Ketika Tari Menjadi Nafas Jiwa: Eksistensi Sanggar Tari Bali Nanta Kemara di Tengah Arus Modernisasi
Sanggar Tari Bali Nanta Kemara berdiri sejak 1988 di Batubulan, Gianyar dan menjadi wadah pelestarian tari tradisional di tengah modernisasi. Dengan sistem pembelajaran berjenjang, sanggar tidak hanya mengajarkan teknik menari, tetapi juga menanamkan nilai kebudayaan dan kebersamaan.

Sejarah dan Identitas Sanggar
Di tengah hiruk pikuk arus modernisasi, Sanggar Tari Bali Nanta Kemara tetap berdiri kokoh sebagai wadah pelestarian seni tari Bali. Sanggar yang berlokasi di Banjar Menguntur, Jl. Pratu Made Rambug No.19, Batubulan, Gianyar, sudah resmi berdiri sejak 14 Januari 1988 dan diprakarsai oleh I Made Openanta.
Nama Nanta Kemara memiliki makna mendalam. ”Nanta” diartikan sebagai sesuatu yang besar, simbol harapan agar sanggar dapat melahirkan pribadi besar melalui seni. ”Kemara” merupakan singkatan dari ke (kelahiran Manguntur) dan ra (anak Repot dan Atub). Filosofi ini terinspirasi dari perjalanan hidup pendiri, dengan keyakinan bahwa seni harus diwariskan lintas generasi.
Guru Membimbing Anak - Anak Berlatih Tari (Sumber: Koleksi Pribadi)
Program Pembelajaran Berjenjang
Program pembelajaran di sanggar berlangsung secara berjenjang. Siswa mulai usia 3 tahun hingga SMA, dikelompokkan berdasarkan kemampuan, bukan umur. Tingkat pertama dimulai dari tari dasar Bali, lalu meningkat ke kategori madya seperti tari Cenderawasih, hingga akhirnya mencapai jenjang mahir. Latihan rutin dilaksanakan setiap Sabtu dan Minggu pukul 18.00 WITA, dibimbing oleh tiga tenaga pengajar inti yang juga berkolaborasi dengan praktikan dari sekolah seni, salah satunya SMKN 3 Sukawati.
Setiap enam bulan sekali, siswa mendapat pergantian materi dan mengikuti ujian kenaikan tingkat. Momentum ini bukan hanya menjadi evaluasi, tetapi juga perayaan bersama. Orang tua ikut berperan aktif, membantu persiapan kostum dan properti, sehingga suasana terasa hangat sekaligus membekas bagi semua yang terlibat.
Wawancara dengan Kak Diah sebagai Anak dari Pendiri Sanggar (Sumber: Koleksi Pribadi)
Nilai dan Filosofi Tari
Sanggar tidak sekadar melatih keterampilan tari, tetapi juga menanamkan nilai pelestarian budaya. Semua pendaftar diterima, tanpa terkecuali. Bahkan, pernah ada siswa yang mendaftar sehari sebelum ujian kenaikan tingkat, lalu tetap diterima dan diberikan kesempatan untuk ikut tampil dalam pementasan. Prinsip ini sejalan dengan tujuan utama sanggar, yaitu menjadikan tari sebagai nafas kehidupan. Menurut Kak Diah, tari dipandang bukan hanya sebagai seni gerak, melainkan ungkapan perasaan yang berpadu dengan ekspresi tubuh, irama, serta ketepatan musik pengiring.
Selain melestarikan tari tradisional, sanggar juga mengembangkan bidang seni lain, seperti tata rias dan proyek penciptaan tari baru. Kolaborasi dengan akademisi pun terus dilakukan, termasuk dalam penelitian seni nusantara. Walau demikian, arah utama sanggar tetap pada pelestarian tari tradisional Bali sebagai akar budaya.
Anak - Anak Sanggar Tari Bali Nanta Kemara (Sumber: Koleksi Pribadi)
Adaptasi dan Tantangan di Era Modern
Untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, sanggar menggunakan media sosial Instagram sebagai sarana promosi, meski sebagian besar siswa mendaftar melalui rekomendasi mulut ke mulut. Suasana kebersamaan tatap muka pun tetap menjadi ciri khas sanggar.
Tantangan terbesar dalam menjaga eksistensi adalah menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman. Dengan banyaknya sanggar lain, Nanta Kemara berkomitmen memberikan pembelajaran dasar yang utuh, membangun karakter anak, dan bahkan menyediakan kantin kejujuran sebagai media pendidikan nilai kejujuran.
Piala Hasil Prestasi (Sumber: Koleksi Pribadi)
Prestasi dan Kolaborasi
Eksistensi sanggar mendapat pengakuan melalui penghargaan Patram Budaya Unggul dari Dinas Kebudayaan Provinsi Bali. Penghargaan ini menjadi bukti konsistensi dalam melestarikan tari Bali selama puluhan tahun. Di balik penghargaan tersebut, tersimpan cerita penuh makna, mulai dari keterlibatan orang tua saat ujian kenaikan tingkat hingga pengalaman berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk TNI dalam acara penyambutan resmi.
Harapan ke Depan
Harapan ke depan, Sanggar Tari Nanta Kemara terus menjadi ruang pewarisan budaya bagi generasi muda. Tari tidak hanya diposisikan sebagai hiburan, melainkan kegiatan produktif yang menyatu dengan kehidupan sehari-hari sekaligus hadir dalam wujud ngayah pada upacara keagamaan umat Hindu. Eksistensi sanggar menjadi pengingat bahwa di tengah derasnya modernisasi, seni tradisi tetap memiliki tempat istimewa, karena tari adalah nafas yang menghidupi jiwa budaya Bali.
Penulis: Ni Kadek Diah Nanta Kuswandari, S.Sn., M.Sn.