Usadha Kacacar: Pedoman Pengobatan Tradisional Cacar dalam Budaya Bali
Selama ini, masyarakat Bali telah memegang erat ajaran Lontar Usadha Kacacar sebagai pedoman dalam pengobatan tradisional penyakit cacar. Pendekatan dalam pengobatan ini terkait dengan konsep sekala dan niskala. Dalam konsep sekala, pengobatan ini mencakup pemanfaatan ramuan obat dari tumbuhan. Sementara, dalam konsep niskala, pengobatan ini melibatkan pelaksanaan ritual seperti upacara penebusan.
Usadha Bali merupakan kumpulan ilmu pengetahuan dalam bidang kesehatan yang telah digunakan sebagai pedoman secara turun-temurun oleh masyarakat Bali. Ilmu ini telah berkembang jauh sebelum berkembangnya ilmu pengobatan modern seperti sekarang. Ilmu ini bersumber dari pengetahuan lokal masyarakat dan diyakini juga dipengaruhi oleh sistem kesehatan tradisional lain, terutama Ayurveda. Asal kata "Usadha" berasal dari bahasa Sansekerta "Ausadhi", yang berarti tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat obat.
Ilmu pengobatan tersebut dituliskan pada daun lontar yang kini dikenal dengan Lontar Usadha Bali. Naskah ini memuat informasi mengenai sistem pengobatan, bahan obat, dan metode penggunaannya. Ada berbagai lontar turunan ilmu pengobatan ini, seperti Usadha Dalem, Usadha Rare, Usadha Buduh, Usadha Taru Pramana, dan juga Usadha Kacacar yang akan dibahas secara lebih lanjut dalam artikel ini.
Lontar Usadha Kacacar merupakan sebuah naskah yang menjadi pedoman dalam pengobatan tradisional cacar di Bali. Metode pendekatan dalam lontar ini terkait dengan konsep sekala dan niskala. Dalam konsep sekala, pengobatan ini melibatkan penggunaan ramuan obat yang terbuat dari tumbuhan. Sementara dalam konsep niskala, pengobatan ini melibatkan suatu ritual seperti upacara penebusan. Naskah ini mengandung informasi mengenai berbagai aspek terkait cacar, termasuk gejala, tumbuhan obat yang dapat digunakan, cara pembuatan ramuan untuk pengobatan cacar, serta sarana yang perlu dipersiapkan jika dibutuhkan suatu upacara penebusan.
Sebelumnya, cacar air atau Varicella adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Varicella zoster. Penyakit ini mudah menular melalui percikan ludah atau kontak langsung dengan cairan dari ruam. Kelompok usia yang rentan terinfeksi penyakit ini adalah anak-anak di bawah usia 12 tahun. Faktor lainnya yang dapat meningkatkan risiko terinfeksi adalah belum pernah mengalami cacar air sebelumnya. Gejala cacar air biasanya muncul dalam rentang waktu sekitar 10 hingga 21 hari setelah paparan virus dengan tanda utama berupa bintik-bintik merah berisi cairan di wajah, dada, atau punggung yang dapat menyebar ke seluruh tubuh. Gejala lainnya yang dapat muncul yakni demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, kelemahan, dan hilangnya nafsu makan.
Dalam penelitian yang dipublikasikan dalam Jurnal Riset Kefarmasian Indonesia, dilakukan analisis dan penerjemahan Lontar Usadha Kacacar dari bahasa Sansekerta ke bahasa Indonesia. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa terdapat 100 ramuan obat yang menggunakan 107 jenis tumbuhan yang berbeda. Tumbuh-tumbuhan ini dapat digunakan baik secara tunggal maupun digunakan dalam suatu campuran. Diketahui pula terdapat variasi cara penggunaan ramuan hingga mencapai 10 cara yang berbeda.
Tumbuh-tumbuhan yang terdapat di dalam Lontar Usadha Kacacar ini telah dipercaya secara turun temurun memiliki sifat penyembuhan yang dapat membantu meredakan gejala cacar dan juga mempercepat proses pemulihannya. Meskipun terdapat 107 jenis tumbuhan, tidak semuanya dapat ditemukan dengan mudah di area sekitar kita. Artikel ini akan berfokus membahas beberapa tumbuhan yang dapat ditemui di sekitar rumah atau bisa dibeli di pasar tradisional dengan mudah. Tujuannya adalah untuk memudahkan masyarakat yang ingin mencoba pengobatan ini dalam mencari bahan-bahan yang diperlukan. Tumbuh-tumbuhan yang dimaksud adalah sirih, lengkuas, gamongan, dan kencur.
Bahan-bahan Ramuan (Sumber Photo: Koleksi Penulis)
Tumbuhan pertama, yakni Sirih merupakan tumbuhan merambat dengan nama ilmiah Piper betle. Bagian yang umumnya dimanfaatkan adalah daunnya yang mengandung minyak atsiri yang terdiri dari betlephenol, seskuiterpen, pati, diatase, tanin, dan kavikol. Kandungan minyak atsiri dalam daun sirih memiliki sifat antijamur dan fungisida yang dapat mengatasi kemungkinan infeksi kulit yang timbul dari luka dan lepuhan yang disebabkan oleh cacar. Kandungan ini juga membantu mempercepat proses penyembuhan dan mencegah komplikasi infeksi.
Tumbuhan kedua, yakni Lengkuas dengan nama ilmiah Alpinia galanga adalah tumbuhan rimpang yang dapat tumbuh baik di daerah dataran tinggi maupun dataran rendah. Masyarakat sering menggunakan lengkuas sebagai salah satu bahan campuran dalam berbagai hidangan. Selain berperan sebagai bumbu masakan, lengkuas juga memiliki manfaat kesehatan. Rimpang lengkuas mengandung sekitar 1% minyak atsiri dan juga mengandung senyawa-senyawa seperti flavonoid, fenol, dan terpenoid yang memiliki sifat antiinflamasi. Sifat ini dapat membantu mengurangi peradangan dan bengkak pada kulit yang muncul selama infeksi cacar, serta membantu meredakan ketidaknyamanan.
Tumbuhan ketiga, yakni Gamongan atau yang lebih dikenal sebagai Lempuyang adalah tumbuhan rimpang dengan nama ilmiah Zingiber zerumbet. Tumbuhan ini umumnya tumbuh di daerah tropis dengan bentuk yang menyerupai jahe tetapi lebih besar dan panjang. Beberapa kandungan yang terdapat di dalamnya mencakup minyak atsiri, saponin, flavonoid, tanin, asam asetat, asam amino, terpen, heulene, zingiberene, zerumbone, monoterpene, fenolik, folifenol, seskuiterpen, caryophyllene, vitamin C, kalsium, dan kalium. Lempuyang mengandung senyawa bersifat antioksidan yang dapat membantu melindungi sel-sel kulit dari kerusakan akibat luka yang disebabkan oleh cacar. Hal ini memungkinkan regenerasi kulit yang lebih baik pada saat proses penyembuhan cacar.
Tanaman keempat dan terakhir, yakni Kencur yang memiliki nama ilmiah Kaempferia galanga adalah tumbuhan rimpang yang populer di Indonesia karena manfaatnya bagi kesehatan. Tumbuhan ini telah digunakan dalam pengobatan tradisional sejak zaman dahulu karena kandungannya yang terdapat di dalamnya mencakup saponin, flavonoid, fenol, dan minyak atsiri. Kandungan-kandungan tersebut dapat membantu mengurangi peradangan dan mengatasi rasa gatal pada kulit yang disebabkan oleh cacar.
Setelah memahami kandungan dan manfaat yang diberikan dari masing-masing tumbuhan, saatnya meracik bahan-bahan ini menjadi ramuan yang dapat membantu mengobati penyakit cacar. Langkah pertama yang dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahannya. Beberapa peralatan yang harus disiapkan adalah wadah seperti piring, talenan, alat parut, serta pisau. Sementara itu, bahan-bahan yang perlu dipersiapkan adalah daun sirih yang sudah tua, umbi atau rimpang lengkuas, gamongan, dan juga kencur secukupnya.
Cara membuatnya cukup mudah. Setelah menyiapkan semua alat dan bahan yang dibutuhkan, langkah pertama adalah membersihkan secara menyeluruh semua bahan lalu tempatkan di wadah yang telah disiapkan. Langkah kedua adalah menghaluskan bahan-bahan dengan memarut rimpang lengkuas, gamongan, dan kencur serta memotong kecil-kecil daun sirih. Langkah terakhir adalah mencampurkan bahan-bahan yang telah dihaluskan dengan air sembari diperas. Lakukan langkah terakhir sampai semua bahan tercampur dengan baik. Setelah selesai, ramuan ini dapat dioleskan pada bagian tubuh yang terdapat lepuhan cacar.
Hasil dari Pembuatan Ramuan (Sumber Photo: Koleksi Penulis)
Namun, dalam kasus penyakit cacar yang parah dan berpotensi fatal, pengobatan harus disertai dengan suatu upacara penebusan. Upacara penebusan menjadi suatu keharusan, mengingat tingkat keparahan penyakit ini dan keyakinan bahwa akhir dari penyakit ini mungkin berujung pada kematian. Pelaksanaan upacara penebusan ini dianggap sebagai proses yang cukup kompleks karena melibatkan banyak sarana, salah satunya adalah "kepeng". Penggunaan "kepeng" atau "pis bolong" dianggap sebagai sarana yang penting karena diperlukan dalam jumlah yang cukup banyak selama upacara penebusan ini.
"Kepeng" sebagai Salah Satu Sarana dalam Upacara Penebusan (Sumber Photo: Koleksi Penulis)
Pada Lontar Usadha Kacacar halaman 2a-2b menyatakan: "Ini kurban orang sakit kacacar, bila penyakitnya keras dikira akan menjumpai kematian, upakaranya 1 buah tumpeng brumbun, dialasi dengan daun andong merah, sengkwi yang berekor, dan diisi seekor daging ayam brumbun yang dibelah dari punggungnya dengan isi jajeronnya masih utuh dan dalam keadaan masih mentah. Selanjutnya disertai ketupat sidapurna, 1 butir telur bakasem, serta 11 buah kewangen. 3 buah kwangen diisi dengan uang jepun masing-masing 1 kepeng dan 8 buah lagi diisi uang kepeng yang biasa. Sarana lainnya terdapat canang gantal, canang, rokok, canang lengawangi buratwangi, panyeneng, tulung, peras, dan satu buah daksina dengan perlengkapan secukupnya. Kurban tersebut diisi dengan uang kepeng sebanyak 175 kepeng, ketupatnya diisi uang 33 kepeng, canangnya diisi uang 11 kepeng, masing-masing 3 buah, dan daksina tersebut diisi uang 225 kepeng. Kurban ini dipersembahkan kepada panghulun kuburan, disanalah memohon keselamatan hidup. Setelah selesai dipersembahkan, daksina tersebut diletakan diatas tempat tidur orang yang sakit lalu kurban lainnya dibuang di perempatan jalan raya".
Apabila akan melaksanakan upacara penebusan ini, disarankan untuk meminta bantuan dari ahli seperti serati atau tukang banten selama prosesnya karena melibatkan sarana yang cukup banyak dan juga proses yang kompleks. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa upacara yang dilakukan sesuai dengan pedoman pada Lontar Usadha Kacacar. Demikianlah penjelasan mengenai Usadha Kacacar yang selama ini dipegang teguh oleh masyarakat Bali. Pengobatan ini dapat menjadi alternatif yang menarik dari pengobatan medis modern dalam mengatasi penyakit cacar.