Pura Pedarman Agung Satria Denpasar: Tiga Mandala Suci Peninggalan Bersejarah Kyayi Tegeh Kori
Apakah kalian tahu bahwa Pura Pedarman Agung Satria di Denpasar adalah tempat suci yang dibangun untuk menghormati leluhur Kerajaan Badung? Dengan tiga mandala utamanya, pura ini menjadi simbol spiritual dan sejarah yang erat kaitannya dengan Dinasti Kyayi Tegeh Kori. Bagaimana pura ini menjaga nilai-nilai leluhur dan budaya Bali? Mari kita telusuri lebih lanjut dalam artikel ini!
Pura Pedarman Agung Satria, yang terletak di Jalan Veteran, Banjar Tainsiat, Desa Dangin Puri Kaja, Kecamatan Denpasar Utara, Bali, merupakan salah satu pura bersejarah yang memiliki nilai spiritual dan budaya yang sangat penting bagi masyarakat Bali. Pura ini dibangun untuk menghormati Ida Bhatara Leluhur, pendiri Kerajaan Badung, serta menjaga dan melestarikan hubungan spiritual antara leluhur, masyarakat, dan dewa-dewa. Pura Pedarman Agung Satria tidak hanya menjadi tempat peribadahan, tetapi juga simbol identitas dan keharmonisan masyarakat Bali yang sangat kental dengan nilai-nilai budaya serta agama Hindu.
Utama Mandala Pura Pedarman Agung Satria (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)
Pura Pedarman Agung Satria memiliki sejarah yang bermula pada sekitar abad ke-16, tepatnya pada masa Dinasti Kyayi Tegeh Kori. Dinasti ini dikenal sebagai salah satu keluarga bangsawan yang memiliki pengaruh besar dalam sejarah Bali, khususnya dalam pembentukan Kerajaan Badung. Pendirian pura ini berawal dari keinginan untuk menghormati dan melestarikan nilai-nilai spiritual yang telah diwariskan oleh leluhur mereka. Meskipun Ida Bhatara Leluhur telah melinggih di kahyangan, masyarakat Bali tetap meyakini bahwa beliau terus memberikan perlindungan dan bimbingan melalui berbagai ritual dan upacara yang dilaksanakan di pura ini.
Nama lain dari pura ini adalah Pura Satria, yang mengacu pada identitas masyarakat Kesatria atau golongan prajurit yang memiliki peran penting dalam kehidupan politik dan sosial Kerajaan Badung. Ini menunjukkan bahwa pura ini juga memiliki hubungan erat dengan komunitas Kesatria yang secara langsung berhubungan dengan sejarah perjuangan dan perlindungan masyarakat Bali. Pura Pedarman Agung Satria terdiri dari tiga mandala utama yang memiliki fungsi dan makna yang sangat penting dalam tradisi Hindu Bali. Tiga mandala ini adalah Utama Mandala, Madya Mandala, dan Nista Mandala. Setiap mandala memiliki tujuan dan arti tersendiri yang mencerminkan hubungan antara dunia manusia, leluhur, dan dewa.
Utama Mandala Pura Pedarman Agung Satria (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)
Pada bagian Utama Mandala adalah tempat area paling suci di Pura Pedarman Agung Satria. Di area ini terdapat berbagai peleban yang didedikasikan untuk menghormati Ida Bhatara Sad Kahyangan, Ida Bhatara Lelangit, serta leluhur dari berbagai dinasti seperti Dinasti Jamban dan Denpasar. Peleban paling selatan di area ini merupakan tempat linggih Ida Cokorda Mantuk Ring Rana dan Ida Cokorda Basmi. Keberadaan peleban ini sangat penting karena melambangkan penghormatan kepada tokoh-tokoh penting yang berasal dari Dinasti Denpasar yang memiliki peran besar dalam sejarah Kerajaan Badung.
Madya Mandala Pura Pedarman Agung Satria (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)
Pada area Madya Mandala terletak di bagian tengah dan menjadi tempat pelaksanaan berbagai upacara adat dan keagamaan. Area ini berfungsi sebagai penghubung antara dunia sakral dan dunia profan. Beberapa pelinggih yang terdapat di Madya Mandala antara lain Pelinggih (arca) Cokorda Mantuk Ring Rana, Pelinggih Ratu Ngurah Sambangan, dan Pelinggih Ratu Melanting. Selain itu, di Madya Mandala juga terdapat Bale Gong dan Bale Pesamuan, tempat berkumpul bagi umat saat melaksanakan upacara adat. Madya Mandala menjadi simbol keseimbangan antara dunia yang lebih tinggi dan dunia manusia.
Nista Mandala Pura Pedarman Agung Satria (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)
Dan pada area Nista Mandala adalah area luar yang dikelilingi oleh pohon beringin suci. Pohon ini memiliki peran penting dalam ritual Ngangget Don Bingin, sebuah upacara untuk memohon perlindungan dan keberkahan. Keberadaan pohon beringin ini melambangkan kesucian dan perlindungan yang diberikan oleh Ida Bhatara Leluhur kepada umat manusia. Selain itu, pasar tradisional seperti pasar burung yang terletak di sekitar pura, menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bali. Pasar ini menggambarkan perpaduan antara kehidupan spiritual dan duniawi yang tetap harmonis dan saling mendukung.
Sejarah Pura Pedarman Agung Satria tidak terlepas dari pengaruh Dinasti Arya Damar, keturunan Adityawarman, seorang tokoh yang diutus oleh Majapahit untuk menguasai Sumatera dan Bali. Kyayi Tegeh Kori, yang berasal dari dinasti ini, merupakan tokoh sentral dalam pendirian pura. Pembangunan pura dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan aspek simbolis dan budaya dari setiap dinasti yang ada. Dimulai dengan peleban utara dan tengah untuk dinasti pertama, kemudian dilanjutkan dengan peleban selatan untuk dinasti berikutnya, termasuk Dinasti Denpasar yang didirikan pada tahun 1788. Setiap tahap pembangunan pura mencerminkan perkembangan sejarah dan spiritual yang mendalam.
Utama Mandala Pura Pedarman Agung Satria (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)
Piodalan atau hari raya di Pura Pedarman Agung Satria biasanya jatuh pada bulan November, yang bertepatan dengan Purnama Kelima atau Keenam dalam kalender Bali. Piodalan merupakan waktu yang sangat penting bagi umat Hindu Bali untuk melaksanakan upacara dan memperkuat hubungan spiritual dengan leluhur. Perayaan ini dihadiri oleh masyarakat setempat, khususnya mereka yang berasal dari trah Kesatria, sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur yang telah berjuang untuk kesejahteraan umat. Pura ini juga memiliki hubungan erat dengan Puri Agung Denpasar, yang dikenal sebagai Puri Satria. Puri Agung merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Badung dan memiliki peran penting dalam sejarah sosial dan budaya Denpasar.
Pura Pedarman Agung Satria menjadi saksi bisu perjalanan panjang sejarah Bali, dari era Majapahit hingga zaman modern. Sebagai pusat spiritual, budaya, dan sejarah di Denpasar, pura ini terus menjadi simbol keharmonisan antara manusia, alam, dan Tuhan. Melalui upacara adat dan keagamaan yang dilaksanakan di sini, masyarakat Bali memperkuat ikatan antara dunia sakral dan duniawi, menjaga nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh leluhur, serta mengingat jasa-jasa mereka dalam membangun peradaban Bali. Pura Pedarman Agung Satria tetap menjadi pusat kehidupan masyarakat Bali yang penuh dengan keindahan, makna, dan nilai luhur. Keberadaan pura ini tidak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat pelestarian tradisi dan budaya Bali yang senantiasa hidup dan berkembang seiring dengan zaman. Dalam setiap upacara dan perayaan, umat Bali terus mengenang dan menghormati leluhur mereka, menjaga kedamaian, serta memperkuat kebersamaan dalam masyarakat.