Sanggar Seni Dhira Pradiva: Harmoni Tari dan Tabuh Dari Desa Menuju Panggung Pesta Kesenian Bali

Bali selalu dikenal sebagai pulau dengan kekayaan budaya yang begitu kuat. Seni tari dan tabuh tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga sarana spiritual, sosial, sekaligus identitas yang diwariskan dari generasi ke generasi. Di tengah derasnya arus modernisasi, lahirlah Sanggar Seni Dhira Pradiva, sebuah wadah seni di Banjar Sala, Dusun Peken, Desa Aan, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung. Sanggar ini tidak hanya menjaga keaslian tradisi, tetapi juga membuka jalan bagi anak-anak muda desa untuk melangkah hingga ke panggung bergengsi Pesta Kesenian Bali (PKB).

Oct 1, 2025 - 06:00
Sep 16, 2025 - 09:51
Sanggar Seni Dhira Pradiva: Harmoni Tari dan Tabuh Dari Desa Menuju Panggung Pesta Kesenian Bali
Pentas Barong Ket pada PKB 2023 (Sumber Foto: Sanggar)

Sanggar Seni Dhira Pradiva didirikan pada April 2017 oleh seorang seniman muda, I Putu Rai Dhira Aditya, S.Sn. Latar belakang berdirinya sanggar ini berawal dari kegelisahan Dhira Aditya yang melihat banyak anak-anak di Banjar Sala memiliki bakat seni luar biasa, namun belum ada ruang khusus untuk menyalurkannya. “Saya ingin menyediakan tempat agar anak-anak bisa menyalurkan bakat sekaligus mencintai budaya Bali sejak dini. Dari sanalah Sanggar Seni Dhira Pradiva lahir,” ujar Dhira Aditya.

Seiring waktu, sanggar yang awalnya hanya menampung anak-anak desa sekitar, mulai terbuka untuk umum. Kini, murid-murid Sanggar Seni Dhira Pradiva datang dari berbagai daerah di Bali, menunjukkan betapa cepatnya sanggar ini mendapat tempat di hati masyarakat. Tidak hanya fokus pada tari dan tabuh gender wayang, sanggar ini juga memperkenalkan aksara Bali dan bahasa Inggris. Pendekatan ini menjadi langkah penting, agar anak-anak tetap berakar pada tradisi, namun juga memiliki bekal untuk menghadapi dunia luar.

Latihan Tari (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)

Keseriusan Sanggar Seni Dhira Pradiva dalam membina murid-muridnya terlihat dari rutinitas latihan yang konsisten. Setiap akhir pekan, tepatnya pada hari Jumat dan Minggu, para murid berkumpul untuk berlatih tari dan tabuh. Latihan ini tidak hanya memperkuat keterampilan seni, tetapi juga menumbuhkan disiplin, kebersamaan, serta rasa tanggung jawab. Anak-anak dilatih untuk tidak sekadar bisa menari atau menabuh, tetapi juga memahami filosofi di balik gerak dan bunyi yang mereka tampilkan.

Dari latihan-latihan sederhana di desa, prestasi besar pun mulai tercipta. Hanya beberapa bulan setelah berdiri, Sanggar Seni Dhira Pradiva mencatat sejarah penting: mereka dipercaya mewakili Kabupaten Klungkung dalam Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-39 tahun 2017.

Latihan Tabuh Gender (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)

Keberhasilan tampil di PKB 2017 bisa dibilang sebagai tonggak penting perjalanan Sanggar Seni Dhira Pradiva. Kala itu, mereka membawakan pertunjukan Ngelawang berjudul Ngungsir Kala Tiga. Walau masih sangat muda, sanggar ini berhasil menampilkan kekompakan yang memukau. Gerakan tari yang luwes, tabuh yang penuh energi, serta penghayatan para penari muda berhasil menarik perhatian penonton dan juri.

Kepercayaan untuk tampil di PKB tentu bukan hadiah yang datang begitu saja. Popularitas Sanggar Seni Dhira Pradiva mulai menanjak berkat semangat belajar para muridnya. Mereka cepat menguasai teknik, memiliki dedikasi tinggi, dan didukung penuh oleh masyarakat Desa Aan. Semua itu menjadikan Sanggar Seni Dhira Pradiva menonjol dibanding kelompok seni lain di sekitarnya.

Setelah sukses besar pada 2017, Sanggar Seni Dhira Pradiva tidak berhenti berkarya. Enam tahun kemudian, pada PKB 2023, sanggar ini kembali menunjukkan eksistensinya dengan ikut serta dalam Lomba Barong Ket. Penampilan ini menjadi bukti konsistensi sanggar untuk tetap hadir di panggung bergengsi tingkat provinsi, sekaligus memperlihatkan komitmen mereka menjaga salah satu ikon budaya Bali.

Pementasan Lomba Baorng Ket pada PKB 2023 (Sumber Foto : Sanggar)

Tidak hanya itu, pada PKB 2025, Sanggar Seni Dhira Pradiva menjalin kerja sama budaya dengan Solo International Performing Arts (SIPA). Kolaborasi ini menjadi pintu bagi para seniman muda Bali untuk tampil di ranah yang lebih luas, mempertemukan mereka dengan komunitas seni nasional. Kehadiran ini juga menegaskan bahwa Sanggar Seni Dhira Pradiva tidak hanya berkutat di tingkat lokal, tetapi mulai menapaki jejak di kancah yang lebih besar.

Meski sudah menorehkan prestasi hingga ke panggung besar, Sanggar Seni Dhira Pradiva tidak melupakan akar budayanya. Sanggar ini aktif ngayah di pura-pura sekitar Desa Aan, membawakan tari-tari sakral seperti Rejang Dewa, Baris Gede, hingga Baris Tunggal dalam berbagai upacara yadnya. Tradisi ngayah ini mengajarkan bahwa seni tari dan tabuh tidak semata-mata untuk hiburan, tetapi memiliki makna spiritual yang mendalam bagi masyarakat Bali.

Ngayah Tari Rejang Dewa di Pura Puseh Desa Aan (Sumber Foto : Sanggar)

Selain itu, melalui Dhira Pradiva Foundation, sanggar ini juga menghadirkan pertunjukan budaya di berbagai kesempatan, termasuk acara pernikahan internasional. Salah satu yang berkesan adalah pertunjukan gender wayang di Warung Secret, Desa Aan, milik keluarga Dhira Aditya. Di tengah suasana sakral, seni tradisional Bali dipadukan dengan nuansa modern, menciptakan harmoni lintas budaya yang unik.

Sanggar Seni Dhira Pradiva kini telah menjadi lebih dari sekadar tempat belajar menari dan menabuh. Sanggar ini adalah rumah kebersamaan, disiplin, dan cinta budaya. Anak-anak diajarkan untuk berani tampil, percaya diri, bekerja sama, serta menghormati tradisi.

Dengan metode pembinaan yang memadukan seni, bahasa, dan kepedulian terhadap lingkungan, Sanggar Seni Dhira Pradiva turut menyiapkan generasi muda Bali yang berakar kuat pada budaya, namun juga siap menghadapi era global.

Perjalanan sanggar ini adalah cermin dari perjalanan budaya Bali itu sendiri: berangkat dari desa yang sederhana, namun mampu menggapai panggung besar dengan gemilang. Dari Banjar Sala hingga Art Centre Denpasar, dari pura desa hingga festival internasional, Sanggar Seni Dhira Pradiva membuktikan bahwa seni tradisi bukan sekadar warisan, tetapi napas kehidupan yang terus mengalir dalam denyut masyarakat Bali.