Menyusuri Jejak Kesenian Topeng Tugek Sebagai Ikon Desa Carangsari
Keindahan pulau Bali sebagai pulau yang kaya akan budaya dan keseniannya menjadi magnet bagi para wisatawan. Bali, pulau yang terkenal dengan keindahan alamnya, tidak hanya menjadi tujuan wisata alam, tetapi juga merupakan tempat kelahiran banyak seni dan budaya yang kaya. Salah satu bentuk seni tradisional yang memiliki peran penting dalam mewakili identitas budaya Bali adalah seni topeng.
Kesenian Bali yang erat kaitannya dengan upacara keagamaan agama Hindu adalah seni topeng. Topeng atau tapel merupakan seni rupa yang menggunakan suatu benda pada wajah penari sebagai pengganti riasan di wajah. Dalam tari Bali, topeng umumnya terbuat dari kayu dengan bentuk yang disesuaikan dengan karakter yang diinginkan. Dari sekian banyak topeng dan jenis-jenis topeng yang ada di Bali, salah satu kesenian yang menggunakan topeng adalah kesenian prembon atau dramatari klasik Bali yang merupakan perpaduan dari seni tari, metembang, dan bertutur.
Salah satu kesenian topeng prembon yang terkenal di Bali, tepatnya di Desa Carangsari, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung adalah Topeng Tugek. Topeng Tugek pertama kali dibawakan dan dipopulerkan oleh seorang maestro yang bernama I Gusti Ngurah Windia (almarhum). Topeng Tugek sebagai ikon Desa Carangsari dan sering dikenal dengan sebutan Topeng Carangsari merupakan seni pertunjukan bondres yang mengutamakan penampilan tokoh-tokoh lucu yang berisikan banyolan untuk menghadirkan humor segar dan senantiasa mengandung pesan-pesan edukasi di dalamnya.
Menurut almarhum I Gusti Ngurah Windia, Tugek adalah tokoh yang memberikan sajian dan pertunjukan edukatif kepada penonton. Tokoh Tugek memberikan presentasi dan refleksi bagi perempuan. Topeng Tugek sangat digemari masyarakat pada tahun 1970-an karena penampilannya yang selalu lucu, ceria, dan memberikan informasi yang mendidik. “Tugek adalah tokoh yang mempunyai penampilan buruk. Namun, dibalik rupanya yang jelek, ada keindahan, makna, dan manfaat yang dapat diberikan bagi khalayak dan generasi muda untuk mendidik, memotivasi, dan memberikan pesan dan pengetahuan yang penting diketahui penonton,” kata Almarhum pada wawancara tahun 2021.
Pementasan Topeng Tugek oleh Sang Maestro (Sumber Photo: Koleksi Pribadi)
Kehadiran tokoh Topeng Tugek pada tahun 1970-an membawa warna baru dalam seni topeng di Bali, khususnya topeng dengan tokoh perempuan. Hal tersebutlah yang menjadikan Topeng Tugek sebagai pelopor atau cikal bakal topeng dengan tokoh perempuan, tetapi pelakon atau dibawakan oleh seorang pria. Tokoh tugek sebagai salah satu tokoh perempuan pertama di Bali dalam seni topeng sering menjadi inspirasi seniman topeng di Bali dalam berkarya karakter topeng, khususnya karakter topeng perempuan.
Konsep penampilan Topeng Tugek Carangsari berdasarkan informasi dari almarhum I Gusti Ngurah Windia dan putranya, I Gusti Ngurah Artawan, sekaligus merupakan generasi topeng ini menuturkan bahwa Topeng Tugek mempunyai rumus, yaitu TAT-SAT-SAT-TAT. Konsep TAT-SAT (Tatwa dan Satua) tersebut menjadi ciri khas penampilan Topeng Tugek. Dalam satua (cerita) yang dibawakan mengandung tatwa (filsafat) dan tatwa disampaikan melalui satua. Ini adalah sebuah formula atau konsep yang terus dipegang teguh oleh Topeng Tugek Carangsari untuk menghadirkan sebuah kebaikan pertunjukkan dan tidak dapat dipisahkan dari kaidah adat Bali. Penampilan Topeng Tugek tidak hanya menghibur para penonton, tetapi mampu memberikan nasihat dan pencerahan kepada masyarakat.
Dalam penampilan Topeng Tugek, Topeng Tugek dipentaskan menggunakan busana sesaputan petopengan dengan “tapel tebihan” atau topeng separuh wajah dan menggunakan sedikit perona bibir berwarna merah. Terdapat juga musik pengiring yang menjadi salah satu faktor pendukung dan memperkuat karakter Tugek. Dahulunya, penampilan Topeng Tugek diiringi oleh alat musik tradisional Bali bernama Gong Kebyar. Namun, setelah didirikan Sanggar Tugek, saat itu pementasan prembon Topeng Tugek Carangsari mulai menggunakan musik atau iringan Semar Pegulingan. Penggunaan iringan Semar Pegulingan dilakukan untuk menciptakan suasana baru, tetapi tidak menghilangkan pakem yang ada pada Topeng Tugek Carangsari.
Pementasan Topeng Tugek (Sumber Photo: Koleksi Pribadi)
Terkenalnya tokoh dalam Topeng Tugek yang ditarikan oleh penari laki-laki dengan gerakan tari yang khas, menyerupai lemah lembutnya gerakan perempuan, menjadikan Topeng Tugek sering dipentaskan di berbagai ajang seni, termasuk Pesta Kesenian Bali. Keindahan dan kompleksitasnya membuat pertunjukan Topeng Tugek diminati oleh penonton dari berbagai lapisan masyarakat.
Tidak hanya di Bali, Topeng Tugek juga telah menyebar ke luar pulau hingga mencapai berbagai penjuru dunia seperti Lombok, Jakarta, Amerika, Jerman, dan masih banyak daerah lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa daya tarik seni tradisional Bali, khususnya Topeng Tugek, memiliki daya universal yang mampu menghubungkan berbagai budaya di seluruh dunia. Sampai saat ini, pengaruh Topeng Tugek dalam dunia seni pertunjukan masih sangat kuat. Banyak seniman pertunjukan, khususnya penari topeng, terinspirasi oleh tokoh Tugek dan berusaha menirukan gerakan dan ekspresi karakter ini. Hal ini mencerminkan betapa pentingnya melestarikan dan menghargai seni tradisional Bali, sehingga warisan budaya ini dapat terus berkembang dan memberikan inspirasi kepada generasi mendatang.
Dalam perjalanan panjang Topeng Tugek sebagai bagian tak terpisahkan dari budaya Bali, kita dapat melihat betapa seni ini telah mengubah pandangan masyarakat terhadap seni tradisional. Topeng Tugek, yang pada awalnya hanya dihargai oleh masyarakat lokal, kini telah menjadi perwakilan budaya Bali yang dikenal di seluruh dunia. Ini adalah bukti nyata betapa pentingnya menjaga dan melestarikan seni tradisional, seperti Topeng Tugek, agar tetap berkembang dan lestari.
Namun, tantangan tetap ada. Perubahan zaman dan modernisasi dapat mengancam kelestarian seni tradisional. Oleh karena itu, kita semua memiliki tanggung jawab untuk terus mendukung dan mempromosikan seni-seni tradisional seperti Topeng Tugek. Ini tidak hanya tentang mempertahankan budaya Bali, tetapi juga tentang menjaga akar-akar kebudayaan yang kaya dan berharga. Sebagai ikon Desa Carangsari, Topeng Tugek mengajarkan kita bahwa dalam setiap keindahan seni terdapat pesan yang mendalam. Semoga seni ini terus berkembang dan tetap menginspirasi kita semua untuk menjaga, menghormati, dan menghargai kekayaan budaya Bali yang tak ternilai ini, sehingga dapat diteruskan ke generasi-generasi mendatang. Dengan begitu, warisan budaya Bali akan tetap hidup, mekar, dan menyinari dunia.