Pura Dalem Benculuk Tegeh Kuri: Warisan Sejarah Kerajaan Gelgel Klungkung
Pura kawitan merupakan salah satu jenis pura di Bali yang bersifat spesifik karena seluruh kegiatan keagamaan dan persembahyangan di pura tersebut dilakukan oleh kumpulan atau kelompok keturunan keluarga tertentu. Hal ini akan diikuti secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Salah satu pura kawitan yang digunakan sebagai tempat pemujaan para leluhur adalah Pura Dalem Benculuk Tegeh Kuri. Pura ini mengandung sejarah menarik mengenai keluarga Arya Dalem Benculuk (Arya Tegeh Kuri) dan Kerajaan Gelgel Klungkung.
Pura Dalem Benculuk Tegeh Kuri memiliki sejarah yang erat kaitannya dengan Arya Dalem Benculuk (Arya Tegeh Kuri), keturunan dari Raja Dalem Shri Aji Kresna Kepakisan dari Kerajaan Gelgel Klungkung. Arya Dalem Benculuk merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah Bali, yang dikenal karena jasanya dalam menjaga stabilitas dan kemakmuran wilayah Kerajaan Gelgel Klungkung. Pada abad ke-14 hingga ke-17, Kerajaan Gelgel mencapai puncak kejayaannya di bawah pemerintahan Raja Dalem Waturenggong. Arya Dalem Benculuk, sebagai salah satu keturunan bangsawan, memiliki peran penting dalam mengawal dan melestarikan tradisi serta adat istiadat kerajaan. Selain itu, Arya Dalem Benculuk juga berperan dalam berbagai strategi politik dan militer yang mendukung kejayaan Kerajaan Gelgel Klungkung. Pura ini didirikan sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa-jasanya serta sebagai tempat untuk menjaga hubungan spiritual dengan para leluhur dan menjaga warisan budaya yang ia bawa.
Kerajaan Gelgel Klungkung merupakan salah satu kerajaan paling berpengaruh di Bali pada masanya, yang mengendalikan sebagian besar wilayah Bali dan memiliki hubungan diplomatik dengan kerajaan-kerajaan lain di Nusantara. Raja Dalem Shri Aji Kresna Kepakisan, sebagai pendiri dinasti Gelgel, membawa banyak perubahan dalam struktur sosial dan keagamaan di Bali, mengintegrasikan nilai-nilai Hindu dengan budaya lokal. Pendirian Pura Dalem Benculuk Tegeh Kuri mencerminkan pentingnya mempertahankan hubungan spiritual dengan para leluhur dan dewa-dewa Hindu, serta menegaskan peran pusat spiritual dan budaya dalam kehidupan masyarakat Bali. Pura ini menjadi tempat dilaksanakannya berbagai upacara keagamaan penting, yang tidak hanya memperkuat identitas keagamaan masyarakat tetapi juga memelihara dan meneruskan tradisi dan adat istiadat yang telah diwariskan selama berabad-abad.
Kawasan Madya Mandala Pura Dalem Benculuk Tegeh Kuri (Sumber Photo : Koleksi Pribadi)
Pura Dalem Benculuk Tegeh Kuri memiliki arsitektur yang sarat dengan makna filosofis yang mendalam. Candi Bentar, sebagai gerbang utama, dihiasi dengan pahatan batu yang rumit yang menggambarkan kisah-kisah epik dari mitologi Hindu. Gerbang ini melambangkan batas antara dunia luar dan kawasan suci pura, memberikan kesan sakral bagi setiap pengunjung yang memasukinya. Selain itu, gerbang ini juga mencerminkan konsep Tri Hita Karana yang menekankan pentingnya keseimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan.
Di dalam pura, terdapat beberapa bangunan utama seperti Pelinggih Ratu Nyoman Sakti, Bale Agung, dan Gedong Penyimpenan. Setiap bangunan dirancang dengan detail yang penuh makna simbolis, mencerminkan filosofi Panca Maha Bhuta yang terdiri dari lima elemen alam: bumi, air, api, udara, dan angkasa. Penggunaan bahan alami seperti batu padas, alang-alang dan kayu jati pada struktur pura memberikan kesan tradisional dan indah, serta mencerminkan penghormatan terhadap alam.
Kawasan Utama Mandala Pura Dalem Benculuk Tegeh Kuri (Sumber Photo : Koleksi Pribadi)
Prosesi Piodalan di Pura Dalem Benculuk Tegeh Kuri dilaksanakan setiap 210 hari pada Wuku Wayang. Piodalan dimulai beberapa hari sebelumnya dengan ngerajah atau membersihkan pura dan sekitarnya dari segala kotoran fisik dan spiritual. Salah satu bagian penting dari persiapan adalah Mekarya Banten, yaitu mempersiapkan berbagai jenis banten atau persembahan yang akan digunakan selama upacara Piodalan. Pada hari Piodalan, upacara dimulai dengan nunas tirta, yaitu pengambilan air suci dari mata air atau sumber air yang dianggap keramat. Tirta ini kemudian digunakan untuk menyucikan area pura dan seluruh perlengkapan upacara. Setelah itu, dilakukan mendet atau pemanggilan roh leluhur dan dewa-dewa untuk hadir dan memberkati upacara. Masyarakat kemudian berkumpul di depan pelinggih utama untuk melakukan ngaturang banten yang diiringi dengan tabuh gamelan.
Selanjutnya, dilaksanakan Mendet Barong atau Tari Barong yang dianggap sebagai manifestasi dari roh pelindung untuk mengusir roh-roh jahat dan menjaga kesucian pura. Selama upacara, juga ditampilkan Tari Rejang yang dibawakan oleh para perempuan desa sebagai bentuk penghormatan kepada para Dewa. Puncak dari prosesi Piodalan adalah upacara melaspas, yaitu ritual penyucian dan pemberkatan seluruh bangunan dan area pura agar tetap sakral dan terjaga dari pengaruh negatif. Setelah semua prosesi selesai, masyarakat mengadakan megedong-gedongan, yaitu acara makan bersama yang melambangkan kebersamaan dan gotong royong.
Prosesi Piodalan di Pura Dalem Benculuk Tegeh Kuri (Sumber Photo : Koleksi Pribadi)
Pura Dalem Benculuk Tegeh Kuri adalah sebuah pura kawitan di Bali yang memiliki nilai sejarah dan spiritual yang mendalam. Pura ini didedikasikan untuk pemujaan leluhur keluarga Arya Dalem Benculuk (Arya Tegeh Kuri), keturunan dari Raja Dalem Shri Aji Kresna Kepakisan dari Kerajaan Gelgel Klungkung. Selain sebagai tempat persembahyangan, pura ini juga menjaga tradisi dan adat istiadat Bali melalui berbagai upacara penting seperti Piodalan, yang memperkuat identitas keagamaan masyarakat Bali dan melestarikan warisan budaya yang berusia berabad-abad. Arsitektur pura yang mengandung makna filosofis mencerminkan pentingnya keseimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan. Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat setempat, pura ini mengingatkan kita untuk selalu menghargai dan menghormarti para leluhur dengan memelihara keindahan spiritual yang mendalam.