Desa Adat Pedawa: Desa Kuno yang Kaya akan Sejarah Sejak Zaman Megalitikum
Desa Pedawa, desa adat kuno yang terletak di Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, yang telah ada semenjak zaman megalitikum dengan memiliki kisah sejarah yang panjang, dengan didukung oleh keunikan budaya yang masih lestari.
Berdasarkan penuturan salah satu tokoh masyarakat di Desa Pedawa, yaitu Bapak Wayan Sukrata, beliau menjelaskan bahwa Desa Pedawa memiliki kisah sejarah yang panjang. Namun kisah sejarah tersebut secara khusus tidak terdokumentasi dalam prasasti atau lontar-lontar tertentu, tetapi sebagian besar kisah sejarah Desa Adat Pedawa berasal dari cerita turun-temurun dan lontar dari luar desa.
Desa Pedawa awalnya dikenal dengan nama Desa Gunung Tambleg, atau juga dikenal sebagai Desa Gunung Sari. Desa ini awalnya dihuni oleh penduduk yang berasal dari Desa Tamblingan. Namun, karena serangan musuh atau bencana alam, masyarakat Desa Tamblingan bermigrasi ke beberapa desa lain, termasuk ke Desa Pedawa.
Sejarah unik yang dimiliki oleh Desa Pedawa adalah wilayah di desa pedawa yang telah dihuni sejak zaman megalitikum atau zaman batu besar, sekitar 3500 hingga 1000 tahun sebelum Masehi. Bukti-bukti arkeologis seperti sarkopah, taulan, gaingan, dan rumah-rumah taksu telah ditemukan, yang digunakan sebagai tempat pemujaan pada masa prasejarah.
Menurut cerita sejarah yang telah diturunkan dari generasi ke generasi di Desa Pedawa, pada zaman dahulu, ketika seorang penduduk Desa Pedawa meninggal dunia, maka mayatnya tidak dikubur, namun Jika yang meninggal adalah seorang anak kecil, maka mayatnya diletakkan di dalam lubang pohon besar yang berada dekat desa. Namun, jika yang meninggal adalah seorang dewasa, maka mayatnya disemayamkan di bawah pohon besar yang dihias dengan bunga kembang sepatu yang indah, sambil diberikan takilan atau bekal di dekatnya.
Pada suatu ketika, datang seorang raja yang bernama bima, dengan diiringi oleh pendeta atau dukuh manca bila. Mereka meminta agar penguburan mayat dilakukan di Desa Gunung Sari, semenjak itu mayat mulai dikubur dan diupacarai di desa pedawa yang masih dikenal dengan nama desa gunung sari.
Selain memiliki kisah sejarah yang panjang, Desa Adat Pedawa juga memiliki rumah adat yang unik yang dikenal dengan nama Bandung Rangki. Rumah ini memiliki struktur tembok dan atap yang terbuat dari bambu, serta dasar rumah yang terbuat dari tanah liat. Rumah adat Bandung Rangki terbagi menjadi beberapa ruangan, termasuk tempat tidur utama yang disebut pewedaman gede dalam bahasa Pedawa, tempat tidur anak-anak yang disebut pewedaman kicak, tempat untuk menaruh nasi dan lauk yang disebut selalon, dan tempat untuk memohon keselamatan yang disebut pelangkiran.
Rumah Adat Bandung Rangki (Sumber Foto : Chanel Youtube Pujangga Nagari Nusantara)
Di Desa Pedawa, terdapat dua komoditas alam yang terkenal, yaitu Kopi Pedawa dan Gula Aren Pedawa. Kopi ini dihasilkan dari biji kopi yang ditanam dan diolah oleh penduduk desa secara lokal. Gula Aren Pedawa, sebaliknya, dihasilkan dari air pohon aren yang diambil dan diolah secara tradisional oleh masyarakat desa.
Masyarakat Desa Pedawa memiliki cara unik untuk menikmati kombinasi kopi Pedawa dan gula aren Pedawa sehingga menciptakan cita rasa yang nikmat. Mereka meminum kopi Pedawa sambil memakan gula aren secara bersamaan, menciptakan harmoni rasa antara manis dan pahit yang memanjakan lidah. Cara ini telah menjadi bagian dari warisan budaya yang dijunjung tinggi di Desa Pedawa.
Selain memiliki komoditas terkenal, Desa Pedawa juga dikenal dengan kuliner khas yang menjadi bagian tak terpisahkan dari budayanya. Beberapa makanan tradisional terkenal di desa ini mencakup jaje buah bunut, bandut, dan sate keladi yang menjadi salah satu kuliner khas yang terkenal di Desa Pedawa. Proses pembuatannya sangat unik, diawali dengan menggunakan keladi atau tanaman talas yang dikukus, kemudian diijuk, dicampur dengan parutan kelapa dan bumbu, lalu dikepalkan pada tusuk sate.
Sate Keladi (Sumber Foto : Chanel Youtube Pujangga Nagari Nusantara)
Namun, seiring berjalannya waktu, sate keladi mengalami inovasi. Saat ini, beberapa orang menciptakan variasi sate keladi dengan menambahkan sedikit daging untuk rasa yang lebih lezat. Bahkan, beberapa penduduk Desa Pedawa mencampurkan sate keladi dengan ikan untuk meningkatkan cita rasa. Ini adalah contoh bagaimana tradisi kuliner di Desa Pedawa terus berkembang sambil mempertahankan akar budaya yang ada.