Menelusuri Jejak Sejarah di Pura Pegulingan, Tampaksiring
Pura Pegulingan di Tampaksiring, Gianyar, Bali, adalah sebuah pura bersejarah yang dibangun pada abad ke-8 Masehi. Menggabungkan elemen Hindu dan Buddha, pura ini memiliki peninggalan Patung Buddha Dhyani Aksobya. Menurut Lontar Usana Bali, pura ini didirikan pada masa pemerintahan Raja Masula Masuli pada tahun 1178 M. Selain berfungsi sebagai tempat ibadah, Pura Pegulingan juga telah berkembang menjadi destinasi wisata spiritual yang menawarkan suasana tenang dan keindahan alam yang memukau.
Pura Pegulingan, terletak di Banjar Basangambu, Desa Manukaya, Kecamatan Tampaksiring, Gianyar, adalah salah satu pura bersejarah di Bali. Lokasi pura ini sangat strategis, hanya berjarak 1,5 km dari Pura Tirta Empul, membuatnya mudah untuk diakses. Para wisatawan yang ingin berkunjung ke pura ini disarankan menggunakan kendaraan beroda dua dikarenakan akses jalan yang termasuk kecil. Pura pengulingan merupakan pura dengan perpaduan antara ajaran Agama Hindu dengan Agama Buddha, yang terjadi sekitar era Bali Kuno sekitar abad ke-8 Masehi. Hal ini dapat dilihat dengan adanya peninggalan Patung Buddha Dhyani Aksobya.
Bangunan Segi Delapan (Sumber: Koleksi Pribadi)
Berdasarkan Lontar Usana Bali Pura Pegulingan di bangun pada masa pemerintahan Raja Masula Masuli di Bali pada tahun Caka 1100 (1178 M). Dalam Lontar Usana Bali di sebutkan bahwa pembangunan pura ini merupakan bagian dari proyek besar yang melibatkan beberapa pura lainnya seperti Tirta Empul, Mangening, Ukir Gumang, Jempana Manik (Gulingan), Alas Arum (Blahan), Tirta Kamandalu, Pura Penataran Wulan, Puser Tasik, dan Manik Ngereng. Semua Pembangunan pura ini direncanakan oleh Raja Masula Masuli bersama Mpu Raja Kertha.
Dalam lontar tersebut juga disebutkan bahwa Raja Masula Masuli memerintahkan para pejabat dan Mpu untuk membangun pura-pura ini sebagai tempat pemujaan bagi dewa-dewa seperti Bhatara Hyang Indra dan Bhatara Hyang Suci Nirmala. Pembangunan ini melibatkan seluruh rakyat Bali yang berasal dari berbagai daerah yang ada di Bali. Rakyat Bali sangat antusias dan senang berpartisipasi dalam pembangunan pura-pura ini, mereka menyumbangkan bahan bangunan seperti batu paras dari Blahbatuh, Pejeng, dan Tampaksiring.
Pembangunan pura-pura dalam proyek yang dipimpin oleh Raja Masula Masuli bersama Mpu Raja Kertaini dilakukan dengan partisipasi penuh dari masyarakat Bali. Keterlibatan masyarakat dalam pembangunan tempat-tempat suci ini memberikan rasa bangga tersendiri karena mereka bisa berkontribusi secara langsung terhadap proyek tersebut. Pembangunan pura-pura tersebut diperkirakan memakan waktu sekitar tiga tahun. Berkat kerja sama masyarakat Bali, Pura Pegulingan dan pura-pura lainnya yang dibangun pada masa pemerintahan Raja Masula Masuli tidak hanya menjadi tempat pemujaan, tetapi juga simbol kebersamaan dan semangat gotong royong. Hingga kini, pura-pura tersebut tetap menjadi bagian penting dari kehidupan spiritual dan budaya masyarakat Bali.
Arca Buddha Pura Pegulingan (Sumber: Koleksi Pribadi)
Selama penelusuran di Pura Pegulingan, Tampaksiring, dapat kita temui berbagai artefak penting yang memberikan wawasan mendalam tentang sejarah dan budaya Bali. Di antara temuan tersebut adalah pondasi bangunan segi delapan, arca Buddha, dan kotak batu padas berisi material tanah liat bertuliskan Formula “Ye-Te” dengan huruf Pranagari berbahasa Sansekerta. Tulisan ini menguraikan mantra agama Buddha Mahayana mengenai ajaran Dharma. Yang Salah satunya berbunyi:
"Ye Dharma Hetu-prabhawa
Yang artinya: "Buddha (tathagata) berkata bahwa Dharma adalah penyebab dari segala peristiwa dan penyebab kehancuran serta penderitaan. Itulah ajaran Maha Pertapa".
Jaba Pura Pegulingan (Sumber: Koleksi Pribadi)
Pura Pegulingan tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga menjadi destinasi wisata yang menarik bagi para wisatawan yang ingin mendalami sejarah dan budaya Bali. Selain nilai sejarah dan spiritualnya, Pura Pegulingan juga menawarkan keindahan alam yang memukau. Terletak di kawasan yang dikelilingi oleh pepohonan hijau dan sawah yang subur, pura ini memberikan suasana yang tenang dan damai bagi para pengunjungnya. Keindahan alam sekitar pura ini semakin menambah daya tariknya sebagai tempat yang ideal untuk meditasi dan refleksi diri.
Sebagai salah satu destinasi yang penuh dengan nilai sejarah, Pura Pegulingan mengajak setiap pengunjung untuk lebih mendalami makna dari kekayaan budaya Bali yang telah terjaga selama berabad-abad. Keterpaduan antara keindahan alam, arsitektur, dan peninggalan spiritual membuat pura ini menjadi tempat yang sempurna untuk mengalami kedamaian dan introspeksi diri. Dengan menghargai warisan budaya dan spiritual ini, kita tidak hanya mengenal lebih dalam sejarah Bali, tetapi juga turut menjaga keberlangsungan nilai-nilai yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Pura Pegulingan bukan hanya menjadi saksi masa lalu, tetapi juga menjadi cerminan kebijaksanaan yang relevan bagi masa kini dan masa depan.