Pura Dalem Pande Tusan: Warisan Pura Pande Tertua di Bali, Payogan Empu Siwa Saguna
Pura Dalem Pande Tusan adalah Pura Pande tertua di Bali yang kaya akan nilai sejarah dan budaya. Terletak di Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, pura ini menawarkan arsitektur yang indah dan suasana spiritual. Payogan Empu Siwa Saguna di dalamnya mencerminkan keahlian tradisional para keturunan Pande di Bali. Pura ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat persembahyangan, tetapi juga sebagai pusat pelestarian warisan budaya.
Pura Dalem Pande Tusan, yang terletak di Dusun Kajakauh, Desa Tusan, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung adalah situs penting dalam sejarah dan kebudayaan Bali. Pura ini menghadap ke barat dan berjarak sekitar 7 km dari pusat Kota Klungkung. Selain sebagai tempat persembahyangan, Pura Dalem Pande Tusan memiliki nilai historis dan filosofis yang erat kaitannya dengan perkembangan kebudayaan serta sejarah perjalanan leluhur di Bali, terutama bagi soroh Pande. Pura ini dipercaya sebagai Pura Pande tertua di Bali dan juga berkaitan erat dengan Mpu Siwa Saguna. Pada awalnya, pura ini dibangun oleh Mpu Siwa Saguna sendiri dan diyakini keberadaannya lebih dahulu dari Pura Dalem Gandamayu dan Penataran Pande di Besakih. Di pura ini, terdapat berbagai bangunan suci yang melambangkan pemujaan kepada dewa-dewa utama dalam agama Hindu. Pande yang dibahas di sini merujuk pada keturunan atau klan (soroh) dari individu yang leluhurnya memiliki profesi sebagai "pemande." Profesi ini mencakup pembuatan berbagai alat dari logam, seperti perunggu (gong, alat-alat keagamaan, dan lainnya), besi (cangkul, pisau, tombak, keris, dan sejenisnya), serta emas dan perak (perhiasan, alat-alat keagamaan, dan lainnya), yang disebut dengan istilah anggtandring dan angaluh. Memande adalah pekerjaan yang hasilnya sangat dibutuhkan oleh semua kalangan masyarakat, dan profesi ini, bersama dengan berdagang, telah menjadi kegiatan utama para pande sejak zaman dahulu.
Jeroan Pura Dalem Pande Tusan (Sumber Foto: Koleksi Penulis)
Sejarah Pura Dalem Pande Tusan
Menurut Babad Pande terdapat dua saudara, yaitu Mpu Gandring dan Mpu Siwa Saguna, menjadi tokoh sentral dalam mitologi ini. Mpu Gandring dikenal di Jawa sebagai seorang pembuat keris legendaris di zaman Kerajaan Singosari dan Kediri. Sebaliknya, Mpu Siwa Saguna adalah sosok penting di Bali, yang memiliki kekuatan spiritual. Salah satu cerita unik adalah saat ia menancapkan keris ke dalam tanah, mengubah bau tak sedap di daerah itu menjadi harum. Lokasi ini sekarang dikenal sebagai Gandamayu Attaubah Wangi, yang dianggap sebagai asal mula dari Kawitan (tempat suci leluhur) bagi masyarakat Pande di Bali.
Jejak Pura Dalem Pande Tusan tak lepas dari kedatangan ekspedisi Majapahit di Bali yang dipimpin oleh Gajah Mada dan Arya Damar. Setelah Bali berhasil ditaklukkan, tentara Majapahit menetap sementara di Tusan. Desa Tusan kemudian memiliki peran penting bagi Dinasti Krisna Kepakisan sebagai lokasi persiapan pembangunan atau renovasi Pura Besakih. Selama tinggal di Tusan, Arya Kenceng dan para pengikutnya mempersiapkan berbagai komponen Meru tumpang sembilan, lumbung alit, serta bangunan gaduh untuk didirikan di Pura Besakih. Selain sebagai lokasi penting dalam sejarah ekspedisi, Tusan juga menjadi simbol penting dalam struktur sosial dan budaya Bali, khususnya terkait pengabdian leluhur untuk kemajuan spiritual dan pembangunan Bali.
Pesamuan Pura Dalem Pande Tusan (Sumber Foto: Koleksi Penulis)
Pujawali di Pura Dalem Pande Tusan jatuh pada hari Sabtu Kliwon Wuku Landep atau Tumpek Landep, merupakan media pemujaan terhadap dewa Siwa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Pasupati yang memberi jiwa segala ciptaan di dunia termuat dalam lontar Sundarigama. Landep dari kata Tumpek Landep memiliki filosofi tonggak penajaman citta, budhi, dan manah (pikiran). Dengan demikian tumpek landep merupakan tonggak untuk mulat sarira atau introspeksi diri memperbaiki karakter agar selalu berpikir jernih dan berperilaku sesuai dengan nilai dan ajaran agama. Pura Dalem Pande Tusan juga memainkan peran strategis sebagai salah satu pura pelinggih dari Pura Agung Kentel Gumi, terutama dalam upacara besar seperti Piodalan dan Ngusaba yang juga dilakukan di Balai Piasan Murddha Manik atau Piasan Wawu Rawuh. Dalam konsep Tri Hita Karana, keberadaan Pura Dalem Pande Tusan mencerminkan keseimbangan hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan. Persembahyangan di pura ini menjadi sarana bagi umat untuk memperkuat hubungan dengan leluhur yang dianggap membawa berkah dan perlindungan.
Perapen Pura Dalem Pande Tusan (Sumber Foto: Koleksi Penulis)
Keberadaan Perapen dan Nilai Kesuciannya
Di dalam bagian jeroan Pura Dalem Pande Tusan, terdapat Perapen, sebuah bangunan khusus tempat mengolah logam seperti keris dan gamelan. Perapen ini tidak hanya dipandang sebagai area kerja, tetapi juga sebagai ruang suci dengan palinggih pemujaan Dewa Brahma. Karena sakralitasnya, wanita yang sedang menstruasi tidak diperbolehkan memasuki area perapen, dan setiap alat yang digunakan di dalamnya harus disucikan kembali dengan sesajen prayascita setelah dibawa ke luar. Secara etimologis, istilah "perapen" berasal dari kata “api” yang mengalami perubahan fonetik menjadi “perapen.” Fungsi Perapen sendiri mengalami perubahan seiring waktu, dari yang semula hanya boleh dibangun di bagian selatan pekarangan menjadi mengikuti tata letak pekarangan Pande saat ini.
Pura Dalem Pande Tusan bukan sekadar situs bersejarah, pura ini adalah simbol kebersatuan spiritual yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini. Dengan keberadaannya yang sarat makna dan penuh keunikan, pura ini menjadi salah satu bukti nyata bahwa kekayaan budaya dan spiritual Bali akan terus hidup serta memberi inspirasi bagi generasi yang akan datang.