Wayang Ramayana: Nilai Filosofis dan Asta Brata
Wayang Ramayana, tradisi seni Bali yang menyajikan kisah epik Ramayana melalui pertunjukan wayang kulit. Selain sebagai hiburan, pertunjukan ini mengandung nilai moral dan filosofi kehidupan, termasuk ajaran kepemimpinan Asta Brata, delapan prinsip yang terinspirasi dari alam untuk membimbing pemimpin menjadi bijaksana, adil, dan berintegritas.
Wayang kulit Bali adalah sebuah tradisi seni budaya Bali dalam bentuk pertunjukan. Tradisi ini merupakan warisan dari zaman pra-Hindu yang berfungsi sebagai media komunikasi dan pemujaan. Selain memiliki nilai estetika yang tinggi, wayang kulit juga sarat dengan tuntunan moral dan filosofi kehidupan. Salah satu jenis wayang kulit yang populer di Bali adalah Wayang Ramayana.
Wayang Ramayana biasanya mementaskan lakon dari wiracarita Ramayana. Pementasan ini menggunakan kelir dan lampu blencong serta diiringi oleh gamelan batel pewayangan dengan laras slendro lima nada yang dinamis. Pertunjukan Wayang Ramayana sering kali menjadi sajian seni hiburan yang bersifat sekuler. Kisah yang dibawakan mencakup bagian dari Kiskenda Kanda hingga Uttara Kanda. Durasi pementasan berkisar antara tiga hingga empat jam.
Lakon-Lakon Wayang Ramayana
Lakon-lakon Wayang Ramayana yang sering disajikan antara lain:
- Perang Subali Sugriwa
- Karebut Kumbakarna
- Anggada Lina
- Meganada Antaka
- Katundung Hanoman
- Kabisesaka Anggada
- Anoman Watugangga
- Rama Hilang
Personil dan Unsur Gamelan
Salah satu ciri khas Wayang Ramayana adalah kehadiran pasukan kera (palawaga) dengan pola gerak dan iringan musik yang berbeda-beda. Dalam pementasannya, Wayang Ramayana didukung oleh 14 orang yang terdiri atas:
- 1 dalang
- 2 pembantu dalang
- 11-12 penabuh Gamelan Batel Pewayangan
Unsur Gamelan Batel Pewayangan meliputi:
- 4 tungguh gender wayang
- 1 pasang kendang kecil
- 1 buah kajar
- 1 buah kemong
- 1 buah kempur
- 1 buah tawa-tawa
- 1 buah cengceng
- 1 buah rebab
- 1 buah suling
Nilai Filosofis Wayang Ramayana
Jro Mangku Dalang I Made Lamu (Sumber Photo: Koleksi Pribadi)
Menurut Jro Mangku Dalang I Made Lamu, kisah Wayang Ramayana terdiri atas sapta kanda yang menggambarkan perjalanan hidup Raja Ayodya, Sri Ramadewa. Dalam kisah ini, Rama berperang melawan Rahwana, Raja Alengka, demi menyelamatkan istrinya, Dewi Sinta, dengan bantuan pasukan kera. Wayang merefleksikan kehidupan manusia, di mana dalang merepresentasikan Tuhan sebagai penggerak kehidupan. Pertunjukan wayang mengajarkan introspeksi serta penguasaan terhadap dunia skala (nyata) dan niskala (spiritual).
Komponen pertunjukan menggambarkan elemen kehidupan:
- Kelir sebagai akasa (langit)
- Gedebong sebagai pertiwi (bumi)
- Obor sebagai matahari
- Wayang sebagai manusia
- Kopak sebagai rumah
Jro Mangku Dalang I Made Lamu (Sumber Photo: Koleksi Pribadi)
Pementasan Wayang Ramayana menjadi medium penyampaian nilai-nilai universal yang relevan bagi kehidupan manusia. Dalam konteks kepemimpinan, ajaran yang terkandung di dalamnya adalah Asta Brata.
Ajaran Kepemimpinan Asta Brata
Kepemimpinan menurut Hindu banyak dibahas dalam kitab-kitab suci, termasuk Manawadharmasastra. Salah satu ajaran utama tentang kepemimpinan adalah Asta Brata, delapan ajaran utama yang disampaikan oleh Sri Rama kepada adiknya, Bharata. Ajaran ini menggunakan simbol-simbol dari alam semesta sebagai pedoman:
- Indra Brata: Pemimpin seperti hujan, yang memberikan kemakmuran, kesejukan, dan kewibawaan.
- Yama Brata: Pemimpin harus menegakkan keadilan berdasarkan hukum demi masyarakat yang harmonis.
- Surya Brata: Pemimpin harus menjadi seperti matahari, memberikan semangat dan energi.
- Candra Brata: Pemimpin seperti bulan, memberikan penerangan dan kesejukan bagi rakyatnya.
- Vayu Brata: Pemimpin seperti angin, hadir di tengah masyarakat dan memahami kebutuhan mereka.
- Bhumi Brata: Pemimpin seperti bumi, teguh, menjadi pijakan, dan memberi kesejahteraan.
- Varuna Brata: Pemimpin seperti samudra, bijaksana dan mampu mengatasi gejolak.
- Agni Brata: Pemimpin seperti api, tegas dalam prinsip dan mampu membakar ketidakadilan.
Sri Rama sebagai Figur Pemimpin Ideal
Wayang Kulit Bali, Tokoh Sri Rama (Sumber Photo: Koleksi Pribadi)
Dalam kisah Ramayana, Sri Rama menjadi teladan pemimpin yang ideal. Ia tidak hanya mempraktikkan Asta Brata tetapi juga menunjukkan integritas, keteguhan, dan rasa tanggung jawab terhadap rakyatnya. Sebagai raja, Rama menghadapi berbagai tantangan, termasuk pengasingan selama 14 tahun dan perang melawan Rahwana. Dalam setiap situasi, ia menunjukkan keberanian, kebijaksanaan, dan pengorbanan yang luar biasa.
Kisah pengorbanan Rama dalam menyelamatkan Sinta juga menggambarkan kepemimpinan yang berbasis kasih sayang dan komitmen terhadap nilai-nilai kebenaran. Ia menjadi simbol pemimpin yang mampu menyinari dunia, sebagaimana dalang menyinari malam melalui pertunjukan wayang. Nilai-nilai ini menjadi pelajaran bagi manusia untuk menjadi pemimpin yang arif dan bijaksana dalam kehidupan sehari-hari.