Menelusuri Jejak Sejarah Pura Bukit Dharma Durga Kutri di Bali
Pura Bukit Dharma Durga Kutri, berdiri sejak tahun 835 caka di Bali, membuka tirai sejarah yang kaya. Bermula dari masa pemerintahan Raja Sri Kesari Warmadewa, berkembang pesat di bawah pemerintahan Udayana pada abad ke-10, pura ini menjadi simbol evolusi budaya dan spiritual Bali. Dengan dukungan prasasti seperti Peguyangan dan Prangsada, terlihat bahwa pura ini memainkan peran sentral dalam kehidupan keagamaan masyarakat. Persatuan simbolis antara Brahma, Wisnu, dan Siwa terwujud dalam patung Durga Mahesamardini Astabuja. Pura Bukit Dharma, dengan konsep Tri Mandala-nya, mencerminkan perpaduan harmonis antara spiritualitas dan arsitektur. Keberartian yang berkelanjutan dari pura ini tidak hanya terletak pada patung puncaknya, tetapi juga pada beragam patung di halaman utama, memberikan pandangan menarik ke masa kejayaan Bali yang megah.
Pura Bukit Dharma Durga Kutri, yang diduga telah berdiri sejak tahun 835 caka berdasarkan prasasti di Bali, menjadi saksi bisu keindahan sejarah pulau ini. Berlokasi di Banjar Kutri, sepanjang jalan utama menuju Blahbatuh, Gianyar, pura ini menyimpan keunikan dengan bukit dan hutan kecil yang melingkupi utama mandalanya.
Hutan Kecil di Pura Bukit Dharma Durga Kutri (Sumber: Koleksi Pribadi)
Awal mula Pura Bukit Dharma sebagai kahyangan jagat dapat ditelusuri dari pemerintahan Raja Sri Kesari Warmadewa hingga masa kejayaan Udayana pada abad ke-10 M. Pemerintahan Udayana, yang ditemani permaisuri Gunapriya Dharmapatni, mencapai puncaknya dengan wilayah kerajaan Bali yang meluas hingga Timor Timur. Prasasti seperti Peguyangan, Tengkulak, Trunyan, dan Prangsada memberikan dukungan terhadap eksistensi pura ini.
Prasasti Prangsada menggambarkan keyakinan Prabu Anak Wungsu terhadap ibunya, Ratu Mahendradatta Udayana, yang kembali bersatu secara simbolis dengan Surya di Candi Burwan. Makna yang terkandung menunjukkan bahwa Raja dan rakyat saat itu merupakan pemuja Surya (Wisnu), dan Pura Bukit Dharma sudah berdiri pada pemerintahan Ratu Mahendradatta.
Prasasti Peguyangan menguatkan pengabdian masyarakat kepada Tuhan yang dipuja di Buruan, menjadi dasar hidup bernegara dan beragama di bawah pemerintahan Ratu Mahendradatta Udayana. Hidup berjalan di jalan dharma sesuai dengan ajaran Pura Bukit Dharma diharapkan mendatangkan berkah.
Arca Durga Mahesamardini Astabuja (Sumber : Koleksi Pribadi)
Arca Durga Mahesamardini Astabuja, yang melambangkan Gayatri, menjadi perwujudan penyatuan kekuatan Brahma, Wisnu, dan Siwa. Konsep Tri Mandala dan Tri Loka dalam penataan pura mencerminkan harmoni antara Nista Mandala, Madya Mandala, dan Utama Mandala.
Pura Bukit Dharma bukan hanya tempat arca Durga Mahesamardini Astabuja di puncaknya, tetapi juga menampilkan keindahan arca Gedong Pesaren, Arca Budha, Siwa, Lingga Yoni, dan arca Gedong Doho di penataran agungnya, yang kemungkinan berkaitan dengan leluhur Raja Sejoli. Sebuah perjalanan menyeluruh ke masa lalu yang memukau dan memberi makna pada keberadaan pura ini hingga hari ini.