Pura Siwa Buddha: Cerita Mistis Dan Makna Dibalik Berdirinya Pura Siwa Buddha
Pura Siwa Buddha, yang berada di Desa Adat Kembang Merta, Baturiti, Tabanan, Bali, adalah simbol penyatuan ajaran Siwaisme dan Buddhisme. Didirikan setelah penemuan mistis pada Juli 2008, di mana warga menemukan Keris Pasupati dan patung Buddha, pura ini merefleksikan harmoni antara kedua ajaran. Arsitekturnya yang unik mencakup tiga pelinggih utama Pelinggih Padmasana, Pelinggih Siwa, dan Pelinggih Buddha yang mencerminkan keseimbangan spiritual.
Bali, selain terkenal dengan keindahan alamnya, juga dikenal sebagai pusat spiritualitas dengan berbagai pura yang memiliki nilai sejarah dan religius yang mendalam. Salah satu pura yang unik dan memiliki perpaduan nilai-nilai Hindu dan Buddha adalah Pura Siwa Buddha. Terletak di Desa Adat Kembang Merta, Baturiti, Tabanan, Bali, pura ini merupakan cerminan harmoni antara dua ajaran besar yang telah lama hidup berdampingan di Bali, yaitu Siwaisme dan Buddhisme. Sejarah pura ini tidak dapat dipisahkan dari penemuan mistis yang memicu pembangunan tempat suci ini.
Sejarah Pura Siwa Buddha bermula dari penemuan yang bersifat mistis pada bulan Juli 2008, ketika warga setempat menemukan sebuah artefak sakral berupa Keris Pasupati. Penemuan keris ini dianggap sebagai tanda yang bersifat sakral dan menggerakkan masyarakat untuk membangun pura sebagai tempat pemujaan.
Tidak hanya keris, ditemukan pula patung Pralingga atau Buddha yang dihubungkan dengan Pura Puncak Sangkur, sebuah pura penting di wilayah yang sama. Penemuan kedua artefak ini Keris Pasupati dan patung Buddha menjadi landasan utama dalam pembangunan Pura Siwa Buddha, yang kemudian dijadikan sebagai simbol penyatuan dua ajaran besar: Siwaisme dan Buddhisme.
Pura Puncak Sangkur(Sumber: Koleksi Pribadi)
Keunikan arsitektur Pura Siwa Buddha tercermin dalam keberadaan tiga pelinggih utama: Pelinggih Padmasana, Pelinggih Siwa, dan Pelinggih Buddha. Pelinggih Siwa Buddha di Pura Siwa Buddha bukan hanya sekadar simbol arsitektur, tetapi juga memiliki makna filosofis yang mendalam. Makna dari pelinggih Siwa Buddha adalah bahwa kehadiran Buddha melambangkan kedamaian, namun tanpa kehadiran Siwa, keseimbangan dan kedamaian yang sejati belum tercapai. Oleh karena itu, pelinggih padma dibangun di tengah-tengah, di antara pelinggih Siwa dan pelinggih Buddha, untuk mencerminkan harmoni dan keseimbangan yang sempurna.
Pelinggih Siwa Buddha melambangkan kemanunggalan, yaitu penyatuan dua ajaran besar Siwaisme dan Buddhisme yang telah lama berakar di Bali. Dalam konteks spiritual, kemanunggalan ini mencerminkan bahwa meskipun kedua ajaran tersebut berasal dari tradisi yang berbeda, keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu mencapai keseimbangan dan kedamaian dalam kehidupan. Pada pura ini juga terdapat patung Buddha dan patung Dewi Kwan Im yang terletak di bagian belakang pura.
Patung Buddha dan Dewi Kwan Im(Sumber: Koleksi Pribadi)
Selain sebagai tempat pemujaan, Pura Siwa Buddha juga dikenal sebagai tempat untuk memohon kesembuhan. Banyak pemedek (umat yang bersembahyang) datang dengan harapan mendapatkan tamba (obat) dari ritual-ritual yang dilakukan di pura ini. Dalam kepercayaan lokal, abu suci yang diberikan dari pura diyakini memiliki kekuatan penyembuhan.
Lebih dari sekadar tempat sembahyang, Pura Siwa Buddha menjadi simbol penting dari penyatuan ajaran agama dan tradisi yang berbeda di Bali. Keberadaan pura ini tidak hanya memperkuat nilai-nilai spiritual masyarakat, tetapi juga mencerminkan toleransi dan harmoni antara berbagai ajaran keagamaan yang telah lama hidup berdampingan di pulau ini. Dalam konteks yang lebih luas, Pura Siwa Budha berfungsi sebagai pusat kebijaksanaan, tempat masyarakat bisa mendalami nilai-nilai spiritual, memohon kesembuhan, dan menemukan kedamaian dalam kebersamaan antara dua ajaran yang disatukan dalam harmoni.