Sanggar Lokananta: Menumbuhkan Jiwa Seni dari Tanah Singapadu

Sanggar Lokananta, berdiri di Desa Singapadu sejak 2001, lahir dari tekad I Wayan Sutirtha, S.Sn., M.Sn. untuk menumbuhkan seni. Di sini, anak-anak belajar tari dan tabuh secara bertahap dengan jadwal latihan teratur setiap akhir pekan. Dari ngayah di desa hingga tampil di Pesta Kesenian Bali, Lokananta menjadi ruang hidupnya jiwa seni generasi muda.

Sep 25, 2025 - 06:00
Sep 16, 2025 - 09:45
Sanggar Lokananta: Menumbuhkan Jiwa Seni dari Tanah Singapadu
Proses Latihan Menari di Sanggar Lokananta (Sumber: Koleksi Pribadi)

Latar Belakang dan Sejarah

Di tengah suasana tenang Desa Singapadu, berdiri sebuah sanggar seni berlokasi di Br. Mukti, Desa Singapadu, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar yang sejak awal tahun 2000-an menjadi ruang bagi anak-anak untuk menyalurkan bakat sekaligus menumbuhkan kecintaan pada seni budaya Bali. Sanggar itu bernama Sanggar Lokananta, didirikan pada 24 Januari 2001 oleh I Wayan Sutirtha, S.Sn., M.Sn., seorang dosen di ISI Denpasar sekaligus seniman tari yang tak pernah lelah berbagi ilmu.

Pendiri Sanggar Lokananta (Sumber: Koleksi Pribadi)

Bagi I Wayan Sutirtha, mendirikan sanggar bukan sekadar pelampiasan hobi, melainkan sebuah panggilan. Sejak kuliah di ISI Denpasar, ia sudah terbiasa dengan ajaran untuk tidak hanya bergantung pada pekerjaan formal, melainkan berani mandiri dengan kemampuan yang dimiliki. Dari sanalah lahir tekadnya untuk membuka ruang belajar yang bisa menjadi wadah anak-anak berkarya, sekaligus menjawab kebutuhan masyarakat Singapadu yang sarat dengan kegiatan seni keagamaan.

Awalnya, Sanggar Lokananta hanya bergerak di bidang tari. Namun, seiring waktu, I Wayan Sutirtha menyadari bahwa tari dan tabuh ibarat dua kaki yang harus berjalan beriringan. “Kalau hanya satu kaki, kita tidak bisa melangkah jauh,” begitu ia menggambarkannya. Maka, lima tahun terakhir, sanggar mulai mengembangkan pembelajaran tabuh. Anak-anak kini tidak hanya belajar menari, tetapi juga menabuh gamelan, sehingga sanggar dapat mandiri saat ngayah tanpa perlu bergantung pada sekaa tabuh dari luar.

Sistem Pembelajaran yang Bertahap

Sistem belajar di Sanggar Lokananta disusun bertahap. Untuk tari putri, peserta memulai dari kelas dasar dengan mempelajari teknik dan Tari Pendet, kemudian meningkat ke Tari Condong dan Kupu-Kupu, hingga ke level madya dengan tarian kebyar seperti Margapati atau Wiranata. Di tingkat mahir, mereka dibekali tari kreasi seperti Manukrawa, Cendrawasih, dan Trunajaya. Sementara itu, anak-anak putra mengikuti pola serupa, dari Tari Wirayuda dan Baris di tingkat dasar, hingga Jauk Keras, Topeng, dan Jauk Manis di tingkat mahir. Uniknya, tari kelompok jarang diberikan kepada murid putra karena sering terkendala anggota yang berhenti di tengah jalan, sehingga lebih ditekankan pada tari tunggal dengan tingkat kesulitan tinggi.

Gamelan untuk Latihan Tabuh (Sumber: Koleksi Pribadi)

Tabuh juga diajarkan dengan sistem bertingkat, dimulai dari pola dasar hingga tabuh pengiring tari. Meski baru berjalan beberapa tahun, semangat anak-anak untuk belajar tabuh begitu besar, sehingga perlahan sanggar mampu mencetak penabuh muda yang siap ngayah di banjar maupun pentas di luar.

Jadwal Latihan yang Disesuaikan

Latihan di Sanggar Lokananta selalu berlangsung setiap akhir pekan dengan susunan waktu yang tertata rapi agar tidak saling bertabrakan. Hari Jumat sore, sekitar pukul tiga hingga menjelang setengah enam, menjadi waktu khusus bagi anak-anak putra untuk berlatih tari. Memasuki hari Sabtu, suasana sanggar semakin ramai. Latihan dimulai sejak pukul dua siang hingga pukul enam sore untuk anak-anak putri. Setelah itu, latihan dilanjutkan dengan sesi tabuh dari pukul enam hingga delapan malam. Hari Minggu menjadi puncak kegiatan latihan, karena sanggar dipenuhi aktivitas dari pagi hingga sore. Sejak pukul delapan pagi, latihan tabuh sudah dimulai, diikuti dengan latihan tari untuk anak-anak putra pukul sepuluh hingga tengah hari. Setelah beristirahat sejenak, pukul dua siang hingga enam sore giliran anak-anak putri kembali berlatih. Suasana di hari Minggu terasa paling hidup, karena hampir seluruh anggota sanggar berkumpul.

Pemilihan jadwal tiga hari ini bukanlah tanpa alasan. Jumat dipilih karena sudah mendekati akhir pekan sehingga anak-anak lebih santai, sementara Sabtu dan Minggu memang hari libur sekolah. Dengan begitu, anak-anak bisa mengikuti latihan tanpa terbebani kegiatan tambahan di luar. Jadwal ini juga diatur agar tidak bentrok, mengingat sanggar hanya memiliki satu tempat latihan.

Prestasi dan Keterlibatan dalam Ajang Besar

Sanggar Lokananta bukan hanya hadir di Desa Singapadu, tetapi juga kerap tampil di berbagai ajang bergengsi. Setiap tahun, mereka ikut serta dalam Pesta Kesenian Bali (PKB) baik di tingkat kabupaten maupun provinsi. Pada PKB 2023, anak-anak Sanggar Lokananta menampilkan Tari Janger Klasik, sementara pada PKB 2025 mereka membawakan Tari Pendet di pembukaan sebanyak 30 penari dan Tari Baris di penutupan juga 30 penari. Bahkan pada 2017, sanggar ini sempat diundang tampil di Surabaya dengan membawakan Tari Trunajaya.

Keunikan Sanggar Lokananta

Keunikan Sanggar Lokananta juga tampak dari sistem kenaikan tingkat yang dilakukan setahun sekali. Berbeda dengan sanggar lain yang menerapkan enam bulan sekali, Lokananta memilih memberi waktu lebih panjang agar anak-anak benar-benar matang sebelum naik level. Selain itu, sanggar ini juga memilih Tari Pendet sebagai tarian dasar, bukan Tari Puspanjali seperti di tempat lain, dengan pertimbangan bahwa Pendet lebih sesuai untuk anak-anak pemula.

Tantangan yang Dihadapi

Namun, perjalanan sanggar tentu tidak lepas dari tantangan. Pendanaan menjadi persoalan utama karena hampir semua kebutuhan, termasuk membeli gamelan, ditanggung dari kas sanggar. Ada pula tantangan dalam membina anak-anak: mengubah mereka yang awalnya tidak bisa menari menjadi terampil, membentuk karakter agar lebih disiplin, hingga mengurangi kebiasaan mereka bermain gawai berlebihan. Tidak jarang pula sanggar menghadapi anak-anak yang sebenarnya tidak berminat, tetapi dipaksa oleh orang tua. Semua itu membutuhkan kesabaran dan strategi agar setiap anak tetap bisa belajar dengan hati senang.

Sanggar Lokananta Singapadu (Sumber: Koleksi Pribadi)

Pendaftaran dan Harapan

Pendaftaran murid di Sanggar Lokananta berlangsung fleksibel, tanpa batasan waktu khusus. Anak-anak bisa mendaftar kapan saja, biasanya setelah orang tua menghubungi lewat telepon atau media sosial. Menurut I Wayan Sutirtha, hal ini penting karena semangat belajar seni sering kali muncul dari “mood” anak, sehingga tidak perlu dibatasi waktu tertentu.

Harapan besar mengiringi langkah sanggar ini. Selain ingin terus mencetak generasi muda yang mampu ngayah, Sanggar Lokananta juga bercita-cita mengelola penyewaan kostum secara profesional agar mampu menopang biaya operasional. Mereka sudah memiliki banyak kostum, hanya saja belum dikelola maksimal. Dengan langkah itu, sanggar diharapkan bisa lebih mandiri dan tidak perlu menyewa kostum lagi saat pentas.

Seni dan Kepedulian Lingkungan

Menariknya, Sanggar Lokananta tidak hanya mengajarkan seni, tetapi juga menanamkan kepedulian terhadap lingkungan. Setiap tahun, saat ulang tahun sanggar, anak-anak diajak mengikuti kegiatan bersih pantai dan memungut sampah plastik. Kegiatan ini rutin bekerja sama dengan Yayasan Bumi Kita sebagai bentuk edukasi agar sejak dini mereka belajar mencintai alam.

Lebih dari dua dekade hadir, Sanggar Lokananta telah menjadi rumah bagi ribuan anak untuk belajar menari dan menabuh. Dari Singapadu, mereka membawa semangat melestarikan seni budaya Bali, sembari membuktikan bahwa seni bukan hanya tentang gerak tubuh dan bunyi gamelan, melainkan juga tentang membangun karakter, kebersamaan, dan kecintaan pada tanah kelahiran.