Pura Kayu Selem: Pura Leluhur Pasek Kayuan Yang Berada Di Desa Songan

Pura Kayu Selem, terletak di Bali, Indonesia, adalah tempat ibadah yang kaya sejarah dan budaya. Didirikan pada abad ke-16 oleh pendeta Hindu dari Jawa, pura ini dikenal dengan arsitektur menawannya dan ornamen yang rumit. Nama "Kayu Selem" berarti "kedamaian," mencerminkan fungsinya sebagai pusat spiritual dan sosial bagi masyarakat setempat. Upacara seperti odalan dan berbagai ritual keagamaan sering diadakan di sini, menarik banyak pengunjung yang ingin merasakan keindahan dan ketenangan budaya Bali.

Nov 26, 2024 - 15:00
Nov 23, 2024 - 08:46
Pura Kayu Selem: Pura Leluhur Pasek Kayuan Yang Berada Di Desa Songan
Pura Kayu Selem (Sumber Photo: Koleksi Pribadi)
Kisah ini dimulai dengan perjalanan spiritual Mpu Semeru, seorang tokoh sakti yang dikenal karena kebijaksanaan dan pemahamannya yang mendalam terhadap rahasia alam dan spiritualitas. Dalam perjalanan menuju tanah Bali, Mpu Semeru melintasi pegunungan yang indah, menyaksikan panorama alam yang menakjubkan, serta merasakan kesegaran udara pegunungan yang begitu murni. Ketika tiba di Kuntulgading (Kedisan), ia terpesona oleh keindahan dan ketenangan alam di sekitarnya, di mana suara burung berkicau dan angin sepoi-sepoi menciptakan suasana yang damai dan menenangkan. Setelah beristirahat sejenak, ia melanjutkan perjalanan ke daerah Tampurhyang (Songan), di mana ia menemukan mata air suci yang memancarkan aura kedamaian. Di dekat mata air tersebut, ia melihat tonggak kayu asam (celagi) yang tampak hitam terbakar, merasakan kekuatan spiritual yang ada di dalamnya, seolah-olah mengundangnya untuk berinteraksi dan merenungkan makna hidup.

Suasana Persembahyangan Malam Hari di Pura Kayu Selem (Sumber Photo: Koleksi Pribadi)

Dengan kekuatan ajaran dan panca bhayunya, Mpu Semeru mengubah tonggak kayu tersebut menjadi seorang manusia yang dikenal sebagai Mpu Dryakah. Transformasi ini bukan hanya menggambarkan kemampuan magis, tetapi juga melambangkan potensi yang terpendam dalam setiap makhluk hidup. Mpu Dryakah, yang kemudian mengganti namanya menjadi Mpu Kamareka setelah menerima ajaran dari Mpu Semeru, diberikan tugas penting untuk menghadap Bhatara Hyang Putrajaya di Pura Besakih dan Bhatara Hyang Gnijaya di Gunung Lempuyang. Tugas ini bukan sekadar ritual biasa, melainkan misi suci untuk menjaga hubungan spiritual dengan para dewa, serta untuk menyebarkan ajaran dan tradisi yang telah diwariskan. Mpu Semeru kemudian kembali ke pulau Jawa, tetapi merasakan panggilan yang kuat untuk kembali ke Tampurhyang pada hari Jum’at Keliwon wara Pujut, di mana ia disambut hangat oleh Mpu Kamareka dan istrinya, yang sangat merindukan kehadirannya.

 

 Suasana Persembahyangan di Pura Kayu Selem (Sumber Photo: Koleksi Pribadi)

Dalam kunjungannya yang penuh makna, Mpu Semeru memberikan amanat yang sangat penting kepada Mpu Kamareka mengenai pemeliharaan Sanghyang Ongkara Dyatmika, sebuah ajaran yang mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan antara dunia fisik dan spiritual. Ia menekankan betapa pentingnya untuk tetap terhubung dengan para leluhur dan menyampaikan ajaran spiritual kepada keturunan Mpu Kamareka, yang akan dikenal sebagai Arya Pasek Kayu Selem. Amanat ini mencakup tanggung jawab untuk mengajarkan nilai-nilai luhur kepada generasi mendatang, agar warisan budaya dan spiritual tidak hilang ditelan waktu. Setelah Mpu Kamareka meninggal, tradisi keagamaan yang dihormati pun berlangsung, menunjukkan bahwa ajaran yang diturunkan tetap hidup di dalam hati para pengikutnya. Pada upacara pembakaran jenazahnya, ketujuh putra Mpu Gnijaya, Sang Sapta Rsi, diundang untuk melakukan pemujaan, menciptakan ikatan spiritual yang kuat antara kedua garis keturunan tersebut dan menegaskan pentingnya kerjasama dalam menjaga tradisi yang telah diwariskan.

Keindahan Malam Hari Pura Kayu Selem (Sumber Photo: Koleksi Pribadi)

Seiring berjalannya waktu, Mpu Kamareka menjadi cikal bakal warga Pasek Kayu Selem, termasuk nama-nama yang terkenal seperti Ki Kayuselem, Ki Celagi, Ki Tarunyan, dan Ki Kayuan. Setiap generasi dari keturunan ini berusaha meneruskan ajaran dan tradisi yang diwariskan, menjaga warisan spiritual sebagai bagian dari identitas mereka. Setiap nama dan setiap cerita yang diturunkan adalah pengingat akan perjalanan panjang yang telah dilalui oleh leluhur mereka. Pura Kayu Selem, yang menjadi saksi bisu perjalanan ini, kini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai simbol dari penghormatan terhadap para leluhur dan pengingat akan pentingnya menjaga warisan yang telah ditinggalkan.

Setiap tahun, umat berkumpul di Pura Kayu Selem untuk melakukan ritual dan perayaan, yang diiringi oleh berbagai persembahan dan doa. Aktivitas ini menciptakan suasana khidmat yang menghubungkan masyarakat dengan spiritualitas mereka. Kegiatan ini tidak hanya bertujuan untuk menghormati para leluhur, tetapi juga untuk memperkuat ikatan antar anggota komunitas dan menumbuhkan rasa persatuan. Melalui setiap ritual, setiap doa, dan setiap upacara, kisah Mpu Semeru dan Mpu Kamareka terus hidup dalam ingatan masyarakat Bali, menjadi inspirasi bagi generasi demi generasi untuk menghormati dan melestarikan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan. Dengan demikian, Pura Kayu Selem dan kisah di baliknya terus menginspirasi umat untuk menyebarkan cinta, kebijaksanaan, dan harmoni dalam kehidupan sehari-hari. Melalui pelestarian tradisi ini, masyarakat Bali tidak hanya menjaga warisan budaya, tetapi juga menguatkan identitas spiritual yang telah dibangun selama berabad-abad, menjadikan kisah ini abadi dan relevan hingga kini.