Pura Luhur Batur Pucangan Buahan: Dari Istana Kerajaan ke Tempat Pemujaan
Pura Luhur Batur Pucangan Buahan awalnya adalah istana Arya Kenceng, seorang bangsawan Majapahit yang ditugaskan memimpin Tabanan setelah penaklukan Bali pada abad ke-14. Setelah wafatnya, istana ini diubah menjadi pura sebagai penghormatan atas jasanya, mencerminkan penghargaan masyarakat Bali terhadap leluhur dan spiritualitas. Transformasi dari istana menjadi pura ini menunjukkan perpaduan antara penghormatan sejarah dan pengabdian spiritual, menjaga tradisi untuk generasi mendatang.
Pura Luhur Batur Pucangan Buahan yang terletak di Desa Buahan, Kecamatan Tabanan, Bali, merupakan salah satu peninggalan penting dari masa kejayaan Bali di bawah pengaruh Kerajaan Majapahit pada abad ke-14. Berawal dari sebuah istana kerajaan yang didirikan oleh Arya Kenceng, panglima yang datang bersama ekspedisi Gajah Mada untuk menaklukkan Bali, situs ini sekarang menjadi pusat pemujaan yang dihormati oleh masyarakat Hindu Bali.
Arya Kenceng adalah keturunan bangsawan Majapahit yang diberikan mandat untuk memerintah wilayah Tabanan setelah Bali berhasil ditaklukkan pada tahun 1343. Menurut beberapa sumber sejarah, Arya Kenceng bersama para pasukannya memainkan peran besar dalam memperkuat pengaruh Majapahit di Bali. Ia memilih Desa Buahan sebagai pusat pemerintahannya dan mendirikan istana yang dikenal sebagai Pucangan, yang kelak menjadi pusat administrasi, budaya, dan politik setempat.
Pasca wafatnya Arya Kenceng, istana tersebut mengalami perubahan fungsi. Berdasarkan tradisi leluhur Bali yang menghormati para pendahulu dengan sangat tinggi, masyarakat mengubah istana ini menjadi tempat pemujaan untuk mengenang jasa-jasa Arya Kenceng. Dalam perkembangan selanjutnya, situs ini dikenal sebagai Pura Luhur Batur Pucangan. Nama “Batur Pucangan” merujuk pada letak pura yang berada di atas bukit kecil atau “batur” dan dikelilingi pemandangan alam berupa sawah dan hutan yang asri.
Pura Luhur Batur Pucangan Buahan (Sumber: Koleksi Penulis)
Pura Luhur Batur Pucangan memiliki makna spiritual yang mendalam bagi masyarakat Hindu Bali. Pura ini bukan hanya sekadar bangunan fisik, tetapi juga simbol penghormatan terhadap leluhur serta perlambang harmoni antara manusia dan alam. Transformasi dari istana menjadi pura mencerminkan nilai-nilai spiritual yang menjadikan Bali sebagai salah satu pusat peradaban Hindu yang kaya akan filosofi serta praktik-praktik ritual. Sebagai pura, Pura Luhur Batur Pucangan mengikuti konsep Tri Mandala dalam desain arsitekturnya. Tri Mandala membagi area pura menjadi tiga bagian utama berdasarkan tingkat kesuciannya: Utama Mandala, yang merupakan area paling suci dan digunakan untuk pemujaan utama; Madya Mandala, yang berfungsi sebagai area penunjang; dan Nista Mandala, yang menjadi area luar. Struktur ini mencerminkan konsep kesucian bertingkat yang diyakini masyarakat Hindu Bali.
Setiap tahunnya, Pura Luhur Batur Pucangan menjadi pusat kegiatan spiritual melalui upacara Pujawali, yang dilaksanakan untuk menghormati roh leluhur dan menjaga ikatan spiritual antara masyarakat dan para leluhur. Pujawali merupakan perayaan yang penting bagi komunitas setempat dan biasanya diselenggarakan dalam beberapa hari. Upacara ini melibatkan beberapa ritual, seperti Ngingsiran (ritual pengusiran roh jahat) dan Nyukat Genah (upacara penyucian area suci) yang diadakan sebelum upacara utama. Seluruh persiapan ini dilakukan untuk menjaga kesucian tempat, sekaligus mempersiapkan pura menyambut kedatangan umat.
Pura Luhur Batur Pucangan Buahan (Sumber: Koleksi Penulis)
Selain Pujawali, pura ini juga menjadi lokasi berbagai upacara penyucian lainnya yang dilakukan untuk memohon keselamatan, kesejahteraan, dan keseimbangan spiritual. Ritual-ritual ini mencerminkan kedalaman kepercayaan masyarakat Bali terhadap hubungan spiritual mereka dengan leluhur dan alam semesta. Di pura ini pula, upacara pemeliharaan tempat pemujaan utama atau pelinggih sering dilakukan melalui persembahan sesaji serta doa-doa khusus yang dipimpin oleh pemangku adat setempat.
Pura Luhur Batur Pucangan juga menarik perhatian wisatawan, baik lokal maupun mancanegara, yang tertarik dengan budaya dan sejarah Bali. Meski terbuka untuk pengunjung, terdapat aturan ketat yang harus dipatuhi oleh wisatawan agar dapat menghormati kesakralan pura ini. Beberapa aturan tersebut termasuk mengenakan pakaian adat Bali dan menjaga sikap hormat selama berada di area pura. Wisatawan diajak untuk tidak sekadar menikmati keindahan arsitektur, namun juga menghargai nilai-nilai budaya dan spiritualitas yang terkandung di dalamnya. Untuk masyarakat Bali, kehadiran wisatawan ini turut memperkenalkan budaya dan sejarah mereka ke dunia luar. Meski demikian, beberapa bagian pura tetap tertutup bagi publik untuk menjaga kesucian dan privasi tempat pemujaan. Bagi masyarakat sekitar, Pura Luhur Batur Pucangan bukan sekadar objek wisata, tetapi simbol sejarah dan kebanggaan yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Pura Luhur Batur Pucangan Buahan (Sumber: Koleksi Penulis)
Pengelolaan dan pelestarian Pura Luhur Batur Pucangan dilakukan dengan melibatkan komunitas adat setempat. Pendanaan untuk pemeliharaan pura diperoleh melalui donasi umat dalam bentuk dana punia serta dukungan sosial dari pemerintah daerah yang membantu mendanai upacara-upacara besar dan renovasi yang dibutuhkan. Melalui dana swadaya, umat Hindu Bali dapat mempertahankan keindahan dan kesucian pura ini sebagai wujud tanggung jawab spiritual dan sosial. Komunitas lokal memegang peran penting dalam merawat serta melestarikan situs warisan budaya dan spiritual ini. Mereka juga bertanggung jawab dalam menyelenggarakan berbagai upacara keagamaan yang tidak hanya penting bagi kelangsungan pura, tetapi juga memperkuat ikatan sosial dalam masyarakat.
Pura Luhur Batur Pucangan Buahan adalah bukti nyata bagaimana masyarakat Bali menjaga dan menghormati warisan leluhur mereka. Transformasi dari istana kerajaan menjadi tempat pemujaan mencerminkan bagaimana sejarah dan spiritualitas berpadu erat dalam kehidupan masyarakat Bali. Warisan Arya Kenceng, yang dikenang sebagai pemimpin bijaksana dan tokoh spiritual, terus hidup melalui upacara dan persembahan yang rutin dilaksanakan di pura ini. Pura ini juga menjadi tempat untuk menanamkan nilai penghormatan kepada generasi mendatang dan menjaga keseimbangan spiritual serta budaya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bali.