Mengupas Sejarah Pura Arya Wang Bang Sidemen: Pura Suci Peninggalan Anglurah Sidemen
Pulau seribu Pura, adalah julukan yang tepat untuk disandang oleh Pulau Bali. Pura-pura yang terkenal akan berbagai keunikan, tradisi, serta nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalam pura itu sendiri dapat menjadi poin plus yang turut dibanggakan warga Bali. Salah satu pura yang memiliki sejarah mendalam terhadap akhir dari Anglurah Sidemen yaitu Pura Arya Wang Bang Sidemen.
Pura Arya Wang Bang Sidemen atau Pura Bangbang Biaung, merupakan sebuah tempat suci yang terletak di Jalan Baledan, Selat Duda, Kabupaten Karangasem, Bali. Pura Arya Wang Bang Sidemen memiliki lokasi yang cukup jauh dari pusat kota Karangasem, diperlukan waktu tempuh sepanjang 33 menit dengan jarak yang harus dilalui yaitu sejauh kurang lebih 18 km apabila anda menuju ke Pura Arya Wang Bang Sidemen dari Kota Amlapura.
Terdapat tiga bagian pura atau Tri Mandala yang tersusun secara rapi dalam pembangunan pura ini, pada bagian depan yaitu Nista mandala sebagai area terluar dari pura yang umumnya digunakan sebagai lahan memarkirkan kendaraan orang yang hendak bersembahyang di pura tersebut. Area Madya Mandala sebagai tempat warga membuat lawar atau memainkan alat musik, selain itu juga terdapat dua buah kulkul yang digunakan untuk mengumumkan adanya acara-acara penting kepada warga. Utama Mandala sebagai area persembahyangan warga setempat, kemimitan atau tempat para leluhur terdahulu bersemayam, serta sebagai tempat dimana sejarah Pura Arya Wang Bang Sidemen atau Pura Bangbang Biaung dibangun.
Kemimitan Pura Arya Wang Bang Sidemen (Sumber Photo: Koleksi Redaksi)
Pembangunan Pura Arya Wang Bang Sidemen diperkirakan sudah berdiri sejak tahun Saka 1693 atau dalam kalender Masehi yaitu 1771 Masehi. Pura Arya Wang Bang Sidemen memiliki bentuk bangunan dan interior yang minimalis, sederhana, serta mudah untuk dilalui. Namun, dibalik minimalisnya pura Arya Wang Bang Sidemen, terdapat sejarah yang sangat menarik terkait bagaimana Pura Arya Wang Bang Sidemen terbangun.
Sejarah terbangunnya Pura Arya Wang Bang Sidemen dimulai ketika I Gusti Ngurah Mangku sebagai Anglurah Sidemen VII atau Raja Agung Sidemen VII, Anglurah Sidemen merupakan gelar turun temurun yang dimiliki oleh Raja Agung kerajaan Karangasem. I Gusti Ngurah Mangku diminta oleh I Gusti Sibetan untuk memeriksa wilayah yang mengalami kekacauan di daerah Sibetan. I Gusti Sibetan merupakan mertua dari I Gusti Ngurah Mangku yang memiliki niatan untuk menjatuhkan I Gusti Ngurah Mangku sebagai Anglurah Sidemen VII. I Gusti Ngurah Mangku lantas menyetujui permintaan tersebut dikarenakan I Gusti Sibetan merupakan mertua dari I Gusti Ngurah Mangku. I Gusti Ngurah Mangku lantas berangkat menuju ke Sibetan bersama dengan keenam pengiring Raja yang setia padanya.
Ketika I Gusti Ngurah Mangku tiba di lokasi kekacauan tepatnya di Timur daerah Sibetan, I Gusti Ngurah Mangku beserta keenam pengiringnya lantas terperangkap jebakan yang disiapkan oleh I Gusti Sibetan, I Gusti Ngurah Mangku dihadang oleh pasukan yang sudah disiapkan I Gusti Sibetan. Ternyata daerah yang didatangi I Gusti Ngurah Mangku tidaklah mengalami kekacauan Jebakan tersebut tentunya membuat keenam pengiring yang bersama dengan I Gusti Ngurah Mangku harus kehilangan nyawa menyisakan Anglurah Sidemen VII sendirian.
Anglurah Sidemen VII melihat seluruh pengiringnya sudah tak bernyawa, kemudian Anglurah Sidemen VII naik ke atas batu dan melakukan Yoga di atas batu tersebut. Anglurah Sidemen VII sangat Siddhi dalam melakukan Yoga sehingga berhasil mencapai Moksa di atas batu yang diduduki oleh I Gusti Ngurah Mangku.
Peristiwa berdarah tersebut dilihat oleh I Jambat di kemudian hari, salah satu pengikut setia Anglurah Sidemen VII. I Jambat lantas membuat tujuh liang kubur dan menguburkan keenam mayat pengiring Raja Agung. Namun, ketika I Jambat hendak mengubur mayat yang ketujuh, yaitu mayat Anglurah Sidemen VII, I Jambat tersadar bahwa mayat dari Anglurah Sidemen VII yaitu I Gusti Ngurah Mangku tidak ditemukan dimanapun. Hal tersebut menyebabkan liang kubur yang ketujuh kosong tanpa mayat dan kemudian diuruk bersamaan dengan keenam liang kubur yang berisi mayat.
Liang kubur yang kosong jika diartikan dalam Bahasa Bali menjadi Bangbang buung. Semenjak peristiwa tersebut terjadi, wilayah tersebut diberi nama dengan sebutan Bangbang Buung dan seiring berjalannya waktu berganti nama menjadi Bangbang Biaung. Pura Bangbang Biaung dibangun sebagai peringatan akan terjadinya peristiwa Bangbang Biaung.
Anglurah Sidemen merupakan warih atau keturunan Brahmana sehingga menggunakan sebutan Arya Wang Bang. Oleh karena itu Pura Bangbang Biaung juga disebut Pura Arya Wang Bang Sidemen. Anglurah Sidemen saat ini juga disebut Ida I Gusti Mur Ring Bangbang Biaung. Semenjak peristiwa Bangbang Biaung terjadi, wilayah Bangbang Biaung daerah Sidemen yang awalnya dimiliki oleh Kerajaan Klungkung secara resmi dimiliki oleh Kerajaan Karangasem.
Pelinggih Anglurah Sidemen VII (Sumber Photo: Koleksi Redaksi)
Anda akan melihat pelinggih dari Anglurah Sidemen VII sesaat setelah anda memasuki area persembahyangan pura. Pelinggih tersebut berbentuk seperti seseorang yang sedang duduk dengan posisi kepala menunduk ketika sedang melakukan yoga.
Setiap Sabtu Kliwon Wuku Krulut dilaksanakan piodalan di Pura Arya Wang Bang Sidemen untuk memperingati hari terjadinya peristiwa Bangbang Biaung yang dimana Persitiwa tersebut juga bertepatan dengan Tumpek Krulut. Tumpek Krulut adalah Hari suci yang bertujuan untuk memuliakan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasi sebagai Dewa Iswara atau Kawiswara dan dilaksanakan setiap 6 bulan sekali.