Sanggar Cressendo Bali: Melahirkan Bali Kumara sebagai Simfoni Pelestarian Tradisi

Sanggar Cressendo Bali melalui album Bali Kumara telah menjadi wadah pelestarian bahasa dan budaya Bali, serta menghubungkan generasi muda dengan warian leluhur melalui musik yang sarat pesan moral dan nilai tradisi. Karya ini menjadi simfoni pelestarian budaya yang akan terus bergema dari masa lalu, kini, hingga masa depan.

Oct 25, 2025 - 06:00
Sep 16, 2025 - 10:49
Sanggar Cressendo Bali: Melahirkan Bali Kumara sebagai Simfoni Pelestarian Tradisi
Sanggar Cressendo Griya Musik Sukawari (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)

Sanggar Seni Cressendo Bali merupakan komunitas seni yang berkomitmen menjaga bahasa dan budaya Bali melalui musik. Sejak awal berdirinya, sanggar ini tidak hanya hadir sebagai ruang berkumpul, tetapi juga tumbuh menjadi wadah kreatif yang melibatkan anak-anak, remaja, hingga masyarakat umum dari berbagai latar belakang. Di sini, musik menjadi sarana untuk menanamkan nilai-nilai luhur, memperkuat pendidikan karakter, serta menumbuhkan kebanggaan terhadap bahasa ibu. Lebih dari sekadar tempat berlatih vokal, sanggar ini membentuk generasi yang mencintai tradisi, menghargai warisan leluhur, dan mampu menghadapi tantangan modernitas tanpa kehilangan identitas budaya mereka.

Berlokasi di Jalan Pulau Menjangan, Sukawati, Kabupaten Gianyar, Bali, Sanggar Seni Cressendo tumbuh sebagai pusat aktivitas seni sekaligus pelestarian tradisi. Letak strategis di wilayah yang kental dengan kehidupan budaya menjadikan sanggar ini sebagai benteng identitas lokal yang kokoh berdiri di tengah arus globalisasi. Keberadaannya bukan hanya melayani masyarakat sekitar, tetapi juga menjangkau generasi muda dari berbagai daerah di Bali bahkan luar daerah, yang tertarik mempelajari bahasa, seni, dan musik tradisional. Lingkungan sanggar yang hidup dengan semangat kebersamaan menjadikannya ruang ideal bagi tumbuhnya kreativitas serta kesadaran akan pentingnya melestarikan bahasa Bali.

Kegiatan Rapat Mingguan yang Dipmpin oleh Pendiri Sanggar  (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)

Sosok pendiri sanggar ini adalah I Komang Darmayuda, seorang seniman sekaligus pendidik kelahiran Br. Tameng, Sukawati, Gianyar, tahun 1970. Latar belakang keluarganya yang kental dengan seni musik mengantarkannya menjadi dosen di STSI Denpasar (kini ISI Denpasar) sejak 1999 hingga menjabat Ketua Jurusan Musik pada 2013–2022. Pada tahun 2008, ia mendirikan Sanggar Cressendo Griya Musika Sukawati sebagai ruang pembinaan generasi muda dalam musik. Beliau juga dikenal produktif menciptakan lebih dari 100 lagu Bali, puluhan mars dan hymne, serta beberapa lagu Indonesia. Selain mendidik dan berkarya, ia berperan penting sebagai juri lomba Bali Kumara, memastikan setiap peserta tidak hanya menyanyi dengan indah, tetapi juga memahami makna budaya dalam setiap lirik yang dibawakan.

Lomba Menyanyi Bali Kumara Generasi 10 (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)

Program unggulan dari sanggar ini adalah lomba menyanyi lagu-lagu dari album Bali Kumara, sebuah kumpulan lagu anak-anak berbahasa Bali yang telah mencapai generasi ke-10. Album ini lahir dari semangat untuk menjaga bahasa Bali tetap hidup di kalangan anak-anak dan remaja. Lagu-lagu seperti Putri Kangcengwi, Adi Sayang, Pura Taman Pule, hingga Barong Bangkung menjadi bukti bahwa musik tradisional dapat dikemas dengan cara yang menarik, menyenangkan, sekaligus sarat makna. Setiap lagu mengandung pesan moral, spiritual, dan budaya yang berharga, mulai dari penghormatan pada orang tua, kebersamaan, hingga kecintaan terhadap alam dan tanah leluhur. Dengan demikian, Bali Kumara tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, melainkan juga sebagai media pembelajaran nilai-nilai kehidupan.

Lomba menyanyi ini rutin diselenggarakan setiap tahun dan menjadi agenda yang selalu dinanti oleh peserta maupun masyarakat. Antusiasme yang tinggi menunjukkan bahwa seni tradisi tetap memiliki tempat istimewa di hati generasi muda. Bahkan saat pandemi melanda, Sanggar Cressendo tetap konsisten berkarya dengan berbagai inovasi sehingga Bali Kumara mampu berlanjut hingga generasi ke-10. Konsistensi ini memperlihatkan bahwa pelestarian budaya bukanlah sebuah aktivitas musiman, melainkan komitmen jangka panjang yang dijalankan dengan penuh dedikasi. Hal ini juga menjadi bukti nyata bahwa musik dan budaya lokal mampu bertahan di tengah keterbatasan sekalipun.

Peserta Bali Kumara Generasi 10 (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)

Dalam pelaksanaannya, peserta lomba dibagi ke dalam empat kategori, mulai dari anak usia TK hingga masyarakat umum. Pembagian kategori ini memberikan kesempatan bagi semua kalangan untuk ikut serta dalam menjaga bahasa Bali melalui musik. Setiap peserta diwajibkan membawakan salah satu lagu dari album Bali Kumara dengan penghayatan penuh, sehingga mereka bukan hanya menyanyi, tetapi juga menyelami makna dari lirik yang dibawakan. Tantangan terbesar adalah penguasaan bahasa Bali halus, yang membutuhkan pemahaman mendalam sekaligus penghayatan emosional. Para juri menilai penampilan bukan hanya dari aspek teknik vokal, tetapi juga dari penguasaan bahasa, ekspresi, dan penjiwaan makna lagu. Ketua Sanggar menegaskan bahwa lomba ini harus dilihat bukan sekadar sebagai ajang kompetisi, melainkan sebagai sarana edukasi kultural yang memperkuat identitas anak-anak Bali.

Anak-anak Sanggar Cressendo yang Melestarikan Kearifan Lokal lewat Bali Kumara (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)

Dengan semangat yang tak pernah padam, Sanggar Cressendo Bali terus menyalakan api pelestarian budaya lewat musik. Setiap nada yang lahir dari sanggar ini menjadi pesan yang menghubungkan generasi masa kini dengan warisan leluhur yang tak ternilai. Di tengah derasnya arus globalisasi, Bali Kumara hadir sebagai benteng yang menjaga bahasa, tradisi, serta jati diri masyarakat Bali agar tidak terkikis oleh perkembangan zaman. Komitmen ini memperlihatkan bahwa musik tradisi tetap relevan dan mampu bersanding dengan budaya modern, asalkan dijaga dengan penuh cinta.

Lebih dari sekadar sebuah album, Bali Kumara adalah simfoni pelestarian tradisi yang mengandung nilai edukasi, spiritualitas, dan kebanggaan lokal. Karya ini bukan hanya menyuarakan harmoni indah, tetapi juga menghadirkan semangat kebersamaan dan rasa syukur terhadap warisan leluhur. Suara anak-anak yang bernyanyi dengan tulus menjadi simbol bahwa tradisi akan terus hidup dari generasi ke generasi. Bali Kumara akan terus bergema dari dulu, kini, hingga nanti, menjembatani masa lalu dengan masa depan, sekaligus menumbuhkan rasa cinta generasi muda terhadap budaya mereka sendiri.