Pura Sakti Pejarakan: Menelusuri Jejak Spiritual dan Tradisi Leluhur
Buleleng adalah sebuah kabupaten yang terletak di Bali Bagian Utara. Kabupaten ini disebut sebagai "nyegara-gunung" karena bentangan alamnya yang terletak antara pantai dan pegunungan. Pesona alam Kabupaten yang beribukota Singaraja ini sangat terkenal di seluruh Indonesia dan bahkan di luar negeri. Buleleng tidak hanya memiliki pemandangan alam yang indah, tetapi juga banyak orang yang mencari pengalaman spiritual.
Pura Sakti Pejarakan berada di desa Pejarakan, yang terletak di kecamatan Gerokgak, kabupaten Buleleng. Pura ini berada di Taman Nasional Bali Barat. Pura ini dikunjungi oleh banyak umat Hindu untuk bersembahyang. Di Pura ini terdapat beberapa stana pemujaan, termasuk Bhatara Wisnu, Dewi Kwan Im, dan Bhatari Ardanareshwari. Ini juga merupakan tempat persinggahan Dang Hyang Nirartha, dan di area pohon Kroya terdapat sumur tua yang dianggap sebagai sumber tenaga Kundalini bumi. Pura ini berjarak 20 menit dari Pura Pulaki, atau sekitar 1,5 jam dari pusat kota Singaraja.
Letaknya yang strategis membuat Pura ini gampang dijangkau. Plank namanya tertera jelas di pinggir jalan. Jika kita ingin bersembahyang ke Pura ini, memang ada baiknya 1 paket persembahyangan dengan jalur Pura Pulaki dan sekitarnya, setelah itu baru menuju Pura Sakti. Namun jika ingin fokus ke Pura sakti ini, maka rute yang biasa di tempuh dari Kota Singaraja melewati Lovina, lalu di jalan raya Labuhan Haji, mampirlah di Pura Labuhan Haji untuk memohon keselamatan perjalanan. Rute selanjutnya melewati Kecamatan, Banjar, lalu Kecamatan Seririt, dan masuk ke wilayah kecamatan Gerokgak. Walaupun Pura Sakti terletak di kecamatan Gerokgak, namun posisi desa pejarakan masih jauh di ujung barat. Dari arah gerokgak menuju Pejarakan, jangan lupa mampir ke Pura Pulaki sejenak, dan simpang pula di Pura Tirta Sunia yang terletak di tebing sebelah kiri jalan. Runtutan tiga pura ini, bukan urutan biasa, namun mungkin ada hubungannya secara niskala. Jadi dapat dikatakan kita simpang dulu di Pura Labuhan haji, Pura Pulaki, Pura Tirta Sunia, baru menuju Pura Sakti.
Pura Sakti Pejarakan (Sumber Foto:Koleksi Pribadi)
Pura Sakti Desa Pejarakan tergolong pura jagat atau kahyangan jagat yang disungsung atau dipuja oleh seluruh umat Hindu termasuk dari Yayasan Bali Pulina Dharma yang diketuai Jro Mangku Gede Ketut Widiana Giri dan Jro Mangku Nyoman Suarta memprakarsai pembangunan Pura Sakti tersebut dengan pengempon krama (warga) Desa Pejarakan di Kecamatan Gerokgak.
Keberadaan Pura Sakti dikatakan berkaitan dengan payogan atau petilasan para Maha Rsi di awal penyebaran agama Hindu dari Himalaya di India ke daratan Sumatera, Jawa, Bali, Lombok dan Sumbawa hingga ke wilayah Nusantara lainnya. Dilokasi inilah diperkirakan pada masa silam semenjak abad ke-1 hingga abad ke-15 para Maha Rsi sempat melakukan yoga semadi.
Para Maha Yogi yang berjasa besar menyebarkan Agama Hindu beryoga semadi di wilayah Nusantara serta dimuliakan oleh seluruh umat se-dharma, antara lain Maha Rsi Aji Saka, Maha Rsi Markandya, Maha Rsi Kuturan, Pancaka Tirta, Nirartha, Maha Rsi Ikurada dan sebagainya.
Pura Sakti ini memiliki banyak keunikan dan keajaiban. Salah satunya tempat pelukatan atau pebersihan bagi pemedek dan tidak sedikit juga pemedek yakin setelah melukat penyakit yang dideritanya berangsur hilang. Begitu juga mereka yang belum dikaruniai keturunan banyak yang memohon di Pura Sakti tersebut.
Seorang pendeta Hindu dari Jawa menemukan Pura Sakti Pejarakan sekitar tahun 2009. Dalam sebuah meditasi, dia melihat cahaya terang muncul dari Pulau Dewata (Bali) menuju langit. Mendapat petunjuk itu, Sulinggih ini kemudian pergi ke Bali. Dia pertama kali mencari ke Denpasar dan Bali Selatan, tetapi tidak menemukannya. Akhirnya, beberapa Sulinggih dan teman beliau yang dari Denpasar menemaninya dan mencari jalan menuju Bali Utara.
Dewa Ayu Taman Sakti (Sumber Foto:Koleksi Pribadi)
Sampai di Singaraja, Cahaya itu belum juga ditemukan,dan petunjuk mengarah ke Barat (buleleng Barat). Sampai di suatu tempat di persimpangan menuju pulau Menjangan, tepatnya di Gerbang Taman Nasional Bali Barat, cahaya semakin terang dan terlihat dari sekitar sebuah pohon besar dengan mata air di bawahnya. Di tempat ini, penduduk sekitar sering menggembalakan sapi dan memberi mereka minum. Setelah hening di lokasi tersebut para "pemburu cahaya" merasa itulah tempat yang mereka cari. Untuk menjaga tempat itu aman dan tidak menimbulkan pandangan yang salah, mereka mengumpulkan tokoh-tokoh masyarakat sekitar desa. Sejak itu, Pura Sakti mulai dibangun secara bertahap. Bahkan Pemkab setempat telah menyiapkan dana untuk membangun beberapa sisi pura pada tahun 2014.
Pura Sakti Pejarakan juga berperan penting dalam sejarah perjuangan masyarakat Bali melawan penjajahan Belanda. Pada awal abad ke-20, ketika Buleleng menjadi pusat perlawanan masyarakat Bali, banyak tokoh pejuang yang datang ke pura ini untuk memohon restu dan kekuatan spiritual sebelum berperang melawan penjajah. Pura ini merupakan simbol keberanian dan keteguhan masyarakat dalam mempertahankan tanah air dan budaya.
Batu Gede (Sumber Foto:Koleksi Pribadi)
Saat tiba di Pura sakti, umat yang ingin bersembahyang diarahkan untuk piuning di pelataran di depan Pura Utama, setelah itu kita lanjut ke Pelinggih Ratu Taman / Dewa Ayu di bawah sebuah pohon besar, selanjutnya kita ke posisi 3 sembahyang di pelinggih Dewa Wisnu dan Dewi Kwan Im, setelah itu kita bersembahyang di posisi nomor 4, berstananya Dewa Brahma/ Betara Lingsir. Setelah selesai di keempat tempat tersebut, umat akan di lukat dengan air kelungah yang dicampur dengan air dari mata air di bawah pohon pada posisi nomor 2 tadi. Jadi, umat yang tangkil sebaiknya mempersiapkan baju ganti agar tidak kedinginan. Setelah melukat, baru di perbolehkan masuk ke Pelataran utama, di pelataran ini terdapat pelinggih Ida Betara Sakti, dan sebuh Padmasana. Persembahyangan biasanya di pimpin oleh pemangku setempat secara bergiliran.
Pada hari-hari besar Hindu, pura ini sangat ramai dikunjungi umat yang bersembahyang, menurut penuturan pemangku setempat, seringkali datang rombongan bersembahyang pada tengah malam. Mereka adalah para pencari Cahaya Tuhan yang berlatih spiritual untuk kelompok maupun pribadinya masing-masing.