Jatiluwih : Desa Tersohor, ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia
Jatiluwih merupakan sebuah desa yang terletak di Bali, yang terkenal karena teras-teras sawahnya yang mengagumkan dan pemandangan alamnya yang menakjubkan. Tempat ini sering menjadi tujuan wisata yang populer bagi mereka yang gemar menjelajahi keindahan alam dan budaya Bali yang ontentik, sehingga desa ini ditetapkan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia. Oleh karena itu, keunikan apa yang dimiliki oleh desa Jatiluwih ini? Yuk kita bahas tuntas mengenai desa Jatiluwih.
Jatiluwih merupakan sebuah desa yang mempunyai daerah hamparan persawahan yang luas beserta juga dengan panorama sawah yang bertingkat yang indah yang terletak di wilayah Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali. Desa Jatiluwih dikenal sebagai tempat wisata dengan keindahan sawah terasering yang masih memakai sistem pengairan sawah tradisional Bali, yang berlokasi didekat pegunungan Batukaru yang disertai dengan udara yang sejuk.
Untuk mengunjungi Desa Jatiluwih ini, bisa ditempuh dengan jarak kurang lebih 50 KM dari kota Denpasar dan 26 KM dari kota Tabanan. Bagi kalian yang sedang berlibur di pulau Bali, objek wisata di desa Jatiluwih Bali ini bisa dijadikan pilihan untuk berlibur dengan menikmati keindahan panorama sawah pegunungan sekaligus kearifan lokal yang berada di desa ini.
Untuk mengetahui Sejarah Jatiluwih sepenuhnya bersumber dari cerita-cerita orang tua yang merupakan penduduk asli dari Desa Jatiluwih itu tersendiri. Konon diceritakan JATILUWIH berasal dari kata JATON dan LUWIH. “JATON” artinya adalah Jimat, sedangkan “LUWIH” yang berarti bagus, dari kedua kata tersebut dapat disimpulkan bahwa Jatiluwih mempunyai arti sebuah desa yang mempunyai jimat yang benar-benar bagus/ampuh atau berwasiat.
Dari sumber lain diceritakan konon katanya di Tengah desa ada sebuah kuburan Binatang purba yakni seekor burung Jatayu. Dari kata Jatayu ini lama kelamaan mengalami perubahan bunyi menjadi JATON AYU yang berarti Luwih atau Bagus. Jadi JATON AYU sama dengan Jatiluwih. Dengan itu, kata Jatiluwih sejak dulu ditetapkan menjadi nama desa dan sampai hari ini belum pernah mengalami perubahan.
Pura Luhur Sri Rambut Sedana & Pura Luhur Besi Kalung (Sumber Photo : Koleksi Penulis)
Dari arti nama Jatiluwih tersebut dapat dibuktikan dengan adanya hasil-hasil dari Bertani dan Berkebun yang cukup memenuhi kebutuhan hidup dan kesejahteraan bagi semua Masyarakatnya dengan terjaminnya keselamatan bagi para Masyarakat saat sedang menjalankan kehidupan Bertani. Maka pada jaman dahulu banyaklah berdatangan para Brahmana, Ksatria, Wesia dan Sudra dari daerah Tabanan untuk berkunjung ke desa Jatiluwih dengan harapan memohon kesejahteraan dan keselamatan golongannya masing-masing. Akhirnya mereka itulah kemudian mendirikan Pura-Pura yang ada sekarang di Desa Jatiluwih seperti Pura Luhur Petali, Pura Luhur Bhujangga Waisnawa, Pura Rshi, Pura Luhur Besi Kalung, Pura Luhur Sri Rambut Sedana, Pura Taksu dan tempat-tempat suci yang lain disekitarnya.
Hasil Panen Padi oleh Petani (Sumber Photo : Koleksi Penulis)
Desa Jatiluwih memiliki luas wilayah sekitar 33,22 km2, dengan ketinggian kurang lebih 1,059 meter atau 3,476 kaki diatas permukaan laut. Desa Jatiluwih memiliki iklim tropis pada hampir sepanjang sebagian besar bulan, dalam setahun terdapat juga curah hujan yang signifikan di daerah ini. Jatiluwih bermayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani padi, pada saat ini di dalam masyarakat desa Jatiluwih juga telah membentuk kelompok-kelompok tani yang kemudian akan meningkatkan pendapatan Masyarakat seperti kelompok tani ikan, kelompok ternak, dll. Organisasi masyarakatan yang khusus mengatur sistem pengairan (irigasi) sawah yang digunakan dalam bercocok tanam padi di Jatiluwih dan di pulau Bali pada umumnya disebut dengan istilah Subak.
Desa Jatiluwih telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD) sejak 29 juni 2012. Karena mempunyai keunikan dan ciri khas pada sistem pertaniannya yaitu; Pertama, subak Jatiluwih bisa dibilang masih asli dan juga asri jika dibandingkan dengan subak lain di Bali yang banyak dibatasi dengan taman beton (bangunan), Kedua, varietas padi yang ditanam di subak Jatiluwih adalah varietas lokal yakni Padi Bali Merah, Ketiga, secara estetika pemandangan subak di desa Jatiluwih sangat memukau mata, Keempat, subak Jatiluwih masih mengikuti aturan tradisonal dalam melestarikannya, dan yang Kelima, menggunakan konsep filosofi “Tri Hita Karana” (filosofi tentang keseimbangan antara manusia dengan sesamanya, manusia dengan alam, manusia dengan Sang Pencipta).
Desa Jatiluwih termasuk didalam Kawasan Lanskap Subak dari Catur Angga Batukaru yang dimana merupakan salah satu dari 5 kawasan di Bali yang telah ditetapkan oleh UNESCO menjadi warisan budaya dunia. Subak desa Jatiluwih yang secara sosio-kultural yang menggunakan konsep filosofi “Tri Hita Karana” bertujuan untuk tercapainya dan terbinanya keselarasan dan keharmonisan antara warga subak dengan sesamanya, warga subak dengan lingkungan atau alam, dan warga subak dengan Sang Pencipta atau Tuhan sebagai unsur parahyangan.
Terasering (Sumber Photo : Koleksi Penulis)
Jatiluwih sangat dikenali dengan ciri khas sawah teraseringnya , dengan sistem irigasi yang bagus yang dikelola oleh anggota subak, terlepas dengan filsafat “Tri Hita Karana” yang menjadi landasan oleh petani di Jatiluwih maka dalam pengolahan lahan sawah pun sangat didasari oleh filsafat tersebut. Dengan adanya hal ini, terciptalah hubungannya dengan sang pencipta dengan melakukan upacara-upacara yang merupakan bagian dari aktifitas petani seperti; mengolah sawah, menanam padi, mengambil air dari sumber mata air, memanen, dan sebagainya, sesuai dengan budaya dan agama Hindu yang dipeluk oleh sebagian besar petani di desa Jatiluwih.
Kegiatan petani tersebut memang benar menjadi salah satu daya tarik tersendiri dan sering kali dijadikan sebagai obyek fotografi oleh wisatawan, umumnya kegiatan para petani di sawah masih menggunakan cara-cara dan alat-alat tradisional untuk menggarap sawahnya seperti; Mencangkul , Nampadin (membersihkan pematang sawah), Ngelampit (membajak sawah), Melasah (meratakan tanah sawah), Nandur (menanam padi), dan sebagainya. Selain itu di kawasan Jatiluwih juga terdapat aktifitas wisata lainnya seperti hiking dan cycling, guna mendukung sarana pariwisata, di Jatiluwih juga terdapat penginapan atau pondok wisata, cafe, dan warung atau rumah makan ataupun restoran yang menyajikan makanan khas dengan beras merah dari hasil pertanian di Jatiluwih.
Teh Beras Merah & Beras Merah (Sumber Photo : Koleksi Penulis)
Oleh-oleh andalan khas dari desa Jatiluwih ialah Padi Bali Merah yang merupakan varietas padi lokal dan juga Teh Beras Merah. Selain dari keindahan alamnya saja, desa Jatiluwih merupakan sebagai desa yang merupakan produsen utama penghasil beras merah. Dari segi Warna, bau, rasa, dan juga serta manfaat dari beras merah ini sangat berbeda dari pada beras biasa pada umumnya, dikarenakan tidak menggunakan pestisida.
Untuk mengunjungi desa Jatiluwih ini, sangat direkomendasikan sekitaran jam 08.00 pagi sampai sore hari sekitar jam 05.00, karena dikisaran jam tersebut aktifitas-aktifitas para petani masih banyak dijumpai dan juga adanya tempat wisata lainnya yang lebih aman untuk dijelajahi ketika di siang hari yang memang untuk akses jalan ke beberapa tempat wisata di Jatiluwih berupa perhutanan. Dikarenakan juga, curah hujan yang sangat tinggi dikawasan desa Jatiluwih maka sangat direkomendasikan untuk agar selalu menyiapkan payung ataupun jas hujan, atau ada baiknnya sebelum mengunjungi desa Jatiluwih pengunjung bisa memantau prakiraan cuaca sehari sebelumnya.
Untuk dapat menikmati panorama alam Jatiluwih dengan terasering sawahnya yang hijau dan indah, wisatawan bisa mengunjungi Jatiluwih diantara bulan Februari sampai bulan April, karena pada bulan tersebut tanaman padi mulai bertumbuh tinggi, hijau dan menguning. Lalu sekitar bulan Juni sampai Juli, tanaman padi siap untuk dipanen dan aktifitas memanen oleh petani akan banyak di jumpai.
Desa Jatiluwih di Malam Hari (Sumber Photo : Koleksi Penulis)
Namun tak kalah indahnya juga pemandangan di desa Jatiluwih ketika di malam hari, disana kita dapat melihat indahnya sinar cahaya - cahaya kecil yang dihasilkan dari lampu rumah para penduduk asli dari desa Jatiluwih.
Mengenai artikel diatas, keindahan desa Jatiluwih ini menawarkan pemandangan alam yang sangat menakjubkan. Dengan sawah terasering yang luas dan indah, desa Jatiluwih ini juga menghadirkan panorama alam yang sangat memukau. Selain dari pemandangannya yang indah, desa Jatiluwih juga memiliki ciri khas dari segi makanannya, yaitu Padi Bali Merah yang merupakan varietas padi asli lokal. Dengan keindahan alamnya, budaya, makanan, serta dengan upacara-upacara adat Bali sebagai kearifan lokal, desa Jatiluwih merupakan salah satu tempat yang wajib dikunjungi bagi mereka yang mencari keindahan tradisional Bali yang otentik.