Menumbuhkan Kesadaran Spiritual Melalui Dharma Wacana: Menggali Makna Yadnya Agung di Desa Adat Mengwitani
Tujuan utama dari pelaksanaan Dharma Wacana ini adalah memberikan pencerahan kepada masyarakat dalam melaksanakan yadnya. Dengan pemahaman yang lebih baik, diharapkan kualitas yadnya yang dilaksanakan menjadi lebih tinggi. Pencerahan ini tidak hanya meningkatkan kesadaran spiritual, tetapi juga membangun sikap tulus ikhlas dalam menjalankan setiap ritual. Melalui pengetahuan yang diperoleh, masyarakat dapat melaksanakan yadnya dengan penuh keyakinan dan keikhlasan hati.
Dalam rangkaian upacara yadnya agung Ngenteg Linggih, Ngusabha Desa lan Mapahayu Nini, Desa Adat Mengwitani menyelenggarakan kegiatan Dharma Wacana. Acara ini berlangsung pada hari Soma Pahing Klawu, tanggal 24 Juni 2024, di jaba Pura Desa dan Puseh Desa Adat Mengwitani. Kegiatan ini bukan sekadar pertemuan, melainkan momen berharga di mana kebijaksanaan dan nilai-nilai luhur diwariskan kepada generasi penerus. Melalui Dharma Wacana, masyarakat diajak untuk memahami makna mendalam dari upacara-upacara yang akan dilaksanakan, sehingga setiap langkah upacara dapat dijalankan dengan penuh kesadaran dan keikhlasan.
Narasumber utama dalam Dharma Wacana ini adalah tokoh-tokoh spiritual, yakni Ida Pedanda Putra Pasuruan, yang juga berperan sebagai Yajamana Karya dari Gria Gede Taman Lukluk, dan Ida Pedanda Putra Manuaba dari Griya Gede Baha Watulumbang. Kehadiran mereka memberikan bobot spiritual yang tinggi pada acara ini. Peserta Dharma Wacana terdiri dari berbagai lapisan masyarakat Desa Adat Mengwitani, termasuk para pemangku, prebekel dan kepala dusun, prajuru desa adat, prajuru banjar, para serati, parekan desa, prawartaka karya, paiketan krama istri, dan perwakilan krama desa. Keterlibatan berbagai unsur masyarakat ini menunjukkan betapa pentingnya kebersamaan dalam menjalankan yadnya.
Ida Pedanda Putra Manuaba (kanan), dan Kelian Desa, Putu Wendra (kiri)
Dharma Wacana dibuka dan dipandu langsung oleh Kelian Desa Adat Mengwitani, Putu Wendra. Kelian desa selain memandu juga memberi penekanan pada penjelasan-penjelasan penting dari kedua narasumber. Kehadiran Putu Wendra sebagai pemimpin acara memberikan arahan yang jelas dan membantu masyarakat memahami setiap poin penting yang disampaikan oleh para narasumber.
Pada kesempatan ini, narasumber membawakan materi yang mendalam tentang makna upacara yadnya agung Ngenteg Linggih, Ngusabha Desa, dan Mapahayu Nini yang akan diselenggarakan oleh desa adat. Penjelasan yang disampaikan mencakup tahapan-tahapan proses upacara beserta makna filosofis yang terkandung di dalamnya. Krama tampak antusias menyimak penjelasan demi penjelasan dari narasumber, menunjukkan rasa ingin tahu dan semangat belajar yang tinggi. Keterlibatan aktif peserta ini menjadi indikator suksesnya acara Dharma Wacana dalam menumbuhkan pemahaman yang lebih baik tentang upacara yadnya.
Dengan tutur kata halus, tenang, dan pelan, Ida Pedanda Putra Pasuruan memberikan makna setiap proses upacara. Sikap beliau yang tenang dan penuh kebijaksanaan menciptakan suasana refleksi mendalam di antara peserta, memungkinkan mereka untuk menyerap wawasan spiritual yang mendalam yang beliau sampaikan. Setiap penjelasan disampaikan dengan rasa hormat dan ketenangan, menekankan kesakralan ritual yadnya.
Peserta Antusias Mengikuti Dharma Wacana
Sementara itu, Ida Pedanda Putra Manuaba, dengan gaya beliau yang bersemangat disertai joke ringan, menyampaikan makna upacara pedudusan agung. Gaya beliau yang enerjik dan menarik berhasil menarik perhatian peserta, yang merespons dengan antusias. Kombinasi humor dan pengajaran spiritual menjadikan penjelasan beliau tidak hanya menyenangkan tetapi juga mencerahkan, menciptakan lingkungan belajar yang hidup dan interaktif.
Perbedaan gaya kedua narasumber ini memperkaya pengalaman Dharma Wacana. Penyampaian yang tenang dan terukur dari Ida Pedanda Putra Pasuruan melengkapi presentasi yang dinamis dan penuh semangat dari Ida Pedanda Putra Manuaba, menawarkan pemahaman yang seimbang dan komprehensif tentang upacara-upacara tersebut. Peserta, yang terhanyut dalam ketenangan dan keceriaan pengajaran, merasakan keterhubungan yang mendalam dengan esensi spiritual dari yadnya. Antusiasme masyarakat juga ditandai dengan berbagai pertanyaan dari peserta yang ditujukan kepada narasumber, menunjukkan rasa ingin tahu yang besar dan keinginan untuk memahami lebih dalam makna dari setiap ritual yang disampaikan
Tujuan utama dari pelaksanaan Dharma Wacana ini adalah memberikan pencerahan kepada masyarakat dalam melaksanakan yadnya. Dengan pemahaman yang lebih baik, diharapkan kualitas yadnya yang dilaksanakan menjadi lebih tinggi. Pencerahan ini tidak hanya meningkatkan kesadaran spiritual, tetapi juga membangun sikap tulus ikhlas dalam menjalankan setiap ritual. Melalui pengetahuan yang diperoleh, masyarakat dapat melaksanakan yadnya dengan penuh keyakinan dan keikhlasan hati.
Dharma Wacana diakhiri dengan kata penutup dari kedua narasumber. Mereka menekankan pentingnya niat baik, ketulusan hati, dan pengendalian diri dalam melaksanakan yadnya. Pesan ini menjadi penutup yang sempurna, mengingatkan kembali betapa setiap tindakan yang dilandasi niat baik dan tulus akan membawa berkah dan kebaikan. Dengan demikian, Dharma Wacana tidak hanya menjadi ajang pembelajaran, tetapi juga menjadi momen refleksi spiritual bagi seluruh peserta.