Simbol Perdamaian dan Keberanian: Kisah Pura Penataran Gusti Gede Pering Jelantik

Di tengah gemerlap budaya Bali, Pura Penataran Gusti Gede Pering Jelantik berdiri megah sebagai warisan yang tak ternilai. Pura ini tidak hanya menjadi tempat persembahan kepada leluhur dan dewa-dewa, tetapi juga menyimpan kisah sejarah yang mendalam. Dibangun pada abad ke-17, pura ini menjadi simbol kedamaian dan persatuan di masa lalu. Mari kita telusuri jejak sejarah dan nilai luhur yang terkandung di dalamnya

Apr 11, 2025 - 06:00
Apr 10, 2025 - 19:31
Simbol Perdamaian dan Keberanian: Kisah Pura Penataran Gusti Gede Pering Jelantik
Pura Penataran Gusti Gede Pering Jelantik (Sumber : Koleksi Pribadi)

Pulau Bali, selain dikenal sebagai destinasi wisata, juga menyimpan kekayaan budaya yang sarat makna. Salah satu warisan budaya tersebut adalah Pura Penataran Gusti Gede Pering Jelantik, pura bersejarah yang berdiri sejak abad ke-17 di Desa Pering ,Kecamatan Blahbatuh,Kabupaten Gianyar. Pura ini didirikan oleh Gusti Gede Pering Jelantik, seorang bangsawan Bali yang dikenal sebagai pemimpin bijaksana dan visioner. Dalam sejarahnya, pura ini dibangun atas dasar pawisik, atau petunjuk spiritual, yang diterima Gusti Gede Pering Jelantik melalui meditasi. Petunjuk tersebut mengarahkan beliau untuk membangun pura sebagai tempat persembahan kepada leluhur dan dewa-dewa penjaga tanah Bali, serta menjadi simbol perdamaian di masa penuh gejolak.

Proses pembangunan pura ini melibatkan masyarakat sekitar dalam semangat gotong royong. Material yang digunakan berasal dari bahan-bahan lokal, mencerminkan keterkaitan masyarakat Bali dengan alam. Arsitektur pura terdiri dari tiga bagian utama, yaitu Nista Mandala, Madya Mandala, dan Utama Mandala. Nista Mandala adalah area paling luar yang digunakan untuk persiapan sebelum memasuki pura. Di sini terdapat bangunan seperti bale kulkul (menara lonceng tradisional Bali), tempat penyimpanan sesajen, dan candi bentar (gerbang terbelah khas Bali). Selain itu, halaman di Nista Mandala sering digunakan sebagai tempat berkumpulnya masyarakat sebelum upacara dimulai.

Gerbang Pura Penataran Gusti Gede Pering Jelantik (Sumber: Koleksi Pribadi)

Madya Mandala, yang berada di tengah, adalah area untuk pelaksanaan upacara dan aktivitas keagamaan lainnya. Bangunan penting di Madya Mandala meliputi bale gong (tempat gamelan dimainkan saat upacara berlangsung), bale pesandekan (tempat istirahat atau persiapan persembahan), dan bale perantenan (area khusus untuk mempersiapkan sesajen dan perlengkapan upacara). Area ini menjadi pusat kegiatan saat upacara adat berlangsung, di mana masyarakat dan para pemangku berkumpul. Utama Mandala merupakan area paling suci di pura. Di sini terdapat sejumlah bangunan penting, seperti Para Menak, Sedahan Pengenter, Taksu, Catu Meres, Catu Mujung, Meru Tumpang 3, Padmasana, Gedong Sari, Gedong Bata, Menjangan Seluang, Ratu Ngurah, Ratu Ngurah Alit, dan Pepelik. Area ini hanya boleh dimasuki oleh pemangku atau mereka yang memiliki izin khusus.

Sebagai tokoh utama di balik pembangunan pura, Gusti Gede Pering Jelantik dikenang sebagai pemimpin yang membawa perdamaian di wilayahnya. Kala itu, wilayah yang dipimpinnya sering dilanda konflik antarbanjar akibat perebutan sumber daya seperti air irigasi, batas wilayah, dan perbedaan pandangan adat. Gusti Gede Pering Jelantik, dengan kebijaksanaan dan spiritualitasnya, menggunakan dua senjata suci dalam perjuangan membawa perdamaian. Senjata pertama adalah keris bernama I Sidi Suara, yang memiliki kekuatan untuk memberikan kekebalan atau kanuragan (kekuatan fisik). Senjata kedua adalah tombak bernama I Baru Alis, yang diyakini memiliki kekuatan desti atau ilmu hitam untuk menghadapi situasi genting. Dengan kemampuan spiritual dan strategi diplomasi, Gusti Gede Pering Jelantik berhasil menyatukan masyarakatnya.

Untuk merayakan perdamaian yang tercapai, beliau mengadakan upacara besar yang melibatkan semua golongan masyarakat tanpa memandang kasta atau status sosial. Tradisi ini menjadi simbol persatuan dan terus dilestarikan hingga kini. Selain sejarahnya, pura ini juga memiliki banyak cerita mistis. Masyarakat percaya bahwa keberkahan Gusti Gede Pering Jelantik masih terasa hingga sekarang. Pura ini sering dianggap sebagai tempat suci di mana doa-doa tulus dikabulkan, dan para pengunjung melaporkan pengalaman spiritual mendalam saat bersembahyang di sana.

Tempat Banten di Pura Penataran Gusti Gede Pering Jelantik (Sumber: Koleksi Pribadi)

Kini, Pura Penataran Gusti Gede Pering Jelantik menjadi pusat berbagai upacara adat, seperti piodalan yang diadakan setiap enam bulan sekali, pewintenan untuk pergantian kepengurusan pura, dan ngenteg linggih sebagai upacara penyucian. Selain itu, pura ini juga menjadi tempat pelestarian seni dan budaya Bali, termasuk pementasan tari tradisional yang memperkuat nilai-nilai budaya. Upaya pelestarian pura dilakukan oleh masyarakat setempat bersama pemerintah, yang telah menetapkannya sebagai cagar budaya.

Sebagai warisan budaya, Pura Penataran Gusti Gede Pering Jelantik bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga simbol perjalanan sejarah dan kearifan lokal masyarakat Bali. Keberadaannya mengingatkan kita akan pentingnya menjaga harmoni antara manusia, alam, dan spiritualitas. Dengan melestarikan pura ini, kita tidak hanya menghormati leluhur, tetapi juga memastikan bahwa nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya tetap hidup untuk generasi mendatang.