Menelusuri Pura Agung Luhur Camenggaon di Wilayah yang Ditinggalkan Arya Cameng

Pura kawitan merupakan salah satu jenis pura di Bali yang bersifat spesifik karena seluruh kegiatan keagamaan dan persembahyangan di pura tersebut dilakukan oleh kumpulan atau kelompok keturunan keluarga tertentu. Hal ini akan diikuti secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Salah satu pura kawitan yang digunakan sebagai tempat pemujaan para leluhur adalah Pura Agung Luhur Camenggaon. Pura ini mengandung sejarah menarik mengenai keluarga Arya Cameng serta penamaan dari Pura Agung Luhur Camenggaon itu sendiri.

Jan 12, 2024 - 06:34
Dec 13, 2023 - 21:05
Menelusuri Pura Agung Luhur Camenggaon di Wilayah yang Ditinggalkan Arya Cameng
Pelinggih Utama di Pura Agung Luhur Camenggaon (Sumber: Koleksi Pribadi)

Pura kawitan adalah tempat pemujaan roh suci leluhur dari umat Hindu yang memiliki ikatan "wit" atau leluhur berdasarkan garis keturunannya. Pura kawitan bersifat spesifik atau khusus sebagai tempat pemujaan umat Hindu yang mempunyai ikatan darah sesuai dengan garis keturunannya. Pura kawitan berfungsi untuk membina kerukunan keluarga, dari keluarga inti sampai tingkat klan. Pemujaan kawitan didasari oleh Atma Tattwa dan Purnabhawa yang merupakan bagian dari Bhakti Marga yaitu mewujudkan kasih sayang kepada leluhur dan keturunan. Pura kawitan juga memiliki peran dalam memanggil para Dewata bagi pratisentananya, menjalin hubungan kekerabatan, dan mendudukkan berbagai kelompok warga di Bali yang sudah dalam posisi setara dan bersaudara. Selain itu, pura kawitan juga merupakan tempat suci bagi kelompok pasemetonan atau keturunan keluarga tertentu yang berfungsi untuk memuja Atma Siddha Dewata.

 

Pura Agung Luhur Camenggaon adalah salah satu pura kawitan yang berlokasi di Desa Adat Camenggaon, Desa Celuk, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar. Penamaan dari pura ini diambil dari nama desa adat beserta sejarah yang menyertainya. Dahulu, wilayah dari pura ini merupakan wilayah pemukiman keluarga Arya Cameng, tetapi karena suatu hal tertentu mereka akhirnya pindah ke berbagai wilayah di Bali.  Wilayah yang ditinggalkan oleh para Arya Cameng ini kemudian diberi nama Camenggaon yang berasal dari dua kata yaitu “Cameng” dan “kaon”, dimana “Cameng” merupakan nama Arya Cameng dan “kaon” atau “mekaon” dalam Bahasa Bali diartikan sebagai meninggalkan atau pindah, sehingga Camenggaon berarti wilayah yang ditinggalkan oleh Arya Cameng.

 

Patung Seorang Laki-Laki pada Dinding Pura (Sumber: Koleksi Pribadi)

 

Berdasarkan buku yang berjudul “Katuturan Sang Katrini,” khususnya pada bagian yang membahas mengenai pratisentana atau sanak keluarga Sirarya Tan Mundur, keberadaan wilayah pemukiman Arya Cameng diperkirakan sejak pratisentana Sirarya Tan Mundur tersebut tedun ke wilayah Camenggaon pada tahun 1352 Masehi setelah beliau berhasil memadamkan pemberontakan 39 desa di pegunungan. Beliau memiliki seorang anak bersama istrinya Ni Luh Pasek Kayu Ireng yang bernama I Gusti Ngurah Jelantik Camenggaon. Pada suatu hari, I Gusti Ngurah Jelantik Camenggaon berunding bersama sanak keluarga dan warga lainnya untuk membangun parhyangan di wilayah Camenggaon. Setelah pembangunan selesai pada tahun 1711 Masehi, dilangsungkan Karya Pemelaspas Agung pada hari Jumat, Pahing, Dunggulan yang selanjutnya ditetapkan sebagai tegak piodalan Pura Agung Luhur Camenggaon, yaitu pada hari Sabtu, Kliwon, Kuningan.

 

Pelinggih Pura Kereban Langit dan Ratu Rangda (Sumber: Koleksi Pribadi)

 

Pura Agung Luhur Camenggaon memiliki luas sekitar 600 meter persegi dengan arsitektur bangunan pura khas Bali yang terukir indah. Terdapat beberapa bangunan dan pelinggih sebagai tempat berstananya sesuhunan yang ada di pura ini, berikut adalah penjelasan mengenai posisi dari bangunan dan pelinggih tersebut.

  1. Pelinggih Pura Kereban Langit dan Ratu Rangda, berada di bagian luar pura atau jaba sisi dengan posisi menghadap ke arah utara.
  2. Perantenan, merupakan sebutan untuk dapur dari Pura Agung Luhur Camenggaon yang berada di jaba tengah.
  3. Bale Pengias, bangunan pertama yang akan dilihat saat memasuki wilayah jeruan pura ini.
  4. Bale Gong, merupakan bangunan yang digunakan sebagai tempat untuk menyimpan dan menabuh gamelan saat upacara berlangsung yang berada tepat di sebelah selatan Bale Pengias.
  5. Bale Peselang, sebagai tempat untuk melakukan pemujaan ke hadapan para Dewata, Posisi bale ini sama seperti Bale Gong yaitu berada di sebelah selatan Bale Pengias, tepatnya di sebelah timur Bale Gong.
  6. Pengaruman, sebagai tempat berstananya sesuhunan yang berada di pura ini. Posisinya tepat di sebelah timur Bale Pengias dan menghadap ke arah selatan.
  7. Pelinggih Utama, terdapat tiga Pelinggih Utama yang berjejer dari arah utara ke selatan, pelinggih-pelinggih ini merupakan tiga gedong yang berada dalam satu jajaran.
  8. Pelinggih Ibu, berada tepat di sebelah selatan Pelinggih Utama.
  9. Pelinggih Gunung Agung, menghadap ke arah barat dengan posisi berada di sebelah utara Pelinggih Utama.
  10. Pelinggih Gunung Lebah dan Ratu Penyarikan, kedua pelinggih ini menghadap ke arah selatan dengan posisi yang bersebelahan dengan Pelinggih Gunung Agung.
  11. Gedong Simpen, merupakan bangunan tinggi yang menghadap ke arah terbenamnya matahari.
  12. Encangan Dalem, Pelinggih Ratu Pemayun, dan Pelinggih Cameng Pejeng, ketiga pelinggih ini berada di sebelah barat Gedong Simpen dengan posisi menghadap ke arah selatan.

Pura Agung Luhur Camenggaon adalah tempat suci yang memelihara warisan luhur Bali dengan penuh kehormatan. Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat setempat, pura ini mengingatkan kita untuk selalu menghargai dan menghormarti para leluhur dengan memelihara keindahan spiritual yang mendalam.