Mengungkap Keajaiban Desa Adat Piling: Sejarah dan Kearifan Lokal

Bali, dikenal sebagai Pulau Dewata, terkenal dengan keindahan alamnya dan warisan budaya yang kaya. Salah satu desa yang menarik perhatian adalah Desa Adat Piling. Desa ini memiliki sejarah yang kaya dan unik, mencerminkan perjalanan panjang masyarakatnya dari krisis abad ke-18 hingga perkembangan agama Kristen dan Katolik pada abad ke-20. Dan artikel ini menyajikan pengungkapan mendalam tentang Desa Adat Piling, memaparkan sejarahnya yang kaya dan kearifan lokal yang melekat. Dengan menyoroti tradisi, nilai-nilai, dan peristiwa bersejarah, pembaca akan memahami keunikan dan keajaiban yang menjadikan Desa Adat Piling istimewa.

MaxMax
Sep 15, 2025 - 05:02
Sep 15, 2025 - 05:35
Mengungkap Keajaiban Desa Adat Piling: Sejarah dan Kearifan Lokal
Desa Adat Piling (Sumber : Koleksi Redaksi)

Perjuangan Awal Desa Adat Piling

Desa Adat Piling bermula dari desa kuno di Penebel, yang awalnya berasal dari Desa Sarin Buana di daerah Bajra ke utara. Pada abad ke-15 hingga ke-16 Masehi, para pendahulu desa ini diberi tugas oleh Jro Subangnya, Puri Tabanan, untuk ngempon pura di pucak kedaton, termasuk Pura Pucak Kedaton, Pura Manik Celaka, Linggar Sari, dan Pura Jero Tengah.Pindahnya desa ini dipicu oleh inisiatif para tetua desa untuk mendekatkan diri ke pucak dan pura-pura tersebut. Pada awalnya, desa ini berada di sebelah utara dengan nama Tagel Sepit, merujuk pada wilayah yang sempit dan memanjang. Di sana, mereka membangun Pura Khayangan Tiga dengan Sarkofagus, Linggayoni, yang masih dilestarikan hingga saat ini.

Desa Piling mengalami perpindahan wilayah pada abad ke-19-20, tepatnya pada tahun 1901. Awalnya, desa ini berlokasi di utara dengan wilayah yang dikenal sebagai Tagel Sepit. Namun, karena keterbatasan sumber daya, termasuk makanan yang sulit didapat karena diserang semut, desa ini pindah ke selatan. Proses perpindahan ini melibatkan tebang hutan massal, dan dari sinilah desa mendapatkan nama "Piling". Wilayah di utara diambil alih oleh Jatiluwih, sementara wilayah selatan menjadi cikal bakal Desa Piling.

Desa Adat Piling mencerminkan keberagaman agama, dengan mayoritas penduduk menganut ajaran Hindu. Namun, pada tahun 1928, agama Kristen Protestan mulai masuk, membentuk komunitas pada tahun 1936 di Piling Kanginan, sebelum menyebar ke seluruh desa. Pada tahun 1955, ajaran Kristen Katolik tiba di Abianbase, dipengaruhi oleh keluarga narasumber dan dukungan dari Pastur Suberger, seorang misionaris Jerman.

Pintu Masuk Desa Adat Piling(Sumber Photo : Koleksi Redaksi)

Kehadiran Misionaris dan Dampaknya

Keadaan sulit di Desa Piling, terutama setelah letusan Gunung Agung pada abad ke-18, membawa bantuan kemanusiaan dari Pastur Suberger. Misionaris ini tidak hanya memberikan bantuan pangan, pendidikan, dan kesehatan, tetapi juga membangun klinik kesehatan secara gratis. Pendekatan penuh kasih sayang inilah yang membantu agama Kristen dan Katolik berkembang di desa ini.

Seiring waktu, misionaris dari Jerman secara sukarela ikut membantu masyarakat dengan memberikan makanan, menyebarkan pendidikan, dan membangun klinik kesehatan. Pendekatan penuh kasih sayang ini tidak hanya membangun kepercayaan masyarakat terhadap agama Kristen dan Katolik, tetapi juga membawa pengaruh budaya Eropa yang dapat dilihat dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari di Desa Adat Piling.Sejarah Desa Adat Piling mencerminkan perjalanan panjang yang penuh liku-liku, dari krisis pangan hingga perkembangan agama dan budaya yang kaya. Desa ini tetap menjadi saksi hidup dari transformasi yang terjadi sepanjang waktu dan menjadi bagian integral dari keberagaman pulau Bali.

Gereja Tertua Desa Adat Piling (Sumber : Koleksi Redaksi)