang Api dan terbukti masih ditaati dan dilestarikan oleh umat Hindu, yang mana dapat dilihat dari pelaksanaan upacaranya yang didatangi oleh ratusan umat dari seluruh Bali.
Pura Hyang Api memiliki makna penting yang bisa dilihat dari beberapa hal. Pertama, dari segi pendidikan dan ritual keagamaan, Pura Hyang Api mengajarkan nilai-nilai yang seharusnya dijalankan dalam kehidupan sehari-hari kita. Kedua, ada nilai-nilai sosial budaya, di mana masyarakat Hindu percaya akan berkah dari budaya petani yang diwujudkan melalui doa untuk kesuburan ladang dan hewan ternak. Ketiga, terdapat nilai etika, yang terlihat dari tata cara berpakaian dan berbicara yang benar saat mengunjungi Pura Hyang Api.
Selain itu, tradisi Aci Keburan juga membawa makna penting bagi umat Hindu. Misalnya, keyakinan dan kepercayaan masyarakat terhadap tradisi ini yang tercermin dalam nilai tattwa. Dan yang tak kalah penting, ada nilai gotong royong di dalam persiapan dan pelaksanaan upacara Aci Keburan, menunjukkan sikap saling membantu dan kerja sama dari masyarakat.
Oleh: Tim ILS Pura Hyang Api