Pura Dalem Sakenan: Simbol Harmoni Agama dan Kebersamaan Hindu-Bali
Pura Dalem Sakenan di Denpasar, Bali, mencerminkan harmoni agama Hindu dan Buddha. Pura ini penting bagi umat Hindu dalam menjaga tradisi, merawat budaya, dan menyatukan komunitas. Dulu, akses sulit, tetapi sekarang lebih mudah dengan infrastruktur transportasi. Upacara Piodalan menekankan pentingnya kebersamaan dan tanggung jawab sosial. Pura Dalem Sakenan adalah tempat ibadah dan simbol keragaman budaya.
Pura secara umum adalah tempat ibadah bagi umat Hindu yang digunakan untuk memuja Tuhan Yang Maha Esa dalam segala aspek, Tujuannya adalah untuk menyembah Tuhan dalam segala manifestasinya. Pada awalnya, istilah "kahyangan" atau "hyang" digunakan sebelum istilah "pura" menjadi lebih umum. Istilah "pura" mulai dikenal pada abad ke-10, terutama setelah kedatangan Empu Kuturan di Bali yang membawa perubahan besar dalam kehidupan keagamaan di Bali.
Pura Dalem Sakenan, yang terletak di kota Denpasar, Bali, adalah salah satu Pura Dang Kahyangan yang memiliki peran penting dalam kehidupan umat Hindu. Pura ini tidak hanya digunakan sebagai tempat ibadah, tetapi juga digunakan sebagai simbol harmoni antara agama Hindu dan Buddha, serta warisan budaya Hindu-Bali yang kaya. Pura Dalem Sakenan memiliki peran utama dalam membantu umat Hindu menjalankan kewajiban agama, menjaga tradisi keagamaan, dan merawat warisan budaya Hindu-Bali. Salah satu karakteristik unik Pura Dalem Sakenan adalah pura ini bercorak Siwa-Buddha. Hal ini mencerminkan keharmonian antara agama Hindu dan Buddha di Bali, dengan pengaruh agama Hindu dan Buddha yang telah lama bersatu dalam tradisi spiritual dan kepercayaan masyarakat Bali. Nama "Sakenan" diyakini berasal dari kata "Sakyamuni," yang mengacu pada Buddha Gautama, menegaskan harmoni antara kedua agama ini.
Pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong di Gelgel, sekitar tahun 1460-1550 M, Dang Hyang Niratha datang ke Bali. Dalam perjalanannya, ia sampai di Bali dan membangun banyak tempat suci, yang sekarang dikenal sebagai Pura Dang Kahyangan. Pada tahun 1489 M, pada masa pemerintahan Ida Dalem Waturenggong di Gelgel, Dang Hyang Niratha tiba di Bali dengan tujuan menyempurnakan kehidupan agama Hindu di pulau tersebut. Ia menetap di Gelgel beberapa lama sebelum memutuskan untuk berkeliling Bali. Selama perjalanannya, Dang Hyang Niratha membangun banyak pura, seperti Pura Rambut Siwi di Jembrana, Pura Tanah Lot di Tabanan, Pura Uluwatu di Pecatu, Pura Bukit Gong di Nusa Dua, Pura Bukit Payung di Nusa Dua, Pura Sakenan di Serangan, Pura Air Jeruk di Gianyar, Pura Tugu di Tegaltugu, Pura Tengkulak di Tulikup Gianyar, dan Pura Goa Lawah di Klungkung (Sastrodiwiryo, 2010: 67).
Pintu masuk Pura Sakenan Serangan (Koleksi : Editor)
Arsitektur Pura Dalem Sakenan sangat menarik, terutama pada palinggih utamanya yang dikenal sebagai Palinggih Bebancihan. Palinggih ini menggabungkan unsur-unsur padmasana Hindu dengan bentuk candi Buddha, menciptakan ilustrasi visual yang kuat tentang harmoni antara kedua tradisi agama ini. Struktur bangunan dalam Pura Dalem Sakenan adalah elemen penting yang tidak dapat dipisahkan dari keberadaan pura ini. Secara umum, pura besar terdiri dari tiga bagian yang berbeda: Nista Mandala (jabaan atau halaman muka), Madya Mandala (halaman tengah), dan Uttama Mandala (halaman dalam) (Netra, 1994: 90). Di jabaan atau halaman muka pura, terdapat berbagai jenis bangunan pelinggih seperti Bale Kulkul, Bale Wantilan, Bale Pewaregan, dan Jineng (Netra, 1994: 90). Di bagian tengah atau jaba tengah, biasanya terdapat berbagai bangunan seperti Bale Agung, Bale Pagongan, dan lain-lain (Netra, 1994: 90). Di Pura Dalem Sakenan, pada Madya Mandala dan Uttama Mandala, terdapat beberapa pelinggih atau bangunan, antara lain:
Madya Mandala (Halaman Tengah)
-
Pelinggih Bebancihan: Tempat pemujaan kepada Hyang Sandhijaya atau Hyang Baruna, serta sebagai penghormatan kepada Dang Hyang Niratha.
-
Bale Tajuk Sthana Ida Bhatara Rambut Sadana Sakenan: Tempat suci yang didedikasikan sebagai sthana Ida Bhatara Rambut Sadana Sakenan.
-
Bale Tajuk Tempat Upakara atau Sesaji: Bangunan suci yang digunakan untuk melakukan upakara dan sesaji.
-
Bale Tajuk Sthana Ratu Tuwan Kemedan Bhatara Surengrana: Mengatur segala jenis upacara dan upakara yang diadakan.
-
Bale Tajuk Sthana Ratu Tuwan Kemedan Bhatara Jayengrana: Yang bertugas mengatur dan mengawasi berbagai bentuk upacara dan upakara.
-
Bale Pesanekan atau Bale Penyimpanan: Tempat yang digunakan untuk menyimpan berbagai jenis pengangge atau busana yang digunakan dalam Pura.
-
Bale Pesanekan Tempat Beristirahat Jro Mangku Sakenan: Tempat yang disediakan untuk beristirahat oleh Jro Mangku Sakenan.
-
Apit Lawang (Togog Dewa Kala): Merupakan patung raksasa yang merupakan perwujudan Dewa Kala.
-
Apit Lawang (Togog Babi): Patung babi yang dianggap sebagai peliharaan Ida Bhatara Gunung Agung (Wisparina, 2013: 63).
Uttama Mandala (Halaman Dalam)
-
Candi Kurung: Candi yang menghubungkan "utama mandala" dengan "madya mandala," dikelilingi oleh dua arca Ganesha.
-
Pelinggih untuk Jro Dukuh Sakti: Tempat suci yang didedikasikan untuk pemujaan kepada Jro Dukuh Sakti.
-
Meru Tumpang Tiga: Struktur suci yang berfungsi sebagai tempat penghormatan untuk Batara Batur, Intaran, dan Ida Batara Muter.
-
Gedong Jati: Bangunan suci yang dipersembahkan untuk Ida Ratu Ayu.
-
Gedong (Tajuk) untuk Batara Buitan dan Batara Muntur: Tempat yang digunakan dalam upacara pemujaan Batara Buitan dan Batara Muntur.
-
Bale Gede atau Bale Paruman: Bangunan yang berfungsi sebagai tempat pesamuan para pemangku, tempat penyucian pratima Ida Batara, serta tempat para sulinggih dan para raja pada saat ada upacara pujawali di "utama mandala."
Upacara Piodalan di Pura Dalem Sakenan memiliki makna mendalam, termasuk penerapan konsep Teologi Sosial. Konsep ini mengajarkan bahwa setiap individu adalah bagian integral dari masyarakat, dan mereka memiliki tanggung jawab untuk membantu mewujudkan ajaran agama mereka dalam kehidupan sehari-hari. Dalam upacara Piodalan, konsep teologi sosial tercermin dalam rasa kebersamaan umat Hindu yang berkumpul untuk memuja Tuhan di Pura Dalem Sakenan. Mereka bersama-sama berpartisipasi dalam persiapan dan pelaksanaan upacara, menunjukkan kesadaran akan peran mereka dalam sistem sosial dan pentingnya saling mendukung dalam mewujudkan ajaran agama mereka.