Mengungkap Keindahan Tersembunyi Desa Adat Manikliyu: Asal Usul dan Jejak Sejarah Situs Arkeologi
Desa Adat Manikliyu, yang tersembunyi di dataran tinggi Bali yang tenang, menawarkan sekilas dunia yang kaya dengan warisan budaya dan sejarah. Dikenal karena pemandangannya yang damai dan tradisi yang mendalam, Manikliyu memiliki kisah asal-usul yang menarik yang sudah ada sejak berabad-abad yang lalu. Manikliyu terus mempertahankan nilai-nilai tradisional, memadukan ritual kuno dengan kehidupan modern, menjadikannya permata tersembunyi bagi mereka yang ingin menjelajahi harta sejarah dan budaya Bali yang kurang dikenal.
Manikliyu, sebuah desa adat di Bali, menyimpan sejarah dan warisan budaya yang kaya. Nama Manikliyu berasal dari dua kata: Manik dan Liyu. Kebanyakan orang mungkin menafsirkan Manik sebagai "permata" dan Liyu sebagai "banyak" sehingga banyak yang mengira bahwa Manikliyu berarti "banyak permata atau harta". Namun dalam tradisi lokal makna tersebut berbeda, dan menurut Jero Mangku Gede Indu, seorang tetua yang dihormati di desa tersebut, Manik itu merujuk pada seorang individu bernama "Manik", sedangkan Liyu berarti "banyak" sehingga nama tersebut merujuk pada "Manik dengan banyak keturunan".
Jero Mangku Gede Indu, berbagi cerita tradisi dan sejarah (Sumber: Koleksi Pribadi)
Asal Usul Desa dan Pura Tebenan
Kisah asal usul Manikliyu dimulai dengan seorang pria bernama Manik yang menikah dan memiliki 16 anak. Karena keluarga yang besar ini, sebuah pura bernama Pura Tebenan dibangun untuk menghormati leluhur mereka. Berdasarkan prasasti kuno yang ditemukan di pura ini, dipercaya bahwa Pura Tebenan dibangun pada tahun 877 Çaka (sekitar abad ke-10 Masehi), pada masa pemerintahan Raja Sri Aji Warmadewa Jayawardana. Prasasti ini memberikan bukti sejarah kuat bahwa desa ini telah ada sejak era awal kerajaan di Bali.
Saat keturunan Manik bertambah banyak, desa Manikliyu akhirnya terpecah menjadi empat desa kecil: Manikliyu, Bayung Cerik, Ulian, dan Lembean. Meskipun terpecah, Manikliyu tetap menjadi desa utama. Hingga saat ini, tradisi menambahkan "Pan" untuk pria dan "Men" untuk wanita dalam nama masih dipertahankan, dan keempat desa tersebut tetap melestarikan tradisi dan Upacara di Pura Tebenan yang diadakan setiap anggar kasih julung wangi, yang melambangkan warisan budaya yang masih kuat di desa ini.
Jero Mangku Gede Indu, di kawasan Pura Tebenan (Sumber: Koleksi Pribadi)
Penemuan Arkeologi
Manikliyu juga terkenal karena penemuan arkeologisnya. Pada tahun 1997, seorang petani lokal bernama Wayan Suki secara tidak sengaja menemukan sebuah batu besar saat bekerja di ladangnya. Setelah penggalian lebih lanjut, batu tersebut ternyata adalah penutup sebuah sarkofagus. Didorong oleh rasa penasaran, Pan Suki dan tetangganya mencoba memindahkan dan membuka batu itu, tetapi mereka berhenti saat menemukan sisa-sisa manusia dan barang-barang perunggu sebagai persembahan (bekal) pemakaman.
Penemuan ini menarik perhatian pihak berwenang, dan penyelidikan lebih lanjut mengungkapkan dua sarkofagus, sebuah nekara (gendang perunggu), tulang belulang manusia, dan barang-barang persembahan (bekal) pemakaman. Dari penemuan situs tersebut, disimpulkan bahwa salah satu sarkofagus yang terbuat dari batu, dipercayai digunakan untuk mengubur individu biasa atau individu yang berstatus sosial di bawah penguasa. Sarkofagus kedua, yang berisi nekara perunggu, dipercayai digunakan untuk penguburan seorang raja atau individu dengan status sosial yang tinggi.
Salah satu sarkofagus (kosong) di Situs Arkeologi Manikliyu (Sumber: Koleksi Pribadi)
Kondisi Sekarang dari Situs Arkeologi Manikliyu
Sayangnya, situs arkeologi Manikliyu masih dalam tahap pengembangan, dan karena adanya pembangunan yang berjalan, beberapa artefak termasuk sarkofagus dengan nekara perunggu, sementara dipindahkan atau dititipkan kepada pemerintah. Artefak-artefak ini kemudian akan dikembalikan ke desa ketika pembangunan situs telah rampung dan siap untuk berfungsi sebagai ruang pelestarian sejarah dan pendidikan.
Penemuan-penemuan ini tidak hanya memperkaya narasi sejarah desa Manikliyu tetapi juga memberikan wawasan tentang cara hidup kuno di Bali, terutama dalam hal tradisi penguburan dan penggunaan perhiasan perunggu sebagai simbol status. Saat ini, Manikliyu diakui sebagai desa dengan kepentingan sejarah dan budaya yang signifikan, menjadi saksi hidup peradaban kuno Bali yang berkembang di daerah pegunungan. Dengan situs arkeologi yang menunggu pemulihan penuh, Manikliyu memiliki potensi untuk menjadi destinasi wisata sejarah penting di Bali, menghubungkan masa lalu dengan masa kini melalui warisan budayanya yang abadi.