Pura Kehen : Saksi Bisu Sejarah dan Kearifan Lokal di Bangli

Bali dikenal sebagai Pulau Dewata dengan kekayaan budaya dan tradisi yang tak tertandingi, dengan pura-pura yang tersebar di seluruh pulau. Salah satu pura yang memiliki nilai historis dan spiritual tinggi adalah Pura Kehen di Kabupaten Bangli. Berdiri megah diatas bukit, Pura Kehen menjadi saksi bisu perjalanan panjang peradaban Bali serta pusat kearifan lokal yang masih terjaga hingga saat ini.

Dec 11, 2024 - 10:00
Oct 21, 2024 - 12:15
Pura Kehen : Saksi Bisu Sejarah dan Kearifan Lokal di Bangli
Pura Kehen (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)

Pura Kehen, sebuah pura Hindu yang terletak di Kelurahan Cempaga, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Bali, Indonesia. Sejarah Pura Kehen dapat ditelusuri melalui tiga prasasti tembaga yang ditemukan di kawasan pura ini. Prasasti pertama, diperkirakan berasal dari tahun 804-836 Saka (882-914 Masehi) yang terdiri dari 18 baris dalam bahasa Bali Kuno, menyebutkan nama "Hyang Karinama," yang mungkin merujuk pada Hyang Api, yang kemudian berubah menjadi Hyang Kehen dalam prasasti ketiga. Ini menunjukkan bahwa Pura Kehen telah ada sejak abad IX - X Masehi, dengan nama yang mengalami perkembangan dari Hyang Api menjadi Hyang Kehen. Nama "Kehen" berasal dari bahasa Bali, di mana "keren" berarti api suci.

Prasasti kedua, yang berangka tahun Saka 938-971 (1016-1049 Masehi), terdiri dari 10 baris berbahasa Jawa Kuno, mencatat nama-nama pejabat kerajaan dan menunjukkan pentingnya peran pura dalam pemerintahan pada masa itu. Prasasti ketiga, berangka pada tahun Saka 1126 (1204 Masehi), memuat petunjuk untuk penduduk dalam melaksanakan upacara besar di Pura Kehen. Prasasti ini juga menyebutkan Raja Sri Dhanadhiraja, putra Raja Bhatara Parameswara dan cucu Bhatara Guru Sri Adhikunti serta permaisurinya Bhatara Sri Dhanadewi, yang menjadi penguasa saat itu.

Pura Kehen berfungsi sebagai Pura Kahyangan Jagat, tempat suci bagi masyarakat setempat untuk melaksanakan berbagai upacara keagamaan. Dalam sejarahnya, pura ini juga digunakan sebagai tempat penyumpahan bagi pejabat kerajaan yang tidak setia kepada kewajibannya.

Upacara di Pura Kehen (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)

Sebagai pusat spiritual, Pura Kehen tidak hanya menjadi tempat pemujaan tetapi juga simbol dari kearifan lokal masyarakat Bali, khususnya di Bangli. Upacara-upacara besar seperti Piodalan yang dilaksanakan setiap enam bulan pada hari Buda Keliwon Sinta, bertepatan dengan hari raya Pagerwesi. Selama lima hari upacara ini berlangsung, semua Banjar dari desa sekitar seperti Cempaga, Kawan, dan Bebelang menghaturkan bakti secara bergiliran dengan acara Mepeed.

Selain itu, Upacara yang dilaksanakan setiap tiga tahun sekali pada sasih kelima (bulan purnama kelima) disebut Karya Agung Bhatara Turun Kabeh. Upacara ini biasanya berlangsung antara 9 hingga 11 hari. Salah satu prosesi pentingnya yaitu Melasti, di mana seluruh pratima dan benda sakral dibawa ke pantai untuk disucikan, upacara ini melibatkan ribuan orang dan berbagai kelompok yang mengusung gambelan.

Bale Kulkul pada Batang Pohon Beringin (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)

Pura Kehen memiliki banyak keunikan. Salah satu keunikan utama adalah pintu masuk pura yang tidak menggunakan candi bentar seperti pada Pura Kahyangan Jagat umumnya. Pintu masuk Pura Kehen menggunakan candi kurung, yang memberikan kesan yang berbeda dan menarik. Selain itu, keberadaan Bale Kulkul pada batang pohon beringin turut memberi warna lain bagi Pura Kehen.

Pura Kehen dibagi menjadi tiga halaman: halaman dalam (jeroan), halaman tengah (jaba tengah), dan halaman luar (jaba sisi). Masing-masing halaman dibatasi tembok keliling yang dilengkapi pintu keluar masuk (gapura). Struktur pura dibuat bertingkat-tingkat (teras berundak) yang terbagi menjadi delapan teras. Teras pertama sampai teras kelima adalah halaman luar, teras keenam merupakan halaman tengah pertama, teras ketujuh adalah halaman tengah kedua, dan teras kedelapan adalah halaman dalam.

Persembahyangan di Pura Kehen (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)

Pura Kehen bukan hanya sebagai saksi bisu sejarah, tetapi juga sebagai simbol kearifan lokal di Bangli. Dengan keunikan arsitektur dan fungsi khususnya, Pura Kehen juga menjadi salah satu objek pariwisata yang sangat menarik. Melalui prasasti-prasasti tembaga yang masih tersimpan, kita dapat melihat bagaimana Pura Kehen telah menjadi bagian penting dari sejarah Bali dan kebudayaan lokal.

Dengan demikian, Pura Kehen tetap menjadi tempat yang sakral dan berharga bagi masyarakat setempat, serta menjadi daya tarik yang kuat bagi para wisatawan yang ingin mengeksplorasi keindahan dan kearifan lokal di Bangli.