Dari Ubud untuk Dunia: Pelestarian Suling Bali melalui Sanggar Suling Semeton Nika Manu

Di balik ramainya kesenian Bali, ada sebuah sanggar unik yang lahir dari semangat anak-anak muda yang ingin belajar suling. Sanggar itu bernama Sanggar Suling Semeton Nika Manu, sebuah komunitas yang kini dikenal luas sebagai wadah pelestarian seni tradisi Bali.

Nov 22, 2025 - 01:11
Nov 21, 2025 - 20:09
Dari Ubud untuk Dunia: Pelestarian Suling Bali melalui Sanggar Suling Semeton Nika Manu
Pemetasan Sanggar Nika Manu (Sumber: Sanggar Nika Manu)

Cerita Awal sekitar tahun 2010, ketika I Wayan Karta, atau yang akrab disapa Cover, mulai mengajarkan suling Bali kepada anak-anak muda yang ada di sekitarnya. Awal Mula dari sembilan murid pertamanya, muncul keinginan untuk membentuk sebuah kelompok seni. Walau jumlahnya kecil, semangat mereka besar. Dengan suling sederhana, mereka mulai untuk mencoba langka pertamanya dari ngayah di pura-pura, termasuk di Pura Besakih saat bulan purnama.

Dari perjalanan itu, lahirlah nama "Nika Manu" pada tahun 2012. Kata Nika berasal dari "Nini" dan "Kaki", simbol leluhur, sedangkan Manu berarti "manah" (pikiran) sekaligus manusia, ciptaan Tuhan. Filosofi itu menyiratkan makna bahwa manusia terlahir dari leluhur dengan tugas melestarikan ilmu pengetahuan Tuhan, khususnya melalui seni suling Bali.

Kegiatan Latihan Sanggar (Sumber: Koleksi Pribadi)

Sanggar ini tumbuh dan berproses di Banjar Pengosekan, Mas, Ubud, Gianyar. Dari sebuah ruang sederhana, setiap hari terdengar suara suling, gamelan, dan tawa anak-anak yang berlatih. Suasananya penuh kehangatan, mencerminkan ikatan antara guru, murid, dan masyarakat sekitar. Tempat ini menjadi pusat kegiatan sekaligus rumah bagi generasi muda yang ingin mendalami seni tradisi

Pada tahun 2017 mulai menjadi tonggak penting ketika sanggar ini memperoleh izin resmi dari Kementerian RI. Sejak saat itu, aktivitasnya semakin luas, tidak hanya suling, tetapi juga merambah ke pertunjukan tari arja dan gamelan Bali.

Bahkan, mereka melahirkan karya-karya baru, seperti Sanghyang Sri Manu, sebuah pragmentari unik yang seluruh musik pengiringnya dimainkan hanya dengan suling Bali berbagai ukuran. Mereka juga menciptakan Tari Gambuh Nika Manu, yang disebut sebagai bentuk gambuh inovatif, serta membina generasi muda untuk menjadi penari arja klasik.

Pencapaian Sanggar Nika Manu (Sumber: Sanggar Nika Manu)

Sanggar ini bukan hanya digerakkan oleh I Wayan Karta dan murid-murid awalnya, tetapi juga oleh masyarakat sekitar yang memberi dukungan penuh. Anak-anak muda setempat ikut bergabung, orang tua mereka ikut membantu, dan warga desa ikut menjaga semangat kebersamaan.

Bahkan, sejak 2014, siswi-siswi sanggar dipercaya menjadi duta Kabupaten Gianyar dalam Parade Gong Kebyar Wanita di PKB. Tahun demi tahun, mereka konsisten tampil di Pesta Kesenian Bali (PKB). Anggotanya pun pernah menorehkan prestasi, seperti meraih juara 1 dan 2 lomba suling Bali di Kapolres Gianyar.

Tidak hanya itu, I Wayan Karta juga kerap menjadi narasumber di kampus seperti Politeknik Negeri Bali, sekaligus dipercaya sebagai juri lomba suling. Bahkan di masa pandemi, sanggar tetap berkarya lewat pementasan virtual di Kedutaan Jerman.

 

Perjalanan Sanggar Nika Manu (Sumber: Koleksi Pribadi)

Di balik setiap langkah Sanggar Suling Semeton Nika Manu, tersimpan kisah yang menginspirasi. Semuanya dimulai dari niat sederhana mengajarkan suling Bali kepada anak-anak sekitar. Tak disangka, justru dari semangat mereka, lahir ide untuk membentuk sebuah sanggar.

Di balik setiap perjalanan anak- anak muda yang ada, Sanggar Suling Semeton Nika Manu selalu berpegang pada semboyan "Kita harus bisa seperti linuh—hidup mandiri, tetapi mampu mengguncang dunia."

Semboyan ini menjadi penyemangat seluruh anggota untuk tetap konsisten berkarya dan melestarikan budaya Bali, apa pun tantangannya. Kini, Sanggar Suling Semeton Nika Manu terus aktif dan berkembang. Mereka bukan sekadar komunitas seni, melainkan keluarga besar yang tumbuh dengan nilai kebersamaan dan cinta budaya.

Setiap tanggal 14 Agustus, sanggar ini merayakan hari ulang tahunnya sebagai pengingat bahwa dari suling sederhana dan semangat anak-anaklah, lahir sebuah wadah pelestarian seni yang berarti besar bagi Bali.