Pura Prasada Lingga Ida Cri Kresna Kepakisan: Jejak Sejarah dan Peristirahatan Terakhir Sang Adipati

Pura Prasada Lingga Ida Cri Kresna Kepakisan, yang terletak di Desa Samplangan, Gianyar, memiliki latar belakang sejarah yang kaya dan arsitektur Majapahit. Selain sebagai tempat pemujaan, pura ini merupakan saksi perjalanan Dinasti Ida Bhatara Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan. Dikenal akan keindahan alamnya, pura ini menyimpan berbagai objek bersejarah. Melalui penjelajahan ini, diharapkan generasi mendatang dapat lebih menghargai warisan budaya yang telah ada sejak lama.

Jan 31, 2025 - 07:22
Oct 23, 2024 - 10:28
Pura Prasada Lingga Ida Cri Kresna Kepakisan: Jejak Sejarah dan Peristirahatan Terakhir Sang Adipati
Pura Prasada Lingga Ida Cri Kresna Kepakisan (Sumber: Koleksi Pribadi)

Di sebuah desa yang tenang di Kabupaten Gianyar, tepatnya di Desa Samplangan, berdiri megah sebuah pura yang kini dikenal dengan nama Pura Prasada Lingga Ida Cri Kresna Kepakisan. Pura ini berada di lokasi terpencil, dikelilingi hamparan sawah hijau nan asri dengan pemandangan alam yang menyejukkan mata. Akses menuju pura ini hanya dapat dilalui dengan kendaraan roda dua, melewati jalan setapak yang sempit. Namun, begitu sampai di kawasan pura, kebersihan dan keasriannya langsung menyambut setiap pengunjung. 

Gapura Candi Bentar Pura Prasada Lingga (Sumber: Koleksi Pribadi)

Sebagaimana namanya, Pura Prasada Lingga ini menjadi tonggak awal dari berdirinya Dinasti Ida Bhatara Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan di Bali. Cerita ini bermula ketika Raja Majapahit menobatkan Sri Aji Kresna Kepakisan sebagai Adipati Bali Dwipa. Momen bersejarah ini terkait erat dengan kedatangan Patih Gajah Mada di Bali dalam upayanya menyatukan Nusantara di bawah panji Majapahit.

Armada Angkatan Laut Majapahit (Sumber: Koleksi Pribadi)

Di Desa Samplangan inilah Patih Gajah Mada mendirikan perkemahan saat ia melakukan penyelidikan terhadap Raja Bedahulu, raja Bali terdahulu. Tempat perkemahan inilah yang kelak menjadi cikal bakal berdirinya kerajaan Dinasti Ida Bhatara Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan, setelah Raja Bedahulu ditaklukkan. Pura ini pun kemudian diberi nama Linggarsa Pura. Namun, istana kerajaan hanya berada di Samplangan selama dua periode, sebelum akhirnya dipindahkan ke Klungkung.

Kolam Ikan Pura Prasada Lingga (Sumber: Koleksi Pribadi)

Setibanya di Pura Prasada Lingga, kita akan disambut oleh gapura candi bentar yang megah, diiringi beberapa anak tangga yang mengantar langkah kita menuju area pura. Saat kaki pertama kali menapak di pelataran pura, pemandangan sebuah kolam ikan yang terawat indah dan jernih segera memanjakan mata. Di belakangnya, keindahan alam terbentang luas, seolah menyatu dengan suasana sakral dan tenang yang menyelimuti pura ini.

Tak jauh dari kolam ikan tersebut, berdiri sebuah bale, sebuah bangunan terbuka yang digunakan oleh masyarakat desa setempat untuk berkumpul, bercengkerama, atau mengadakan berbagai acara.

Tri Lingga Dewata (Sumber: Koleksi Pribadi)

Memasuki Utama Mandala, area paling suci dari Pura Prasada Lingga, kita akan disuguhkan berbagai objek menarik yang menjadi saksi sejarah kejayaan Keraton Linggarsa Pura. Di dalam pura ini, terdapat padma, prasada, dan penyarikan, yang secara keseluruhan disebut sebagai Tri Lingga Dewata, dengan sedikit sentuhan corak arsitektur Majapahit. Prasada ini didedikasikan sebagai tempat pemujaan Dinasti Ida Bhatara Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan, melambangkan penghormatan mendalam terhadap leluhur dan spiritualitas beliau.

Patung Patih Gajah Mada (Sumber: Koleksi Pribadi)

Di dekat prasada, berdiri patung Patih Gajah Mada yang digambarkan sedang memegang lontar dan keris, simbol perjalanan bersejarah beliau dari Jawa ke Bali atas titah Kerajaan Majapahit untuk melakukan penyelidikan. Patung ini menjadi pengingat akan peran penting Patih Gajah Mada dalam menyatukan Nusantara, termasuk Bali.

Tidak jauh dari prasada dan patung tersebut, terdapat sebidang tanah yang dikelilingi pagar, dengan kain poleng di tengahnya. Tanah ini, yang dikenal sebagai tanah muntig atau gegumuk, konon tidak dapat ditanami apapun selain rerumputan. Masyarakat setempat meyakini bahwa tanah tersebut merupakan tempat penanaman abu suci dari Ida Bhatara Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan beserta istri dan putrinya, dan tetap dijaga kesuciannya hingga saat ini.

Tanah Muntig atau Gegumuk (Sumber: Koleksi Pribadi)

Dengan demikian, pembangunan tempat ini tidak hanya berfungsi sebagai saksi sejarah, tetapi juga sebagai jembatan antara masa lalu dan masa depan. Melalui keberadaan pura ini, diharapkan generasi mendatang dapat terus mengenang, menghargai, dan mempelajari kehidupan leluhur mereka. Dengan cara ini, warisan budaya dan spiritualitas yang terkandung di dalamnya akan tetap hidup dan relevan dalam perjalanan sejarah Bali.