Jejak Homo erectus Di Bali: Penghuni Awal Yang Membuka Kisah Purba Pulau Dewata
Jejak prasejarah di Bali, mulai dari kapak genggam hingga sarkofagus, menunjukkan bahwa manusia telah lama hidup dan berbudaya di Pulau Dewata. Artefak-artefak ini tidak hanya menjadi bukti masa lalu, tetapi juga menjadi pengingat bagi generasi sekarang tentang pentingnya pengetahuan, teknologi, dan tradisi yang terus berkembang hingga hari ini.
Pulau Bali yang terkenal dengan keindahan alam dan budayanya ternyata juga menyimpan kisah prasejarah yang menarik. Penemuan artefak arkeologis di berbagai wilayah menunjukkan bahwa Bali telah dihuni sejak sekitar satu juta tahun yang lalu oleh manusia purba Homo erectus.
Ilustrasi AI Kehidupan Zaman Prasejarah di Bali (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)
Bukti keberadaan manusia purba di Bali dapat ditelusuri melalui penemuan berbagai alat batu, terutama kapak genggam dan kapak perimbas. Artefak-artefak tersebut ditemukan di beberapa lokasi penting, seperti Sembiran, di tepi timur dan tenggara Danau Batur, wilayah Kintamani, serta desa Trunyan. Penemuan ini menunjukkan bahwa sejak masa yang sangat awal, Bali telah menjadi salah satu tempat hunian manusia purba. Temuan serupa juga ditemukan di berbagai wilayah lain di Indonesia, antara lain di Pacitan (Jawa Timur), Sumatera, Kalimantan, dan Flores, sehingga memperlihatkan adanya pola kehidupan manusia purba yang tersebar luas di Nusantara.
Ciri khas dari alat-alat batu yang ditemukan di Bali adalah bentuknya yang masih kasar dengan sisi pemotong yang tidak diasah halus. Karakteristik ini menunjukkan bahwa alat-alat tersebut berasal dari zaman Paleolitikum, yaitu masa batu tua yang diperkirakan berlangsung sekitar satu juta tahun yang lalu. Penelitian mengenai alat-alat Paleolitik di Bali pertama kali dilakukan oleh arkeolog R.P. Soejono pada tahun 1961 di kawasan Sembiran. Dalam penelitian itu, ia menemukan berbagai alat kerakal yang dibuat dari batu basalt. Temuan-temuan berharga tersebut kemudian dikumpulkan dan kini menjadi koleksi tetap di Museum Arca (BP3) Bedulu, Gianyar, serta di Museum Buleleng, sehingga dapat dipelajari dan diapresiasi oleh generasi berikutnya.
Sejumlah penelitian lanjutan menjelaskan bahwa karakteristik alat Paleolitik dari Sembiran dan kawasan sekitar Danau Batur memiliki kesamaan dengan alat-alat yang diperkirakan dibuat oleh Homo erectus, manusia purba yang hidup antara 0,7 hingga 1,8 juta tahun lalu. Persamaan tersebut terlihat dari bentuk, fungsi, serta teknik pemangkasan batu yang digunakan, yang identik dengan temuan serupa di Pacitan. Karena itulah, kebudayaan ini kemudian dikenal dengan sebutan Kebudayaan Pacitanian, yang menandai salah satu tahap penting perkembangan kehidupan manusia purba di Indonesia, termasuk di Bali.
Replika Kapak Penetak di Museum Bali (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)
Selain itu, jejak kehidupan manusia prasejarah tingkat lanjut juga ditemukan di Gua Selonding, Pecatu. Di lokasi ini, para arkeolog berhasil menemukan berbagai alat mikrolit yang terbuat dari tulang, kerang, dan batu. Temuan ini menunjukkan adanya perkembangan keterampilan manusia purba dalam memanfaatkan bahan-bahan alam di sekitarnya. Artefak sejenis juga ditemukan di kawasan perbukitan kapur sekitar Jimbaran, yang mengindikasikan bahwa wilayah ini pernah menjadi salah satu pusat aktivitas manusia prasejarah di Bali.
Tidak hanya di Pecatu dan Jimbaran, bukti kehidupan prasejarah juga tampak dari penemuan kapak-kapak dari zaman Neolitikum. Temuan ini menandai adanya kemajuan teknologi yang lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya. Kapak-kapak tersebut digunakan tidak hanya untuk kebutuhan sehari-hari, tetapi juga diperkirakan berhubungan dengan kegiatan bercocok tanam yang mulai dikenal manusia purba pada masa itu.
Lebih jauh lagi, sejumlah artefak tingkat lanjut yang diperkirakan berasal dari zaman Mesolitikum juga ditemukan di Gua Gede, Nusa Penida, serta di beberapa gua hunian di kawasan perbukitan Jimbaran, salah satunya Ceruk Gua Gong Barat. Pada periode Mesolitikum ini, berkembang jenis alat batu yang lebih beragam, antara lain serpih dan bilah. Alat-alat tersebut dibuat dari berbagai bahan seperti limestone, kersikan, basalt, kalsedon, hingga jasper.
Selain alat batu, di lokasi yang sama juga ditemukan artefak dari tulang dan tanduk. Temuan ini memperlihatkan bahwa manusia prasejarah di Bali sudah mampu mengolah berbagai jenis bahan menjadi peralatan yang praktis sesuai kebutuhan hidup mereka. Kehadiran artefak-artefak tersebut menegaskan bahwa perkembangan teknologi pada masa Mesolitikum dan Neolitikum di Bali berjalan seiring dengan wilayah-wilayah lain di Nusantara, menunjukkan adanya kesinambungan dalam proses evolusi budaya manusia purba di kepulauan Indonesia.
Sarkofagus di Pulau Bali, dari Museum Bali (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)
Perkembangan budaya prasejarah di Bali juga dapat dilihat dari sistem pemakaman yang digunakan oleh masyarakatnya. Manusia Prasejarah telah mengenal sarkofagus, yaitu wadah batu besar yang digunakan untuk meletakkan jasad. Temuan sarkofagus tersebar di berbagai wilayah, baik di daerah pedalaman maupun pesisir, yang menunjukkan bahwa tradisi ini dianut secara luas oleh masyarakat prasejarah di Bali.
Sebagian besar sarkofagus memiliki tonjolan pada bagian depan maupun belakang. Tonjolan ini sering dihiasi dengan ukiran berbentuk topeng atau kedok muka, yang digambarkan dengan ekspresi khas, seperti wajah melawak, lidah menjulur, mulut menganga, serta mata besar yang menonjol. Selain itu, pada beberapa sarkofagus juga ditemukan pahatan berbentuk vagina yang telah distilir pada sisi atas maupun bawah.
Hiasan-hiasan tersebut menunjukkan bahwa sarkofagus tidak hanya berfungsi sebagai wadah praktis untuk menguburkan jenazah, tetapi juga memiliki makna simbolis dan magis yang erat kaitannya dengan kepercayaan masyarakat pada masa itu. Melalui tradisi pemakaman ini, tampak jelas bahwa sejak kedatangan Homo erectus hingga memasuki masa berburu tingkat lanjut, manusia prasejarah di Bali telah menguasai teknologi sekaligus membangun sistem kepercayaan yang sejalan dengan perkembangan budaya prasejarah di wilayah lain Nusantara, bahkan dunia.