Tari Rejang Kuno: Tari Sakral Rejang Pala Warisan Pura Balang Tamak
Dalam keindahan alam Bali yang memesona dan kekayaan budayanya yang mendalam, terdapat sebuah tarian tradisional yang menggambarkan keanggunan, spiritualitas, dan keunikan kehidupan masyarakatnya, yaitu Tari Rejang. Eksistensi tarian Rejang dalam upacara Dewa Yadnya di Bali telah melahirkan banyak versi yang berkembang di masyarakat. Namun, salah satu tari Rejang sakral kuno dari Bali Timur memiliki ciri khas tersendiri, yaitu Tari Rejang Pala.
Seni tari Bali merupakan pengekspresian seni yang penuh dengan keindahan, keanggunan, dan spiritualitas. Dengan akar budaya yang dalam dan sejarah yang kaya, tarian Bali tidak hanya sekadar gerakan tubuh, tetapi juga sebuah cerita yang menceritakan mitologi, legenda, dan kehidupan sehari-hari masyarakat Bali. Setiap gerakan, ekspresi wajah, dan gestur tangan memiliki makna mendalam yang menggambarkan emosi, karakter, dan cerita yang ingin disampaikan. Tari Bali juga sering kali dihubungkan dengan upacara keagamaan dan ritual adat, memperkuat ikatan antara seni, kepercayaan, dan kehidupan sehari-hari masyarakat Bali. Salah satu tari Bali yang erat kaitannya dengan ritual atau upacara keagamaan adalah Tari Rejang. Tari Rejang adalah sebuah tarian yang memiliki gerak-gerak tari yang sederhana dan lemah gemulai, dibawakan oleh penari-penari putri (pilihan maupun campuran dari berbagai usia) yang dilakukan secara berkelompok atau masal.
Di era sekarang, Tari Rejang mengalami geliat pertumbuhan yang begitu populer. Fenomena kemunculan berbagai macam bentuk tari Rejang, nampaknya menjadi semacam trend yang sedang menancapkan pilar-pilar eksistensinya di tengah arus modernisasi global. Di tengah kepopuleran rarejangan yang tumbuh dan berkembang di Bali, terdapat salah satu warisan tari rejang yang terkenal di Desa Nongan, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali dengan nama Tari Rejang Pala. Tari Rejang Pala merupakan sebuah tarian sakral warisan Pura Balang Tamak yang kini juga dipentaskan dalam gelaran upacara Usaba Desa di Pura Pesamuhan Agung, Desa Nongan.
Dahulunya, masyarakat setempat meyakini bahwa Tari Rejang Pala selalu dipentaskan pada upacara Usaba Pala. Usaba Pala ini digelar setiap purnama kaulu (bulan purnama ke-8 dalam pehitungan kalender Bali/tahun caka) di Pura Balang Tamak. Usaba Pala merupakan upacara dalam bentuk rasa syukur kepada Dewi Sri atas keberhasilan panen. Hal ini tentunya tidak terlepas dari fungsi Pura Balang Tamak sebagai Pura Ulun Suwi atau Pura Subak dan menjadi pusat (hulu) dari subak-subak kecil yang ada di sekitarnya.
Namun, Tari Rejang Pala sempat mengalami kevakuman karena terputusnya proses regenerasi penari yang mengakibatkan kehilangan jejak koreografinya. Jejak yang ditinggalkan hanya berupa gelungan (hiasan kepala) rejang yang berisi sedikit buah dan bunga sejumlah 11 buah yang diletakkan di Bale Pasamuhan tempat meletakkan pratima Jero Gede Balang Tamak selama upacara berlangsung. Sesungguhnya, Tari Rejang Pala pernah direkontruksi pada tahun 1984, tetapi eksistensinya kembali menemui kemandekan. Akhirnya, pada tahun 2019, prajuru Desa Adat Nongan dan seluruh elemen masyarakat Desa Adat Nongan berinisiatif untuk merekontruksi atau nangiang (membangunkan kembali) Tari Rejang Pala, sebagai sebuah bentuk usaha pelestarian warisan budaya daerah. Setelah direkonstruksi oleh Ida Ayu Wayan Arya Satyani dan I Gusti Ngurah Sudibya, Tari Rejang Pala yang dulunya hanya dipentaskan dalam serangkaian piodalan di Pura Balang Tamak (yang disebut Usaba Pala), kini juga ditarikan dalam rangkaian upacara Usaba Desa di Pura Pasamuhan Agung. Oleh karena itu, pelestarian tarian ini tidak hanya menjadi tanggung jawab para pengurus Pura Balang Tamak, melainkan juga menjadi kewajiban bersama yang diayomi oleh seluruh masyarakat desa setempat.
Pementasan Tari Rejang Pala (Sumber Photo: Koleksi Pribadi)
Setelah melewati proses rekontruksi yang panjang, Tari Rejang Pala pun berhasil diwujudkan dan untuk pertama kalinya Makebah atau dipentaskan pada tanggal 8 April 2019 dalam upacara Usaba Desa di Pura Pesamuhan Agung Desa Nongan. Usaba Desa merupakan sebuah upacara Dewa Yadnya yang digelar di Desa Nongan setiap setahun sekali, tepatnya di pinanggal kaping 3 sasih jiyestha untuk menyambut (mamendak) Ida Betara Dalem pada prosesi memasar atau paruman di Pura Pasamuhan Agung. Usaba Desa berlangsung tiga hari, sepanjang itu pula Rejang Pala ditarikan sebagai bagian dari upacara.
Penari atau dalam bahasa bali pragina dalam Tari Rejang Pala ini ditarikan oleh para penari perempuan dengan tiga klasifikasi umur yang berbeda, yaitu anak-anak perempuan yang disebut Rejang Alit, remaja putri yang disebut Rejang Daha, dan Ibu-ibu disebut dengan Rejang Lingsir. Secara filosofis, ketiga klasifikasi tersebut memiliki artinya masing-masing. Rejang Alit merepresentasikan masa yang akan datang (nagata), Rejang Daha merepresentasikan masa sekarang (wartamana, masa yang rentan dan harus dijaga disetiap tindak tanduknya), dan Rejang Lingsir merepresentasikan masa lampau (atita, masa yang menjadi akar, penguat, sebagaimana ibu pertiwi). Tarian ini dipentaskan dengan formasi Rejang Alit berada pada barisan paling depan, diikuti dengan Rejang Daha dan paling akhir adalah Rejang Lingsir.
Ciri khas dari Tari Rejang Pala dapat dilihat pada tata riasnya, terutama pada gelungan atau hiasan kepala. Gelungan pada Tari Rejang Pala dikhiasi dengan berbagai macam buah-buahan (sarwa pala), seperti buah rambutan, salak, jeruk, ceroring, kepundung, boni, dan lain sebagainya sebagai perwujudan puja dan rasa syukur kepada Tuhan atas kesuburan melimpah para petani. Oleh karena gelungan tarian ini menggunakan buah-buahan, di mana bahasa Bali-nya buah disebut pala, sehingga tarian sakral ini kemudian dikenal oleh masyarakat Nongan sebagai Tari Rejang Pala. Pementasan Tari Rejang Pala diiringi dengan Gambelan Gambang, dengan pertimbangan bahwa Gambang termasuk salah satu gamelan kuna dan tercatat dalam salah satu bait kakawin Mayantaka mengenai Gambang dan Rejang. Musik Tari Rejang Pala diciptakan oleh Mangku Dalang Yoganata dan dimainkan oleh 4 orang penabuh.
Gelungan Tari Rejang Pala (Sumber Photo: Koleksi Pribadi)
Tempat atau area yang digunakan dalam pementasan Tari Rejang Pala dalam upacara Usaba Desa pada tanggal 8 April 2019 adalah Marga Agung atau badan Jalan Raya Nongan-Besakih, yang tepat berada di Pura Pesamuhan Agung. Menjelang akhir pementasan, seluruh penari Rejang Pala membentuk satu barisan, kemudian bergerak menuju ke halaman depan pura (jaba pura) untuk bersiap mengakhiri tarian. Pada bagian akhir ini, secara khusus penari Rejang Daha secara satu persatu memasuki jeroan pura untuk melanjutkan prosesi mider atau mengelilingi pelinggih beserta sesaji sebanyak 3 kali putaran. Sedangkan penari Rejang Alit dan Rejang Lingsir tetap berada di jaba pura. Setelah prosesi mider di jeroan pura selesai, pementasan Tari Rejang Pala pun berakhir dengan melakukan persembahyangan bersama.
Tari Rejang Pala merupakan bagian yang sangat berharga dalam kekayaan budaya Bali. Sebagai tarian sakral, ia mengandung makna mendalam dan merayakan keindahan alam serta kesuburan tanah Bali. Meskipun mengalami tantangan dalam proses regenerasi, upaya pelestarian dan rekonstruksi oleh masyarakat Desa Nongan telah menghidupkan kembali keindahan tarian ini. Dengan demikian, Tari Rejang Pala bukan hanya sebuah tarian, tetapi juga bagian dari warisan budaya Bali yang harus dilestarikan. Dalam harmoni antara gerakan tarian, musik, dan spiritualitas, Tari Rejang Pala tetap menjadi kebanggaan Bali, mengingatkan dunia akan keelokan dan kebijaksanaan budaya pulau ini.