Jejaitan Tamiang: Simbol Siklus Kehidupan dan Makna Spiritual pada Hari Raya Kuningan

Tamiang adalah salah satu elemen yang paling khas dalam perayaan Hari Raya Kuningan. Tamiang berbentuk bulat seperti tameng yang dirajut dengan indah dari janur, melambangkan sebuah perisai yang digunakan dalam peperangan, sekaligus sebagai simbol perlindungan diri. Bentuk bulatnya juga mencerminkan lambang Dewata Nawa Sanga, dewa penjaga sembilan penjuru mata angin, serta menggambarkan roda alam atau cakra kehidupan yang terus berputar.

Nov 24, 2024 - 12:14
Nov 23, 2024 - 08:52
Jejaitan Tamiang: Simbol Siklus Kehidupan dan Makna Spiritual pada Hari Raya Kuningan
Pemasangan Tamiang pada Sudut Rumah (Sumber: Koleksi Pribadi)
Jejaitan Tamiang: Simbol Siklus Kehidupan dan Makna Spiritual pada Hari Raya Kuningan
Jejaitan Tamiang: Simbol Siklus Kehidupan dan Makna Spiritual pada Hari Raya Kuningan

Hari Raya Kuningan adalah salah satu hari suci dalam tradisi Hindu Bali yang dirayakan 10 hari setelah Hari Raya Galungan. Kuningan menandai akhir dari rangkaian perayaan Galungan, yang dimaksudkan untuk menghormati leluhur dan memohon berkat dari para dewa serta perlindungan bagi umat Hindu Bali. Pada hari ini, umat Hindu Bali percaya bahwa leluhur mereka kembali ke kahyangan (alam para dewa) setelah sebelumnya turun ke dunia pada Hari Galungan. Hari Raya Kuningan memiliki makna yang dalam dalam kehidupan spiritual umat Hindu Bali. Pada hari ini, umat Hindu melakukan persembahyangan untuk memohon keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan. Kuningan juga merupakan waktu bagi umat Hindu untuk mensyukuri karunia yang telah diberikan oleh para dewa dan leluhur selama mereka berada di dunia, yang dianggap membawa berkah dan perlindungan. Persembahyangan dan upacara dilakukan di rumah, pura, dan tempat-tempat suci, dengan tujuan untuk memohon keselamatan dari pengaruh buruk dan menjaga keseimbangan spiritual. Di palinggih semua bangunan (pelangkiran) diisi gantung-gantungan, tamiang, dan kolem.

Kata "tamiang" berasal dari "tameng," yang berarti alat perlindungan atau perisai. Dalam konteks spiritual, tamiang melambangkan perlindungan dari serangan, baik secara fisik maupun batin, di alam makrokosmos dan mikrokosmos. Bagi masyarakat Bali, kehidupan di dunia nyata adalah medan perang di Bhuwana Agung (alam makrokosmos), sedangkan "perang batin" terjadi di Bhuwana Alit (alam mikrokosmos). Peperangan batin, yang berlangsung dalam hati, dianggap sebagai "perang terbesar" yang paling kuat dan tidak pernah berakhir, sering kali mengalahkan manusia. Dalam menghadapi peperangan batin ini, seseorang perlu melindungi dirinya dengan tamiang, yang diwujudkan dalam bentuk pengendalian diri atau penguasaan indra. Kemampuan untuk mengendalikan diri mencerminkan kesadaran akan identitas dan sifat sejati diri (uning, yang berarti 'mengetahui' atau 'sadar'). Ini merupakan inti dari perayaan Hari Raya Kuningan (kauningan). Pada hari ini, umat memuja Dewa Indra, manifestasi dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yang merupakan penguasa dan pengendali indra (sepuluh musuh dalam diri manusia). Ketika Rahinan Kuningan, manusia diingatkan untuk "melepaskan dan meninggalkan" hal-hal duniawi melalui pengendalian indra agar lebih dekat dengan Tuhan.

Ketika Perayaan Hari Raya Kuningan, tamiang dipasang di sudut rumah dan pelinggih. Tamiang, dilihat dari bentuknya bulat, juga sering dipahami sebagai simbol yang melambangkan Dewata Nawa Sanga, yaitu manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang menjaga atau menguasai sembilan penjuru mata angin. Sembilan dewa itu adalah Dewa Wisnu, Sambhu, Iswara, Maheswara, Brahma, Rudra, Mahadewa, Sangkara, dan Siwa. Tamiang juga mewakili siklus kehidupan yang terus berputar, diibaratkan sebagai roda alam atau "cakraning panggilingan." Ini menekankan bahwa kehidupan dan alam semesta bergerak dalam pola yang berulang atau siklus yang tak terhindarkan, seperti kelahiran, pertumbuhan, kematian, dan kelahiran kembali. Lambang itu mengingatkan manusia akan pentingnya hidup selaras dengan hukum alam, dimana jika manusia gagal mengikuti hukum alam, mereka akan tergilas oleh roda kehidupan yang terus berputar. Hukum alam merujuk pada aturan-aturan atau keseimbangan alam yang harus dihormati dan diikuti oleh manusia. Jika seseorang gagal mengikuti hukum alam misalnya, dengan bertindak melawan keseimbangan alam, tidak menjaga lingkungan, atau hidup tidak seimbang, maka mereka akan "tergilas" atau terkena dampak buruk dari ketidakseimbangan tersebut. Ini bisa diartikan sebagai pengalaman kesulitan hidup, penderitaan, atau bahkan kehancuran akibat tidak menghormati siklus kehidupan dan hukum-hukum alam.

Tamiang juga dihiasi dengan tetuasan atau reringgitan, yang merupakan simbol banten atau persembahan dalam bentuk bahasa religius. Reringgitan ini melambangkan nilai-nilai luhur budaya, simbol manusia, kemahakuasaan Tuhan, dan alam semesta. Proses pembuatan tetuasan memerlukan konsentrasi penuh, sehingga diibaratkan sebagai bentuk yoga, karena membutuhkan ketenangan pikiran dan fokus tinggi dalam pembuatannya, sebagai persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi.

Sebagai salah satu unsur penting dalam upacara Hari Raya Kuningan, tamiang ini tidak hanya sekadar hiasan, tetapi juga menjadi lambang dalam upacara keagamaan yang membutuhkan ketelitian dan keterampilan dalam pembuatannya. Untuk memperdalam pemahaman mengenai tamiang, berikut adalah deskripsi lengkap tentang cara membuat jejaitan tamiang. 

 

Alat dan Bahan Membuat Jejaitan Tamiang (Sumber: Koleksi Pribadi)

Sebelum membuat jejaitan tamiang, Adapun alat dan bahan yang dibutuhkan yaitu sebagai berikut. Alat dan Bahan yang Dibutuhkan yaitu:

  1. Janur (Daun Kelapa Muda): Janur digunakan sebagai bahan utama untuk membuat kerangka dan hiasan tamiang.
  2. Gunting dan Pisau: Pisau digunakan untuk memotong janur menjadi bentuk dan ukuran yang diinginkan. Gunting digunakan untuk memotong pita jepang sebagai hiasan tamiang.
  3. Stapler atau Staples: Digunakan untuk menjahit atau menyatukan lipatan-lipatan janur agar tetap kuat dan rapi.
  4. Pita Jepang (opsional): Untuk mempercantik jejaitan tamiang pada beberapa bagian, jika diperlukan.

Setelah memahami alat dan bahan yang dibutuhkan, selanjutnya akan dijelaskan proses pembuatan tamiang. Tahap-tahap dalam membuat jejaitan tamiang membutuhkan ketelitian dan kesabaran, serta penguasaan teknik anyaman yang baik. Proses ini dimulai dengan membentuk dasar yang kokoh, kemudian dilanjutkan dengan menambahkan berbagai elemen hiasan yang memiliki makna simbolis. Setiap langkah pembuatan harus dilakukan dengan hati-hati agar hasil akhir tidak hanya indah secara visual, tetapi juga mencerminkan filosofi dan nilai-nilai spiritual yang terkandung dalam tamiang itu sendiri.

Hasil Tamiang yang Dikerjakan (Sumber: Koleksi Pribadi)

Langkah-Langkah Membuat Tamiang:

1. Mempersiapkan Janur : Pilih janur yang berkualitas, gunakan janur yang masih segar dan lentur agar mudah dibentuk. Potong bagian pangkal yang keras dan buang pelepah janur yang terlalu kaku. Selanjutnya, pisahkan helai janur, ambil beberapa helai janur, bersihkan dan rapikan. Pastikan tidak ada bagian yang sobek atau rusak.

2. Membuat Lingkaran Dasar Tamiang : Ambil satu helai janur yang panjang, lalu potong dan lipat janur tersebut secara melingkar untuk membentuk lingkaran dasar tamiang. Ukuran lingkaran ini harus disesuaikan dengan ukuran keseluruhan tamiang yang ingin dibuat. Setelah lingkaran terbentuk, gunakan stapler atau staples untuk menyatukan ujung-ujung janur agar lingkaran tetap stabil. Pastikan ikatan cukup kencang sehingga lingkaran tidak mudah lepas. Lingkaran dasar ini akan menjadi dasar dari seluruh struktur tamiang.

3. Membentuk Pola Bunga pada Tepi Tamiang : Setelah lingkaran dasar terbentuk, langkah berikutnya adalah membuat hiasan berbentuk kelopak bunga di tengah lingkaran.Ambil beberapa helai janur dan potong sesuai ukuran yang diinginkan. Lipat janur tersebut ke arah luar lingkaran dengan teknik lipatan berulang yang menghasilkan pola menyerupai kelopak bunga. Untuk memastikan kelopak-kelopak ini tetap pada tempatnya, jahit menggunakan staples atau stapler di setiap lipatan. Susun secara merata sehingga lingkaran tamiang dikelilingi oleh kelopak bunga yang simetris. Sebagai catatatn, untuk membuat tamiang lebih menarik, biasanya ditambahkan aksen warna pada bagian pinggir kelopak, namun hal ini optional saja. Anda dapat menggunakan janur yang sudah diwarnai dengan warna-warna cerah, contohnya warna merah muda seperti warna bunga pada gambar.

Hiasan Bunga (Sumber: Koleksi Pribadi)

4. Membuat dan Menambahkan Ornamen di Sekeliling Lingkaran Dasar Tamiang : Setelah hiasan kelopak selesai, saatnya menambahkan ornamen di sekeliling tamiang. Ornamen ini bisa berbentuk bebas sesuai kreasi masing-masing, yang ditempatkan di ssekeliling lingkaran dasar. Untuk membuatnya, ambil sehelai pita jepang, kemudian lipat, pertemukan bagian luar pita satu sama lain. Kemudian potong menyerong, dan lakukan berulang secukupnya. Setelah ornamen tersebut selesai, tempelkan atau jahit dengan rapi di sekeliling lingkaran dasar. Ornamen ini akan menjadi pelengkap dari tamiang dan memberikan keseimbangan pada keseluruhan desain.

5. Membuat Hiasan Ujung atau Ekor Janur : Bagian selanjutnya adalah membuat hiasan ujung atau ekor janur yang menjuntai di beberapa titik tamiang. Ambil beberapa helai janur yang lebih panjang dan buat potongan dekoratif pada ujung-ujungnya. Bentuk ini bisa berupa pola sulur, panah, atau lipatan yang lebih rumit. Lipat janur tersebut dan tempatkan di beberapa titik pada lingkaran dasar, biasanya di bagian atas atau samping, untuk memberikan kesan dinamis pada tamiang. Gunakan staples atau stapler untuk menyatukan dan memastikan hiasan ini terpasang kuat dengan lingkaran dasar.

6. Penyatuan dan Penguatan Struktur : Setelah semua bagian (lingkaran dasar, kelopak bunga, ornamen tengah, dan hiasan ujung) selesai dibuat, satukan semua elemen tersebut dengan baik. Gunakan staples atau stapler, untuk menyatukan setiap elemen dengan rapi dan kuat. Pastikan semua bagian berada pada posisi yang tepat dan tidak mudah lepas. Periksa kembali keseluruhan tamiang dan lakukan perbaikan jika ada bagian yang kurang rapi atau longgar.

Menyatukan Setiap Komponen dengan Staples (Sumber: Koleksi Pribadi)

7. Finishing dan Detailing : Lakukan pemeriksaan terakhir untuk memastikan bahwa semua bagian sudah tersusun rapi dan simetris. Jika ada bagian janur yang terlalu panjang atau tidak rapi, rapikan dengan gunting. Tambahkan detail tambahan jika diperlukan, seperti lebih banyak aksen warna atau lipatan hiasan di bagian tertentu agar tamiang lebih indah dan menarik.

Sebagai kesimpulan, pembuatan jejaitan tamiang tidak hanya membutuhkan keterampilan dalam menganyam janur, tetapi juga melibatkan pemahaman akan makna filosofis yang terkandung di dalamnya. Setiap bagian dari tamiang, mulai dari bentuk lingkarannya hingga hiasan yang ditambahkan, melambangkan siklus kehidupan, keseimbangan alam, dan perlindungan spiritual. Dalam upacara Hari Raya Kuningan, tamiang berperan sebagai simbol yang mengingatkan umat Hindu Bali akan pentingnya pengendalian diri dan harmoni dengan hukum alam. Dengan demikian, tamiang bukan sekadar karya seni, tetapi juga representasi dari nilai-nilai religius yang mendalam.