Desa Tohjiwa, Desa Adat dengan Pantangan dan Keunikan yang Memikat
Desa Adat Tohjiwa, terletak di Kecamatan Sidemen, Bali, menarik perhatian dengan kekayaan budaya dan alamnya. Masyarakatnya memegang erat larangan mengarak ogoh-ogoh di malam pengerupukan untuk menjaga ketenangan desa yang dianggap tempat tinggal para dewa. Keempat Pura Dalem di desa ini memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan alam dan melibatkan masyarakat dalam upacara keagamaan. Desa ini juga disimpangi oleh Ida Bhatara Turun Kabeh dalam upacara Panca Wali Krama di Pura Besakih, menambahkan nuansa sakral. Pemandangan alamnya, termasuk sawah terasering dan keindahan lereng bukit, menciptakan harmoni antara manusia dan alam. Keseluruhan, Desa Adat Tohjiwa adalah destinasi yang memadukan keunikan budaya dan pesona alam Bali.
Bali, sering dijuluki sebagai “Pulau Dewata” karena keindahan alamnya yang memukau, budayanya yang kaya, dan desa-desa adatnya yang unik. Salah satu desa yang menyimpan cerita sejarah dan warisan budaya yang mendalam adalah Desa Adat Tohjiwa. Secara geografis, Desa Adat Tohiwa termasuk wilayah Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali. Desa ini memiliki kekayaan budaya dan alam yang menarik perhatian banyak orang. Salah satu hal yang membuat desa ini istimewa adalah adanya pantangan dan keunikan yang berkaitan dengan tradisi dan kepercayaan masyarakatnya.
Pantangan kuno yang dipegang erat di Desa Adat Tohjiwa adalah larangan mengarak ogoh-ogoh di malam pengerupukan. Ogoh-ogoh adalah patung raksasa yang seringkali terbuat dari bambu dan kertas, mewujudkan makhluk-makhluk halus atau simbol kejahatan. Praktik umum di banyak desa di Bali adalah mengarak ogoh-ogoh di malam pengerupukan sebagai upaya mengusir roh-roh jahat sebelum memasuki hari raya Nyepi. Namun, di Desa Adat Tohjiwa, tindakan ini dianggap sebagai tabu karena berpotensi mengganggu ketenangan dan kesucian desa.
Masyarakat desa sangat percaya bahwa Desa Adat Tojiwa adalah tempat tinggal para dewa dan leluhur yang harus dihormati dan dijaga dengan cermat. Oleh karena itu, mereka memiliki keyakinan kuat dalam menjaga ketenangan dan kedamaian desa sebagai bentuk penghormatan kepada entitas spiritual yang mendiaminya. Mereka menolak membuat keributan atau kegaduhan yang bisa dianggap mengganggu atau mengusik kehadiran para dewa dan leluhur mereka.
Sejarah telah mengajarkan pelajaran berharga kepada masyarakat desa tentang betapa pentingnya menghormati pantangan ini. Terdapat catatan masa lalu di mana seseorang dari masyarakat ingin mengarak ogoh-ogoh pada malam pengerupukan, dan akibatnya, desa mengalami serangkaian peristiwa yang tragis, termasuk kematian yang tidak wajar, wabah penyakit, dan kegagalan panen. Kejadian-kejadian ini menjadi pelajaran yang dalam bagi masyarakat, menguatkan keyakinan mereka dalam menjaga ketenangan dan kesucian desa.
Pantangan untuk tidak mengarak ogoh-ogoh di malam pengerupukan adalah bagian tak terpisahkan dari identitas budaya dan spiritual Desa Adat Tohjiwa. Ini adalah tindakan penghormatan yang mereka amalkan dengan tekun sebagai bentuk pengabdian kepada para dewa dan leluhur mereka, serta sebagai upaya menjaga kedamaian dan kesuburan desa. Pantangan ini bukan sekadar larangan, melainkan simbol hubungan dalam-dalam antara manusia dan spiritualitas yang membentuk jati diri mereka sebagai masyarakat Bali yang teguh dalam keyakinan dan tradisi.
Ida Bhatara Mesucian (Sumber Photo : Koleksi Redaksi)
Selain terdapat pantangan, Desa Adat Tohjiwa memiliki keunikan tersediri yang membedakannya dengan desa adat lainnya dimana Desa Adat Tohjiwa ini memiliki empat pura dalem yang berada di empat penjuru desa. Pura dalem adalah tempat suci yang dipersembahkan untuk Dewa Siwa, dewa pencipta dan pemusnah dalam agama Hindu. Biasanya, setiap desa hanya memiliki satu pura dalem yang berfungsi sebagai tempat memuja dewa siwa. Keberadaan empat Pura Dalem di Desa Adat Tohjiwa mencerminkan keagamaan dan spiritualitas yang kuat di antara penduduk desa. Keempat pura ini memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan alam dan menjalankan upacara-upacara keagamaan yang mengikat masyarakat desa dalam pengabdian kepada para dewa.
Masing-masing dari empat Pura Dalem saling melengkapi dalam memelihara tradisi keagamaan dan budaya di Desa Adat Tohjiwa. Setiap pura memiliki peran unik dalam upacara-upacara yang mereka adakan, dan mereka adalah tempat di mana masyarakat desa berkumpul untuk berdoa, mengadakan persembahan, dan merayakan berbagai peristiwa penting dalam hidup mereka. Keempat Pura Dalem tersebut adalah Pura Dalem Gede Daton, Pura Dalem Lingsir, Pura Dalem Pendem, dan Pura Dalem Tarukan, keempat pura tersebut sama-sama difungsikan untuk memuja Dewa Siwa.
Desa Adat Tohjiwa juga mempunyai sebuah keunikan lain yang tak kalah menarik, yaitu statusnya sebagai salah satu Desa Adat yang disimpangi oleh Ida Bhatara Turun Kabeh dalam rangka upacara Panca Wali Krama di Pura Besakih. Pada peristiwa sakral ini, Ida Bhatara Turun Kabeh berkunjung dan berhenti sejenak di Pura Puseh Desa Adat Tohjiwa. Upacara ini melibatkan penggotongan pralingga atau pratima, yang merupakan lambang atau perwujudan dari dewa-dewi, dengan menggunakan bade atau tandu. Ribuan umat Hindu Bali berpakaian adat dan membawa persembahan menyertai prosesi ini. Ketika Ida Bhatara Turun Kabeh singgah di Pura Puseh, Desa Adat Tohjiwa, suasana menjadi sangat sakral dan penuh dengan kemeriahan. Banyak umat Hindu dari berbagai penjuru Bali datang ke Pura Puseh Desa Adat Tohjiwa untuk bersujud sebagai bentuk penghormatan dan rasa syukur kepada Ida Bhatara Turun Kabeh.
Selain itu Desa Adat Tohjiwa juga terdapat Pura Kawitan Pasek Tohjiwa. Yang letaknya tidak jauh dari Pura Puseh Desa Adat Tohjiwa. Pura Kawitan Pasek Tohjiwa adalah sebuah pura yang diperuntukkan bagi kelompok pasemetonan atau keturunan keluarga Pasek Tohjiwa, yang merupakan salah satu dari sembilan pasek yang ada di Bali. Pura ini berfungsi untuk memuja Atma Siddha Dewata, yaitu keadaan di mana jiwa leluhur telah bersatu dengan Brahman, sumber segala keberadaan.
Pura Kawitan Pasek Tohjiwa ini memiliki arsitektur yang sederhana namun indah, dengan gapura candi bentar sebagai pintu masuk utama, dan beberapa bangunan suci lainnya di dalamnya. Pura ini juga dikelilingi oleh pemandangan alam yang hijau dan asri, dengan latar belakang Gunung Agung yang megah. Pura ini menjadi tempat yang sakral dan sejuk bagi para pemedek atau peziarah yang datang untuk bersembahyang dan memohon berkah dari leluhur.
Desa Adat Tohjiwa tak hanya menawarkan budayanya yang kaya, tetapi juga memanjakan mata dengan pemandangan alam yang menakjubkan. Terletak di lereng bukit, desa ini dikelilingi oleh sawah terasering yang hijau subur, menciptakan lanskap yang begitu mempesona. Keindahan alam ini memberikan pengalaman visual yang sangat memukau dan menenangkan.
Terasering Desa Adat Tohjiwa (Sumber Photo : Koleksi Pribadi)
Sawah terasering adalah salah satu pemandangan yang mengesankan di desa ini. Teras-teras hijau ini membentang hingga ke horizon, menciptakan pandangan yang harmonis dan menyejukkan. Masyarakat desa telah menjaga dan merawat sawah-sawah ini selama berabad-abad, mencerminkan hubungan yang mendalam antara manusia dan alam. Ini juga menjadi bagian penting dalam tradisi pertanian Bali yang berkelanjutan.
Selain sawah, perbukitan yang indah juga menjadi ciri khas pemandangan Desa Adat Tohjiwa. Bukit-bukit yang menghijau dan bergelombang menambahkan lanskap yang dramatis dan memikat. Mereka adalah tempat yang sempurna untuk berjalan-jalan, trekking, atau hanya menikmati keindahan alam sekitarnya. Kehijauan perbukitan ini menciptakan suasana yang menenangkan dan menawarkan tempat yang ideal untuk bersantai.
Pengairan yang meliuk-liuk di desa ini juga menambah pesona alamnya. Aliran sungai dan saluran irigasi yang berkelok-kelok melewati sawah dan perbukitan menciptakan lanskap yang indah dan subur. Air adalah elemen penting dalam budaya Bali, dan pemandangan air ini mencerminkan peran sentralnya dalam kehidupan masyarakat desa.
Yang menjadi pemandangan latar belakang yang tak terlupakan adalah Gunung Agung, gunung berapi tertinggi di Bali yang dianggap suci. Gunung Agung yang gagah berdiri sebagai latar belakang desa menambahkan sentuhan spiritual yang mendalam dan mempesona. Penduduk desa memandang gunung ini sebagai tempat tinggal para dewa dan leluhur mereka, dan keberadaannya yang megah mengingatkan mereka akan kehadiran spiritual yang selalu ada dalam hidup mereka.
Desa Adat Tohjiwa adalah contoh sempurna dari harmoni antara manusia dan alam. Keunikan budaya dan pesona alamnya menciptakan pengalaman yang benar-benar luar biasa bagi siapa saja yang mengunjungi desa ini. Ini adalah tempat di mana mata, pikiran, dan jiwa dapat bersatu dalam keindahan alam dan spiritualitas Bali yang otentik.